App herunterladen
4.43% GITA / Chapter 14: PERGI SEMENTARA

Kapitel 14: PERGI SEMENTARA

Diputuskan setengah tahun ke depan, saat Gita sudah berada di akhir ujian SMP-nya nanti. Barulah Barra diperkenankan untuk melakukan lamaran. Barra harus puas dengan keputusan orang tua Gita yang tidak menolak, melainkan memberikan restu bersyarat seperti itu.

Keputusan apapun yang diambil keluarga Gita, semata-mata hanya untuk kebahagiaan anak mereka. Membiarkan Gita bahagia dengan pilihannya, namun tetap mengarahkan jalan yang baik untuk masa depannya.

Tidak ada salahnya mengikat perasaan sejak dini asalkan ikatan tersebut tidak disalahgunakan pasangan yang menjalankannya. Itulah yang dijaga oleh keluarga Gita saat ini.

Kedekatan Gita dan Barra harus selalu dipantau dengan ketat. Untuk menghindari omongan miring dari warga, Barra tidak lagi menginap di rumah Pak Hasan. Dan juga, jika ingin menjemput ke sekolah, mereka harus tiba di rumah tepat waktu setiap siang harinya.

Setidaknya begitulah langkah yang bisa diambil orang tua Gita untuk menjaga anaknya. Sekuat apapun iman seseorang, jika sedikit saja memiliki celah untuk dimasuki setan, maka habislah iman orang itu.

Apalagi dengan Gita dan Barra, pemuda pemudi yang sedang dilanda asmara yang bisa saja kehilangan kendali saat berdekatan.

Namun, sepertinya keluarga Pak Hasan bisa berlega hati sementara. Pasalnya, Barra mendapatkan perpindahan dinas kerja di anak cabang perusahaannya di luar kota.

Berhubung Barra adalah pekerja muda yang kinerjanya bagus dan sangat dibutuhkan di cabang perusahaan yang baru berdiri, mau tidak mau, Barra harus mengikuti peraturan.

"Lakukan yang terbaik di sana. Ayah yang akan jagain Gita di sini. Jangan dijadikan beban, Bar! Kuatkan niat bekerja untuk ibadah. Apa yang kamu lakukan juga jadi kebaikan untuk Gita," nasihat Pak Hasan pada Barra.

"Barra yang berat, Yah. Apa kuat kalau enggak lihat Gita selama itu?" jawab Barra polos. Jatuh cinta membuatnya jadi pemuda yang bodoh dan lugu. Seakan dialah yang masih di bawah umur bukannya Gita.

"Ya harus kuatlah, Mas! Lagian Gita baik-baik aja, kok! Mas Barra harus semangat. Mudah-mudahan ini yang baik untuk karier Mas Barra. Gita dukung dan doain dari rumah," sambung Gita yang datang dengan nampan berisi teh dan setoples cemilan.

Duduk Gita di samping sang ayah. Sama-sama memperhatikan raut murung Barra yang baru saja menerima kabar tersebut.

"Nah, kan? Gita aja enggak masalah, Bar! Masa kamu kalah, sih?" ledek Pak Hasan padanya.

Barra terdiam setelah disindir. Lalu ia tersenyum setelah yakin untuk mengambil keputusan.

"Ya, Barra akan berangkat, Yah. Tolong jagain Gita biar enggak nakal di sini," pinta Barra sambil tersenyum.

"Siapa yang nakal? Mas Barra mungkin? Gita enggak pernah nakal, ya!" tolak Gita sambil mengerucutkan bibirnya sebal.

"Ayah jadi saksinya, kalau Mas janji enggak akan nakal," sahut Barra meminta persaksian Pak Hasan.

Meski terlihat aneh dan lucu, tapi begitulah yang terbaik bagi Barra dan Gita. Jika Barra datang ke rumah Gita, akan selalu ada orang ketiga yang menemani mereka, agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Berada di zaman apa mereka ini? Saat di luaran sana pergaulan remaja yang berpacaran terlalu bebas tanpa batas. Namun mereka malah memagari kedekatan mereka dengan kokoh untuk menjaga kebaikan bersama.

Tibalah hari di mana jadwal keberangkatan Barra ke luar kota. Sebelum melakukan penerbangan, Barra menelpon Gita untuk berpamitan.

Walau Barra tidak melihat ekspresi Gita saat ini, tapi Barra tahu kalau Gita juga sedih dengan kepergiannya itu.

"Kamu bisa berpura-pura tegar di hadapan ayah sama ibu, Git. Tapi enggak sama Mas. Mas tahu, kamu juga sedih tapi kamu tutupin kesedihan kamu supaya ayah sama ibu enggak cemas, kan?" ucap Barra di telpon.

Gita tidak menjawab dan hanya terdengar sesekali isakan di telinga Barra.

"Jangan nangis, Gita. Nanti Mas berat perginya. Seperti yang kamu bilang sama Mas. kamu harus kuat dan tahan karena Mas juga akan buat hal yang sama di tempat yang baru nanti," lanjutnya lagi.

"Mas Barra jangan nakal, ya! Ingat, ada Gita di sini yang nungguin Mas terus," pinta Gita lirih.

"Ya, Mas janji enggak akan nakal dan jaga hati Mas cuma untuk kamu. Mas berangkat dulu, ya! Pesawatnya udah mau berangkat. Nanti kalau sudah sampai, Mas telpon lagi. Assalamu'alaikum, Mas sayang kamu," ucap lembut Barra sebelum berpamitan dan mematikan ponselnya.

"Wa'alaikumsalam, Mas. Hati-hati. Gita juga sayang Mas Barra," jawab pelan Gita walaupun Barra sudah tidak mendengarkan suaranya lagi.

Sejak hari itu, Gita dan Barra menjalani hubungan jarak jauh. Masing-masing dari mereka merasakan sedihnya berhubungan seperti itu.

Di samping tidak saling bertemu dan bertatap wajah walau hanya dengan sambungan vidiocall, namun keduanya berkomitmen saling percaya satu sama lain.

Barra menjalani pekerjaannya dengan baik dan rajin. Walau banyak wanita muda seusianya yang mulai mendekatinya, namun ia tidak tergoda.

Barra menyibukkan dirinya sendiri untuk tidak terlalu membuang waktu bersantai seperti anak muda kebanyakan. Ataupun seperti rekan kerjanya di sana. Sebisa mungkin, Barra tidak pernah melewatkan overtime yang ditawarkan atasannya. Dan itu berbuah kebaikan.

Selain mendapatkan bonus tambahan gaji yang lumayan besar, Barra juga meminimalisir pergaulannya untuk sering berkumpul dengan rekan-rekannya di sana di luar jam kerja, terutama rekan wanita.

Dia hanya fokus bekerja dan setibanya di mess kantor, ia langsung mengabari sang pujaan hati yang jauh di sana.

Sementara Gita yang ditinggalkan, terus saja menjalani keseharian sekolah dengan usikan teman-temannya. Namun dirinya mencoba sabar dan tidak terpancing marah walau sebenarnya bosan diusik terus menerus.

Masih ada Zaki yang selalu menerornya dengan pandangan sinis saat melihat Gita didekati teman laki-lakinya.

Tapi, Gita sudah tidak ambil pusing dan bahkan malas memikirkan anggapan yang Zaki lemparkan padanya. Ia hanya ingin fokus belajar dan belajar.

Jika sepulang sekolah, Gita selalu mengetikkan kabar pada Barra tentang kesehariannya di sekolah, walaupun ia tahu, Barra akan membalas pesannya saat larut malam nanti.

Tidak nyaman, bukan? Tapi inilah jalan yang terbaik dibuat Tuhan untuk menjaga akhlak mereka. Menjauhkan hubungan kasih sayang mereka agar terhindar dari nafsu muda yang serakah.


next chapter
Load failed, please RETRY

Geschenke

Geschenk -- Geschenk erhalten

    Wöchentlicher Energiestatus

    Rank -- Power- Rangliste
    Stone -- Power- Stein

    Stapelfreischaltung von Kapiteln

    Inhaltsverzeichnis

    Anzeigeoptionen

    Hintergrund

    Schriftart

    Größe

    Kapitel-Kommentare

    Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C14
    Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
    • Qualität des Schreibens
    • Veröffentlichungsstabilität
    • Geschichtenentwicklung
    • Charakter-Design
    • Welthintergrund

    Die Gesamtpunktzahl 0.0

    Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
    Stimmen Sie mit Powerstein ab
    Rank NR.-- Macht-Rangliste
    Stone -- Power-Stein
    Unangemessene Inhalte melden
    error Tipp

    Missbrauch melden

    Kommentare zu Absätzen

    Einloggen