App herunterladen
1.69% Dokter Tampanku / Chapter 6: Ciuman Kening Pertama

Kapitel 6: Ciuman Kening Pertama

Tibalah saatnya Leandra menemui Rigel didampingi Alcie dan Ibu yang menyusulnya. Dari kejauhan terlihat ada senyuman Rigel yang begitu takjub namun sedikit tertahankan. Leandra benar-benar terlihat berbeda, ia begitu menawan dan anggun sekali.

Matanya melihat ke sekeliling yang begitu ramai orang-orang terdekatnya. Leandra mendapati pandangan Rigel yang sangat tertuju padanya, kali ini tidak ada kata lain yang mendefinisikan Rigel selain kata 'tampan'. Memang tidak dapat dipungkiri jika Rigel itu tampan, dari segi mana pun ia terlihat tampat. Jarak mereka semakin dekat, dekat sekali.

"Ci, kok degup jantungku enggak jelas ya?" bisik Leandra ketika sampai di hadapan Rigel.

Alcie yang mendengarnya ingin sekali tertawa keras tetapi ia menahannya.

"Jangan-jangan kamu jatuh cinta sama Rigel."

"Hah! Enggak apaan sih, eh kamu di sini saja kenapa?"

"Ya enggak mungkin 'kan pengantinnya dua masa iya bertiga di sini, aku ke sana di samping Renza."

Alcie segera pergi menemui Renza. Mereka memandangi Leandra dengan senyuman mengiringi. Saat itu mereka sudah sah menjadi pasangan suami istri, mereka dipersilakan menandatangi seluruh berkas yang diperlukan dan kini sesi pemotretan. Pewara memberikan intruksi agar Leandra mencium tangan Rigel dan menciumnya. Mata Leandra rasanya ingin keluar saking membelalaknya.

"Lea," panggil Ibu Lea di sampingnya.

Leandra menghela napasnya. Kini jemari Rigel sudah di raih oleh Leandra dan harus mencium punggung tangannya Rigel. Rasanya Leandra ingin cepat berlalu hari itu.

Setelah sesi mencium tangan Rigel maka saatnya Rigel mencium kening Leandra. Bukan main kagetnya Leandra sampai ia menatap tajam Rigel. namun apa boleh buat ia harus mengikuti seluruh rangkaian acaranya.

Kedua tangan Rigel sudah meraih pipi Leandra dengan perlahan, benar-benar lembut perlakuannya. Kini bibir merah muda Rigel telah mendarat dengan lembut pada kening Leandra. Darah dalam Leandra berdesir dengan cepat, meskipun terlihat urakkan dan mempunyai pacar, ia tidak pernah disentuh sekalipun dengan laki-laki hanya berpegangan tangan saja, itupun ia sangat risih.

Deg!

'Astaga ini apa sih, kok jantungku begini, lembut banget perlakuan Rigel ini, tampan lagi. Loh aku kenapa sih ini.'

Pikiran dan hati Leandra berdebat terus menerus.

Bibir merah muda milik Rigel sudah lepas dari kening Leandra dan kini mata mereka saling bertemu. Benar-benar berbeda yang dirasakan oleh Leandra, jantungnya berdegup lebih kencang. Tidak mampu berkata apapun, tatapan Rigel terlihat sangat dalam dan menenangkan. Segera Leandra mengontrol dirinya yang tidak mau luluh.

"Sudah ih enggak usah lama gitu lihatnya."

Rigel hanya tersenyum manis saja dan melepaskan jemarinya dari pipi Leandra.

'Sial manis banget senyumnya, ya Tuhan,' ucap batin Leandra kembali.

Setelah sesi foto selesai kini mereka diperintahkan oleh pewara untuk melakukan sungkeman kepa orang tua dan setelahnya mereka bersanding di pelaminan. Seluruh tamu yang diundang tampaknya sangat bahagia sekali kecuali satu orang, yaitu Leandra.

Beberapa kali Leandra menghela napasnya dengan berat. Wajahnya tampak tidak sebahagia pengantin lainnya namun ia memaksa tersenyum. Alcie dan Renza kini berjabat tangan pada mereka. Alcie memeluk erat Leandra tidak sengaja membuat Leandra menitikkan air matanya.

"Ih kenapa nangis coba, enggak apa-apa Lea. Ingat mimpi di depan mata," ucap Alcie seraya menatap Lea.

"Jangan jauhin aku ya, Ci. Aku takut enggak punya teman."

"Apaan Lea, sampai kapanpun kita tetap bersahabat pokoknya. Oh iya om, bang, pak eh apasih manggil suamimu?"

Leandra menggelengkan kepalanya.

"Pokoknya buat suami Lea, titip Lea ya, pasti kalian intens bertemu, jangan buat sakit hati Lea, kalau memang ada apa-apa bisa hubungi kami kok," ucap Alcie memberi nasihat pada Rigel dengan tenang.

"Siap, aku bakal jaga Leandra dengan baik," jawab Rigel diakhiri senyuman.

Kini Alcie bersalaman pada Rigel dan giliran Renza berjabat tangan pada Leandra.

"Awas kalau nangis lagi."

"Iya enggak Ren."

"Bang titip Lea ya, dia mandiri tetapi manja juga," ucap Renza seraya berjabat tangan dengan rigel.

Rigel menundukkan kepalanya seraya menjawab perkataan Renza untuk menjaga Leandra.

Acara pernikahan tersebut berlangsung hingga pukul delapan malam. Keadaan rumah Leandra menjadi begitu sepi. Saat itu Leandra masih mengenakan gaun putih, ia segera masuk ke kamarnya untuk berganti pakaian dan istirahat. Tidak lupa Rigel pun menyusul langkah Leandra.

"Mau ke mana kamu?"

"Ke kamar."

"Eh enggak ada ya, kamu di ruang tamu sana atau sama Leonal."

Ayahnya melihat kejadian tersebut segera menghampirinya.

"Leandra!" panggil Ayahnya dengan nada penuh penekanan.

"Hehehe iya Ayah, tadi hanya bercanda kok."

Rigel pun tersenyum karena Leandra luluh oleh Ayahnya. Kini mereka berdua memasuki kamar Leandra. Saat memasuki kamar tersebut Leandra masih belum melepas gaunnya yang menjuntai itu karena kesusahan.

"Bisa minta bantuan enggak?" tanya Leandra pada Rigel.

"Apa?"

"Bantu buka resleting ini, susah banget tanganku enggak sampai."

Segera Rigel menghampiri Leandra yang berada di dekat lemari bajunya. Ia membantu Leandra menurunkan resleting baju tersebut. Punggungnya yang putih bersih jelas terlihat namun Rigel tampaknya tetap tenang.

"Sudah, ada lagi yang mau dibantu?"

"Berharap banget sih aku minta bantuan lagi, enggak ada. Terima kasih."

Setelah itu Rigel kembali duduk di tempat tidur Leandra seraya membuka jasnya dan melonggarkan kerah bajunya.

Setelah resleting gaun Leandra terbuka ia tetap saja belum bisa membuka gaunnya.

"ini gaun nyusahin banget sih!" kesal Leandra seorang diri.

Rigel hanya melihat Leandra keheranan saja.

Karena saking susahnya Leandra keluar kamarnya dengan punggung yang terbuka. Baru saja membuka pintu kamar Rigel berbicara.

"Leandra kamu mau ke mana?"

"Mau manggil Ibu suruh bantu bukain, kenapa sih?"

"Itu punggungmu ke mana-mana, biar aku saja yang panggil Ibu ke sini."

Leandra terdiam dan masuk kembali ke kamar. Rigel memanggil Ibunya untuk Leandra.

"Bu, boleh minta tolong?"

"Kenapa, nak?"

"Bantuin Leandra buka gaunnya, Bu. Dia kesusahan."

"Loh 'kan ada kamu," goda Ibu Leandra seraya berjalan ke kamar.

"Heheh enggak mau Leandranya, Bu."

Setelah itu Ibu Leandra masuk ke kamar membantu Leandra sampai akhirnya terlepas dan Leandra bisa berganti pakaian yang lain.

"Terima kasih, Bu."

"Lain kali sama suamimu kalau butuh apa-apa ya."

"Yakali sama dia, Bu. Malu tahu."

"Loh kenapa malu, Rigel itu sekarang sudah menjadi suamimu."

"Iya-iya, Bu."

"Ya sudah Ibu istirahat dulu, kamu juga atau mau ngapain terserah kamu," ucap Ibunya yang sedikit meledek Leandra.

"Ih apaan sih, Ibu."

Bibir Leandra mengerucut karena ledekan Ibunya. Tidak lama dari itu Rigel kembali ke dalam kamarnya dan bertepatan setelah Leandra mandi dan berganti pakaian. Rigel melepas dasi dan mulai membuka kancing lengan bajunya.

"Eh mau ngapain buka baju segala?"

"Terus aku harus tidur dengan pakaian serapi ini?"

"Ya itu bukanya jangan di sini 'kan enggak bagus dilihatnya."

"Aku hanya membuka kancingnya saja, aku mandi di dalam kok, enggak mungkin di hadapanmu."

"Ya mana aku tahu, kali saja kamu naked!"

"Oh jadi kamu memang mau lihat?"


next chapter
Load failed, please RETRY

Geschenke

Geschenk -- Geschenk erhalten

    Wöchentlicher Energiestatus

    Rank -- Power- Rangliste
    Stone -- Power- Stein

    Stapelfreischaltung von Kapiteln

    Inhaltsverzeichnis

    Anzeigeoptionen

    Hintergrund

    Schriftart

    Größe

    Kapitel-Kommentare

    Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C6
    Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
    • Qualität des Schreibens
    • Veröffentlichungsstabilität
    • Geschichtenentwicklung
    • Charakter-Design
    • Welthintergrund

    Die Gesamtpunktzahl 0.0

    Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
    Stimmen Sie mit Powerstein ab
    Rank NR.-- Macht-Rangliste
    Stone -- Power-Stein
    Unangemessene Inhalte melden
    error Tipp

    Missbrauch melden

    Kommentare zu Absätzen

    Einloggen