App herunterladen
70.37% Diego & Irene / Chapter 57: Chapter 57 : Lost

Kapitel 57: Chapter 57 : Lost

HOLA! DIEGO UPDATE YEAY!😆

SELAMAT MEMBACA!

SEMOGA SUKA!

•••

(AN : Sebelum Irene tenggelam)

At Alster Lake. Hamburg--Germany. 10:00 PM.

"Wanita cantik sepertimu sayang sekali harus di bunuh." gumam Mr. X menatap Irene yang pingsan di sebelahnya. Pukul 10 malam, mereka berada di dalam mobil, berhenti tepat di depan Danau Alster yang sudah ia pastikan jauh dari keramaian.

Mr. X, pembunuh berdarah dingin itu tampak tertarik dengan Irene. Saat jemarinya bersentuhan dengan kulit halus itu, rasanya seperti tersengat arus listrik. Wajahnya yang begitu manis, lugu dan polos--sangat jarang ia temukan. Tubuhnya molek, harum, putih--begitu menggoda. Rambut hitam yang tergerai indah dengan bola mata coklat keemasan yang berkilau saat pertama kali menatapnya, sudah mampu menarik hati seorang pembunuh berdarah dingin itu.

Apa aku harus membunuhnya? Batin Mr. X.

Buru-buru Mr. X menggelengkan kepalanya--mengusir pikiran itu. Biasanya jika ia mendapat job, dia tidak akan sudi untuk memikirkan nasib korbannya. Apalagi sampai menunda-nunda tugasnya dengan menatap kecantikan wanita itu. Hell, ada apa dengan dirinya?!

Jika kalian berpikir Mr. X adalah pria berumur tua dan bangka, maka kalian salah. Buang jauh-jauh opini kalian! Mr. X adalah pria muda berdarah Amerika bercampur Turki yang baru menginjak dua puluh lima tahun. Garis wajahnya tidak kalah tampan dengan artis-artis idola sekarang. Hanya saja... dia itu Psychopath. Membunuh adalah hobinya sejak kecil. Di mulai dari dia membunuh seekor kucing saat berusia lima tahun, lalu dua tahun berikutnya dia bahkan membunuh seorang pria dewasa. Sebuah senyum mengerikan terlihat jelas di wajah kecilnya saat itu. Jangan tanyakan alasannya... itu semua karena faktor lingkungan. Orang tua yang selalu bersikap kasar kepadanya, menyiksanya, mengurungnya bahkan membuangnya. Membuat Mr. X menjadi pribadi yang menyeramkan seperti ini.

Lalu sekarang, tampaknya Mr. X benar-benar akan membunuhnya, melihat dari pria itu yang sudah mengeluarkan Irene dari dalam mobilnya dan menutup mulutnya dengan lem solasi berwarna hitam. Cara apa yang pas untuk mengakhiri wanita ini? Dengan pisau? Tidak. Dia tidak ingin menghancurkan tubuh indah itu. Apa dengan pistol? Ah, tidak tidak! Dia tidak suka korbannya mati dengan cepat. Hum, apa dengan bensin dan membakarnya? No... itu gila jika di lakukan di tempat umum.

Dan benar saja. Tiba-tiba ada dua orang pria dari arah timur berjalan ke arahnya, sepertinya mereka hendak memancing karena di tangan mereka memegang ember dan alat pancing. Karena itu, Mr. X buru-buru duduk di tepi danau dan menyenderkan kepala Irene ke dadanya--berpura-pura seperti sepasang kekasih yang sedang berpacaran agar dia tidak di curigai.

"Kalian mesra sekali." sahut salah satu kedua pria itu ketika sampai di depannya.

Mr. X hanya tersenyum tipis. Mencoba beramah tamah meski ini menggelikan. "Tentu saja, kita akan segera menikah." jawabnya sembari memeluk tubuh Irene lebih erat--membuat wajah Irene tidak terlihat di mata mereka.

"Ah, senang sekali." kata pria itu.

Pria di sampingnya juga menyahut. "Semoga Jesus memberkati kalian." katanya.

Samar-samar Mr. X tersenyum sinis. Tuhan? Rasanya dia sudah lama tidak mendengar nama itu. Dia sudah melupakan sosok agung itu saat dia merasakan kejamnya dunia. Well, Kapan terakhir kali dia ke gereja? Haha, dia bahkan lupa.

"Sir, tadi aku lihat di sebelah sana banyak sekali orang yang memancing. Sepertinya lebih banyak ikan disana." usul Mr. X. tapi yang sebenarnya adalah dia punya rencana jahat. Dengan senyum manis, dia menatap kedua pria di depannya dengan penuh keyakinan.

"Benarkah?" ucap salah satu dari mereka sembari menoleh ke arah yang di tunjukkan Mr. X.

"Aku tidak bohong. Kalian bisa mempercayaiku. Lihat saja, disana ada cahaya dari lampu yang lebih terang daripada tempat ini. Kalau disini gelap. Kalian akan kesusahan." ucap Mr. X dengan tatapan mata yang misterius.

Kedua pria itu lantas menoleh ke arah yang di tunjukkan Mr. X. lalu kembali menatapnya. "Kau benar. Baiklah... kami akan kesana. Terimakasih sudah memberitahu kami." ucap mereka.

"My pleasure..." jawab Mr. X dengan nada sopan.

Lalu tanpa di duga-duga, kejadian berikutnya sangat menakutkan. Karena begitu mereka berdua berbalik, Mr. X yang duduk santai di belakang mereka langsung melemparkan kedua pisau tajamnya dengan kedua tangan dan berhasil menancap di kepala belakang mereka. Alhasil, darah langsung berceceran, membuat mereka mati di tempat. Mr. X hanya tertawa setelahnya. Tadi itu hiburan. Lebih tepatnya... sebuah atraksi usil-usilan. Ya Tuhan! Menyenangkan sekali! Mr. X tergelitik.

Haha, akhirnya, mereka mati karena tipuannya. Bodoh sekali.

Yeah, begitulah. Ciri orang psikopat memang tidak dapat di duga. Mereka yang mengalami gangguan ini malah terlihat menawan, senang bersosialisasi, peduli dan ramah tamah terhadap orang lain bahkan pandai memanipulasi. Intinya, mereka sangat sulit di kenali.

"Akh! Bedebah! Pisauku malah habis!" gerutu Mr. X kesal sembari melepaskan sarung tangannya dengan kasar. Dia baru ingat jika dia hanya membawa dua pisau.

Untuk kedua pisaunya yang tertanam manis di kepala mayat-mayat itu, Mr. X tidak mau mengambilnya. Bukan karena takut darah ataupun enggan dalam artian sebenarnya, dia hanya tidak ingin jejaknya di ketahui. Sidik jarinya bisa saja terkenali. Mr. X sangat jeli, sebelum ia melemparkan pisaunya dia sudah memakai sarung tangan. Pisau itu juga baru di beli, dan sebelumya juga belum tersentuh dengan kulitnya. Dengan begitu dia aman.

"Mungkin kartu AS sudah berpihak padamu, nona... sampai aku tidak bisa menyayat kulitmu dengan pisauku. Ck! Pisauku habis!" omel Mr. X sembari menatap wajah Irene yang terpejam.

"Baiklah, begini saja..." Mr. X menidurkan Irene di atas rumput dan berdiri. Berjalan ke arah mobilnya dan mengambil kursi kayu kecil dan tali tambang.

"Mungkin aku harus menenggelamkanmu kedalam danau. Kau akan jadi santapan ikan-ikan piranha disini! Hahaha!" Mr. X tertawa.

Mr. X mengangkat tubuh Irene dan mendudukinya di kursi itu serta mengikatnya. Membuat wanita malang itu terikat dengan kuat dengan kursi yang di dudukinya.

"Kau cantik sekali, seperti putri tidur." gumam Mr. X setelah berhasil mengikat Irene. Matanya menelusuri garis wajah Irene yang sempurna. "Kalau kau tidak bisa memberiku uang satu juta dollar, mungkin aku akan melepasmu, dan menjadikan kau sebagai pelacurku."

Andai saja Irene sadar, sudah pasti setelah mendengar itu Irene akan langsung menamparnya. Lancang sekali pria itu menyebutnya pelacur!

Mr. X sempat memfoto wajah Irene. Menyimpannya ke dalam galeri handphonenya. Sebut saja ini sebagai kenang-kenangan.

"Good bye, beautiful lady."

Dalam hitungan detik, tubuh Irene terlempar ke bawah.

Byur!

Setelah mendorong tubuh Irene yang terikat di kursinya itu, Mr. X menatap datar detik-detik jatuhnya Irene ke danau.

"Nyonya Mikhailova pasti akan senang. Aku harus mengabarinya." gumam Mr. X sembari tersenyum miring.

Mr. X menelpon Mi Lover.

"Kau dimana?" tanya Mi Lover langsung begitu mereka sudah terhubung.

"Di pinggir Danau Alster. Aku baru saja menenggelamkan wanita itu." jawab Mr. X.

"Bagus. Bagus sekali." suara Mi Lover terdengar sangat senang.

"Malam ini bayaranku harus kau penuhi, nyonya." ucap Mr. X.

"Tentu saja. Aku bahkan memberimu bonus setengah juta dollar. Totalmu 1,5 juta dollar."

Mr. X tersenyum manis. "Ah, aku senang kau begitu pemurah."

Terdengar kekehan Mi Lover saat itu. "Terimakasih atas kerja samanya, Mr. X."

"Sama-sama." jawab Mr. X, lalu memutuskan panggilan.

Sementara Irene sendiri... kini efek obat biusnya sudah hilang ketika Irene tidak dapat bernapas. Sontak hal itu langsung membuat Irene tersadar. Irene membuka matanya!

"Kenapa aku tenggelam? Kenapa?! batin Irene berteriak.

"Hiks... Diego... tolong Irene..."

Irene berusaha untuk menggerakkan tangan dan kakinya ke atas. Tapi dia tidak bisa. Astaga! Tubuhnya ternyata di ikat dengan kursi! Irene menangis di dalam air. Nyatanya dia tidak bisa lepas. Dia bahkan merasa dirinya sudah berada di dasar danau. Irene merasakan tubuhnya mati rasa. Tenggelam lebih dalam. Terkurung dalam keputusasaan hingga matanya menjadi buram.

Nafasnya terasa sesak. Irene merasakan air tawar danau mulai masuk dan menembus hidung hingga paru-parunya.

Diego... sakit...

Setiap detik yang berlalu bagaikan alarm kematian bagi Irene. Mr. X menatap bayangan tubuh Irene yang mulai jatuh ke dasar danau dengan menggunakan senter di tangannya. Gelembung-gelembung udara berlomba-lomba untuk naik, menciptakan suara kecipak air, lalu lama kelamaan habis. Yang menandakan bahwa... Irene sudah kehabisan napas.

DOR!

Mr. X nyaris tertembak jika saja dia tidak membungkukkan tubuhnya. Jantungnya langsung menggila. Tembakan itu tiba-tiba datang dari arah belakang. Mr. X terkejut. Sangat terkejut. Sial! Ternyata dia ketahuan. Karena begitu ia menoleh, matanya langsung menangkap puluhan--ralat! Ratusan pria bersetelan hitam dengan pistol di tangan mereka berlari mendekatinya--sekitar lima meter dari ia berdiri. Mr. X tanpa ancang-ancang langsung melarikan diri. Dia berlari menuju mobilnya.

Saat berhasil masuk, Mr. X di kejutkan dengan bom yang sudah terpasang di dashboard mobilnya. Gila! Bagaimana bisa?! Siapa yang memasangnya disini?!! Mr. X panik dengan mata yang melebar sempurna. Otaknya di paksa berpikir keras. Entah kapan... bom waktu itu sudah ada dan menyala dengan angka-angka yang terhitung mundur. Gawat! tiga puluh detik lagi bom itu akan meledak!

"Hei. Tidak bisa menjinakkan bom?" itu kekehan Lucas.

Mr. X lagi-lagi terkejut. Dia perlahan menoleh ke bangku belakang. "Kau...."

Lucas tersenyum miring ketika mata mereka bertemu. Dia mengangkat kunci mobil milik Mr. X ke hadapan wajah Mr. X lalu memencet tombol kunci. Mobil Mr. X kini sudah terkunci.

"Ah, kuncinya ada padaku. Bagiamana kau bisa keluar?" tanya Lucas geli.

Emosi Mr. X langsung naik. Matanya memerah begitu juga kepalanya. "LALU BAGAIMANA DENGAN KAU, HAH? KAU INGIN MATI BERSAMAKU?!" teriak Mr. X.

Lucas malah tertawa. Mr. X menggeleng, bisa-bisanya pria itu malah tertawa saat nyawa mereka dalam bahaya.

"Tentu saja hanya kau yang akan mati. Aku tidak ikut-ikutan." jawab Lucas dengan polos.

Tik. Tik. Tik. Itu bunyi dari bom. Mr. X lantas menoleh ke depan, menatap bom itu. Matanya makin melebar.

Sepuluh detik lagi!

"SIALAN! KAU MENJEBAKKU!" maki Mr. X dengan amarah membabi buta.

Lalu, dengan gerakan kilat Lucas menghancurkan kaca mobil dengan cara menendangnya dan segera meloncat keluar dan...

DUARR!

Bersamaan dengan itu bom langsung meledak. Tadi itu nyaris saja. Lucas terbatuk saat dia berhasil keluar setelah sebelumnya dia terguling di atas tanah. Mencoba bangkit, tubuh belakangnya terasa panas karena api yang sangat besar membara sampai ke atas langit. Api raksasa yang membakar mobil serta Mr. X di dalamnya.

Semua orang yang berada disana terkejut karena suara ledakan itu. Termasuk warga sekitar yang tengah memancing. Mereka penasaran sampai berani mendekati asal suara itu, tapi mereka tidak bisa. Orang-orang Diego memasang garis merah yang berarti di larang untuk di lewati. Para bodyguard juga sudah membaris menutupi jalan.

"Tuan...." gumam Lucas sembari menatap punggung Diego yang berdiri tepat di pinggir danau.

"Tuan... Nona Irene..." Lucas berdiri di samping Diego, menatap bossnya dengan pandangan sedih.

Diego menilukan pendengarannya, sementara mata birunya menatap danau di depannya. Lucas tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Tuan Diego.... terlihat menyedihkan. Setelan jas yang entah sudah hilang kemana, dua kancing kemeja yang terbuka, lengan baju yang di tarik sampai siku, rambut berantakan dan peluh memenuhi dahi. Tatapannya kosong, marah sekaligus sedih.

"Kau tidak boleh mati, Irene! Tidak boleh!" geram Diego sembari mengepalkan tangan. Urat-urat di tangannya menonjol sampai ke leher. Kini Diego terlihat seperti ingin membunuh orang.

"Telusuri danau ini! Semuanya menyebar! Cari Irene dengan segala cara!" perintah Diego pada ratusan anak buahnya dengan suara lantang.

"Baik, tuan." ucap mereka kompak.

"Tuan!" Lalu, seperti yang Lucas bayangkan. Diego langsung melompat ke dalam danau dan menyelam sampai ke dasar.

Lucas tak tinggal diam, dia ingin menceburkan dirinya ke dalam danau dan menyusul Diego untuk mencari Irene.

Tapi, bertepatan dengan itu, Diego malah keluar ke permukaan bersama seorang wanita bergaun pink di gendongannya--membuat Lucas membatalkan niatnya. Lucas sontak membulatkan matanya.

Irene tidak sadar sama sekali.

"Sayang... ku mohon bertahanlah." bisik Diego sembari menurunkan Irene ke atas tanah dengan lembut.

Diego langsung memberikan pertolongan pertama. Diego menyentuh bibir Irene hingga sedikit terbuka kemudian menempelkan bibirnya dan meniupkan udara ke dalam sistem pernapasan Irene. Menjauhkan wajahnya kemudian menekan dada wanita itu. Diego terus mengulanginya berkali-kali tapi tidak ada tanda-tanda Irene akan sadar. Wanita itu tetap diam dengan kulit yang putih memucat.

"Tidak, Irene! Tidak!" Diego berteriak panik. Masih terus memberikan napasnya untuk Irene.

Diego kelelahan. Napas lelaki itu memburu. Tidak! Diego akan terus melakukannya! Irene harus hidup!

"Sayang..." gumam Diego frustasi, mata birunya berkaca-kaca. Wajah Diego sangat kalut, dia terus-terusan menekan dada Irene dan memberikan napasnya.

Semua orang yang melihat kejadian itu tertegun. Mereka seperti melihat kisah cinta yang begitu mengharukan dengan ending yang menguras hati.

"Kau tidak boleh mati, Irene! TIDAK BOLEH!" teriak Diego frustasi, masih setia menekan dada Irene dan lagi-lagi memberikan napas buatan.

Diego seakan menolak dengan kenyataan yang sudah muncul di depannya. Irene-nya tidak bisa bernapas. Irene-nya sama sekali bergerak. Irene-nya...

Tidak!

Diego merangkul tubuh Irene, mencari-cari luka di tubuhnya sembari terus mencium bibirnya untuk memberikan napas buatan. Tidak ada darah. Tidak ada luka. Hanya saja... detak jantungnya tidak bisa Diego rasakan. Tanpa Diego sadari air mata sudah membasahi pipinya, Diego menarik Irene ke arahnya--memeluknya erat. "Ku mohon sadarlah... jangan membuatku takut. Kau tidak akan tau betapa takutnya aku kehilangan dirimu."

Wajah Diego di banjiri air mata. Seumur hidup Diego hanya Irene, satu-satunya wanita yang mampu membuatnya menangis hebat seperti ini. Batin Diego terguncang.

"Kau pasti merindukan ibumu. Kita akan ke rumah ibumu besok. Karena itu kau harus bangun." hati Diego benar-benar sakit. Dia belum melakukan apa-apa untuk Irene.

Diego menangis tersedu.

"Kita sudah berjanji untuk sehidup semati. Kenapa sekarang kau ingin mengingkari janjimu? Kenapa?" Diego terbatuk--tidak sanggup menerima kenyataan ini.

Pelukan Diego mengencang.

"Anak kita... kau tidak ingin melihat wajah mereka?" tanya Diego dengan suara lemah.

"Mereka adalah bukti cinta kita. Cinta sejati kita. Kalau kau pergi aku juga akan pergi. Tapi kau terus memaksaku untuk hidup. Lalu sekarang? Bagaimana bisa aku bertahan hidup jika alasanku untuk hidup sudah hilang, Irene?! Bagaimana bisa?! Bangunlah, Irene! Katakan sesuatu! Ku mohon!" Diego menangis keras setelahnya.

Namun, bertepatan dengan itu...

To be continued.

GUBRAK!

WKWKKWKWKWKWK🤣

Apa yang kalian rasakan?

Apa Chapter ini dapet feel nya? Atau... malah jatohnya lebay? :'v

Gais, kasih tau author dong!

Apa alasan kalian baca Diego & Irene?

Okeee. Aku tunggu jawaban kalian yah!

See you next time! Terimakasih sudah membaca!

JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK KALIAN!

LIKE! KOMEN! SHARE KE TEMEN-TEMEN KALIANN!!

Go follow Instagram mereka :

@diego.alvaro01

@bae.irene01

@nainaarc

With♥️Ina.


next chapter
Load failed, please RETRY

Wöchentlicher Energiestatus

Rank -- Power- Rangliste
Stone -- Power- Stein

Stapelfreischaltung von Kapiteln

Inhaltsverzeichnis

Anzeigeoptionen

Hintergrund

Schriftart

Größe

Kapitel-Kommentare

Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C57
Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
  • Qualität des Schreibens
  • Veröffentlichungsstabilität
  • Geschichtenentwicklung
  • Charakter-Design
  • Welthintergrund

Die Gesamtpunktzahl 0.0

Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
Stimmen Sie mit Powerstein ab
Rank NR.-- Macht-Rangliste
Stone -- Power-Stein
Unangemessene Inhalte melden
error Tipp

Missbrauch melden

Kommentare zu Absätzen

Einloggen