App herunterladen
1.8% Ciuman Hangat Bos Arogan / Chapter 6: Salahkah Mencintainya?

Kapitel 6: Salahkah Mencintainya?

Seketika itu juga, Steve menunjukkan wajah masam. Dia merasa sedang dipermainkan oleh sosok perempuan yang baru saja kembali ke tanah air. Seorang perempuan yang sudah berulang kali menyatakan perasaannya pada Steve. Namun berulang kali pula, lelaki itu juga menolaknya.

"Ada apa dengan wajahmu, Steve? Apakah kamu mulai tergoda pada adikku?" goda Ryan sembari melemparkan senyuman mengejek pada sepupunya.

"Gila kamu, Ryan!" keluh Steve atas kalimat ledekan yang sengaja ditujukan untuknya.

Reine yang melihat dua lelaki yang tak pernah akur itu ... hanya bisa tersenyum penuh arti. Hatinya masih saja berdebar setiap kali berhadapan dengan sepupunya. Padahal sudah setengah mati perempuan itu berusaha untuk mengubur perasaannya cukup dalam.

"Lebih baik kita pulang sekarang! Rasanya aku sudah sangat lelah." Berbohong jika Reine mengatakan hal itu. Dia hanya merasa tersiksa berada di dekat Steve. Seakan luka di hatinya masih begitu basah dan sangat menyakitkan.

Tak ada kecurigaan apapun atas permintaan Reine, mereka semua masuk ke dalam mobil lalu bergegas ke menuju ke rumah Keluarga Fernandez.

Setelah melewati padatnya jalanan di kota itu, dua mobil mewah yang membawa mereka telah sampai di depan rumah yang besar dan tampak sangat berkelas di bandingkan rumah-rumah di sekitarnya.

"Sebaiknya aku langsung pulang saja," celetuk Steve saat baru saja keluar dari mobil Ryan. Dia merasa sangat tak nyaman berada di sekitar Reine.

"Apa-apaan kamu, Steve!" kesal Ryan pada sosok lelaki yang masih saja berdiri di sebelah mobil miliknya. "Ma! Steve tak ingin masuk malah mau langsung pulang." Ryan sengaja mengadu pada ibunya. Hanya wanita itu yang bisa membujuk sepupunya.

Diana yang tadinya berjalan lebih dulu bersama Reine, langsung menghentikan langkahnya. Wanita itu berbalik badan lalu berjalan kembali ke sebuah titik di mana Steve masih berdiri.

"Kenapa kamu tak ikut masuk, Steve?" Diana menatap lembut sosok lelaki yang sudah seperti anaknya sendiri. Selama bertahun-tahun, Steve tinggal bersama dengan keluarga besar Fernandez. Sebuah kecelakaan yang menewaskan kedua orang tuanya, membuat lelaki itu harus bergantung pada paman dan juga bibinya.

"Sepertinya Reine sudah sangat merindukan keluarga ini. Aku tak mengganggu kebersamaan kalian," jawab Steve tanpa berani menatap seorang wanita yang sudah merawatnya selama bertahun-tahun.

Sebuah jawaban dari Steve yang terasa sangat menusuk bagi Diana. Dia tak menyangka jika keponakannya itu masih menganggap dirinya orang lain dalam keluarga Fernandez.

"Cukup, Steve! Bagaimana kamu bisa menganggap Tante sebagai orang lain? Sejak kematian kedua orang tuamu ... aku adalah ibumu. Dan kami semua adalah keluargamu," tegas Diana dalam suara yang bergetar karena harus menahan gejolak perasaan di dalam dirinya.

Seketika itu juga, Diana berjalan cepat menuju ke dalam rumah itu. Dia tak tahan harus menghadapi keponakannya yang terus saja menganggap dirinya orang lain. Padahal jelas-jelas, seluruh orang di dalam rumah itu adalah sebuah keluarga untuknya.

"Sepertinya kamu harus tinggal beberapa hari untuk menenangkan Nyonya Besar." Ryan menepuk pelan bahu Steve, sebelum ikut masuk ke dalam rumah. Seperti biasanya suasana hati Diana akan memburuk selama beberapa hari ke depan.

Steve mengepalkan tangannya sendiri cukup kuat, ia menyesal telah mengatakan hal itu pada sosok wanita yang sudah sangat baik untuk menyayanginya. Bukan karena tak suka berada di rumah itu, Steve hanya tak ingin menambahkan hutang budi pada Keluarga Fernandez.

Di sisi lain, Reine masih saja memandangi sepupunya itu. Seakan dia bisa merasakan kesedihan dan juga penyesalan dari Steve. Apalagi melihat wajah lelaki itu, dia merasa tak tega dan seolah ikut terluka bersamanya.

"Masuklah, Steve! Aku takkan menggigitmu .... " Reine sengaja mengatakan hal itu pada Steve. Dia tak mungkin membiarkannya tetap berdiri di luar rumah.

Dalam langkah yang penuh keraguan dan juga penyesalan, Steve akhirnya masuk ke dalam rumah itu. Dia melihat sekeliling ... namun tak mendapati Diana di manapun. Muncullah kegelisahan yang tak bisa ditutupinya, memaksanya untuk bertanya langsung pada sosok lelaki yang tampak sedikit kesal berada dalam situasi yang tak menyenangkan.

"Di mana Tante Diana?" tanyanya tak bertenaga. Steve tak mampu memikirkan apapun lagi. Dia hanya ingin bertemu dengan bibinya dan mengungkapkan segala penyesalan yang bersemayam di dalam hati.

"Mama masuk ke dalam kamar dan tak ingin diganggu. Lebih baik kamu istirahat saja dulu di kamarmu," bujuk Ryan pada sepupunya. Meskipun Steve sudah memiliki apartemen sendiri, sebuah kamar yang dulu dipakainya masih terawat dengan bersih.

Seluruh anggota keluarga Fernandez masih berharap, jika suatu hari nanti Steve mau kembali tinggal bersama mereka. Terlebih ... apartemen yang ditinggali seorang diri itu adalah sebuah apartemen kecil yang dibelinya dengan gajinya sebagai seorang asisten.

Mau tak mau, Steve akhirnya memutuskan untuk bermalam di rumah itu. Dia tak mungkin pergi sebelum mengungkapkan penyesalannya pada Diana.

"Apa yang sebenarnya terjadi, Ryan? Mengapa Steve memilih untuk tinggal sendiri di luar?" Reine memang pernah mendengar jika Steve sudah tak tinggal di rumahnya. Namun ia tak pernah mengetahui alasan dari sepupunya itu memilih untuk tinggal di sebuah apartemen kecil yang tak jauh dari kantor.

"Itu haknya! Aku tak pernah memaksa Steve untuk menjawab pertanyaan itu. Sudah berulang kali aku menanyakan alasannya ... tetap saja, dia tak pernah memberitahukan hal itu," ungkap Ryan pada sosok perempuan yang sudah cukup lama tak ditemuinya.

Reine hanya bisa menghela nafasnya dengan berat. Dia tak pernah membayangkan jika akan banyak hal yang telah terjadi selama dia tinggal di luar negeri. Berulang kali, perempuan itu berusaha untuk mencari untuk menanyakan kabar dari Steve. Namun lelaki itu tak pernah menerima panggilannya, apalagi sampai membalas semua pesan yang pernah dikirimkannya. Hal itu membuat Reine terpaksa harus mengubur segala perasaan dan juga cintanya pada sepupunya itu.

"Apa Steve sudah memiliki kekasih?" tanya Reine sangat penasaran. Pertanyaan itu yang sejak tadi sudah ditahannya. Dia ingin memastikan jika Steve tidak menjalin hubungan dengan perempuan lain.

"Itu bukan urusanmu, Reine! Steve memiliki kehidupan sendiri, dan kamu sama sekali tak berhak untuk mengaturnya." Ryan tampak tak suka saat adik perempuannya itu masih saja mencampuri urusan Steve. Bukan karena tak menyetujui hubungan mereka, lelaki itu hanya tak ingin membuat sepupunya tak nyaman karena Reine.

Senyuman kecut tampak jelas di wajah Reine. Lagi-lagi dia harus menahan diri untuk mengubur perasaannya pada Steve. Apalagi, ucapan kakaknya itu seakan telah menjadi sebuah peringatan baginya.

"Apakah aku salah jika masih sangat mencintainya, Ryan?" Reine masih belum bisa menerima penolakan Steve atas dirinya. Meskipun kejadian itu sudah bertahun-tahun yang lalu.


next chapter
Load failed, please RETRY

Geschenke

Geschenk -- Geschenk erhalten

    Wöchentlicher Energiestatus

    Rank -- Power- Rangliste
    Stone -- Power- Stein

    Stapelfreischaltung von Kapiteln

    Inhaltsverzeichnis

    Anzeigeoptionen

    Hintergrund

    Schriftart

    Größe

    Kapitel-Kommentare

    Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C6
    Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
    • Qualität des Schreibens
    • Veröffentlichungsstabilität
    • Geschichtenentwicklung
    • Charakter-Design
    • Welthintergrund

    Die Gesamtpunktzahl 0.0

    Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
    Stimmen Sie mit Powerstein ab
    Rank NR.-- Macht-Rangliste
    Stone -- Power-Stein
    Unangemessene Inhalte melden
    error Tipp

    Missbrauch melden

    Kommentare zu Absätzen

    Einloggen