App herunterladen
6.04% CINTA SEORANG PANGERAN / Chapter 83: Teriakan Nizam

Kapitel 83: Teriakan Nizam

Nizam duduk didepan Alena yang masih menangis dengan keras. Air putih didepannya sudah lama habis. Ia melirik ke kiri dan kanan. Lalu ketika dilihatnya ada dua orang pelayan wanita yang lagi berdiri di ujung dekat pintu. Nizam melambaikan tangan meminta tambahan air. Pelayan itu segera memberikan Nizam minuman. Wajah Nizam yang tampan tampak gelisah. Ia tidak berani mendekati Alena yang sedang menangis. Ia takut mendekati Alena.

Akhirnya karena tidak tahan lagi, Nizam berkata lirih : " Alena... Alena..." Nizam memanggil Alena dengan lembut. Yang dipanggil akhirnya mengangkat muka. Nizam mencekal sandaran kursi Ia menangkap api kemarahan yang memancar dari mata cantik Alena. "Ma...maafkan Aku Alena.. A..aku lupa bercerita tentang Harem..."

Alena mengeram lalu ia bangkit dan menerjang kepada Alena. Ia langsung memukuli Nizam menggunakan tangannya. Pukulan Alena yang tidak bertenaga cuma membuat Nizam geli. Tapi Ia berakting seperti menderita dipukuli Alena.

"Kamu pembohong!! Kamu bilang Kamu hanya akan. menjadikanku istri kedua nyatanya istri kamu banyak...buk..buk...buk.." Alena memukuli Nizam menggunakan kedua tangannya.

"Aampuun.. Alena Aku mengaku salah..Ampuni Aku. Itu semua bukan keinginanku tapi Ibunda yang menyediakannya" Alena tetap histeris sambil memukuli suaminya. Sampai tiba-tiba Alena menghujamkan mulutnya ke bahu Nizam lalu "Bress..giginya yang putih bersih itu menancap di bahu Nizam. Nizam langsung terkejang. Rasa sakit menghujamnya. Tidak dapat ditahan lagi Nizam langsung memekik kesakitan.

"Aakh.. Alena Apa yang kamu lakukan?..Ouch..Alena it's hurt Honey. Please don't do that.." Nizam merintih merasakan kesakitan yang dideritanya karena digigit Alena. Kedua tangan Nizam berada dikepala Alena berusaha melepaskan gigitan Alena.

Alena malah semakin kuat menghujamkan giginya. "Aagh..Alena...honey...please stop it " Nizam merintih. Ia tidak main-main. Ia sekarang benar-benar merasa kesakitan. Tangannya hanya sebatas memegang kepala Alena. Tubuhnya mengejang merasakan sakit dari bahunya menjalar ke segenap urat syarafnya. Ia terus berusaha menarik kepala Alena dari bahunya. Tetapi semakin ia menarik kepala Alena, gigitannya semakin kuat. "Ouch..Alena..Kamu benar-benar menyakitiku.."

Alena tetap tidak perduli. sampai suatu ketika Ia merasakan ada rasa asin dari mulutnya. Ia lalu merasakan darah yang merembes mengalir melalui giginya. Ia kaget menyadari bahwa bahu Nizam berdarah. Refleks Alena melepaskan gigitannya. Begitu gigitan Alena terlepas Nizam langsung memegang bahunya dan terus meringis seraya merintih.."Ouch..Alena teganya kamu, Ini sakit sekali"

Alena terengah-engah. Darah yang merembes dari luka Nizam membuat Ia merasa sangat puas. Luka dihatinya sedikit terobati melihat bahu Nizam yang berdarah. Ia menatap Nizam dengan mata menyala. Nafasnya turun naik. Nizam duduk di kursinya tidak berani berkata apapun. Ia hanya terus menekan lukanya melalui tangan kanannya.

Para pelayan yang menyaksikan adegan antara Nizam dan Alena seperti menyaksikan tayangan yang lebih menarik lebih dari tayangan video yang beredar. Mereka menggeleng-gelengkan kepala melihat Pangeran Nizam yang begitu Mulia. Juara karate senegaranya, penunggang kuda yang ahli dan mahir pada beberapa cabang olahraga beladiri lainnya. Tidak berdaya digigit istrinya sendiri. Mereka takut-takut memandang wajah Nizam yang terus meringis sambil menutupi luka dibahunya oleh tangannya.

Amarah Alena akhirnya menurun melihat Nizam yang tak henti-hentinya merintih. Ia lalu mendekati Nizam.

"Maafkan Aku" Katanya sambil hendak melihat luka hasil gigitannya. Nizam malah memundurkan tubuhnya sedikit takut Alena akan kalap lagi.

"Jangan takut, Aku tidak akan mengigit lagi. Maaf Aku lepas kendali." Alena meraih lengan Nizam lalu mengusap-ngusap lengan yang bahunya terluka.

Alena lalu melihat ke arah pelayan. "Bisakah Aku minta tolong? Bawakan aku obat luka dan perban." Pelayan itu hanya menundukkan kepala tidak mengerti dengan ucapan Alena. Akhirnya Nizam lalu berkata dalam bahasa Azura.

"Ambilkan kotak P3K. Ambilkan diam-diam. dan tutup mulut kalian dengan kejadian ini. Kalau sampai ada yang tahu kalau Aku terluka karena Putri Alena. Aku pastikan lidah kalian dipotong" Nizam berkata dengan suara datar.

"Apakah perlu hamba membawa dokter, Yang Mulia?" Tanya salah seorang pelayan.

Nizam mengangkat sebelah tangannya.

"Tidak usah. Cepatlah Aku sudah sangat kesakitan," Nizam berkata sambil sedikit membentak.

Salah seorang pelayan langsung membungkuk begitu dalam dan mundur secara teratur sebelum akhirnya keluar mencari kotak P3K. Ia juga diam-diam menghubungi tabib istana (Dokter istana yang sistem pengobatannya menggunakan bahan herbal) meminta obat luka yang manjur. Dan ketika tabib itu bertanya untuk apa. Pelayan berkata bahwa temannya terluka kena iris pisau.

Setelah mendapatkan semuanya Ia segera kembali ke ruangan tempat Nizam dan Alena. Alena segera mengoleskan obat luka ke bahu Nizam sesuai petunjuk pelayan. Nizam menterjemahkan diantara mereka.

Alena membalut luka Nizam penuh rasa hati-hati. Ia benar-benar sangat menyesal telah melukai Nizam. "Sakit sekalikah?" Tanya Alena sambil mengusap bahu yang tertutup perban. Nizam cemberut sambil mengangguk. Mukanya meringis minta dikasihani.

"Sakit sekali, Aku minta cium sebagai obat luka hati yang sakit" Kata Nizam sambil memajukan mukanya minta cium.

"Ih..engga ah. Ada pelayan"

"Kamu tidak malu sama Cynthia, Fuad dan Ali tapi sama pelayan malu" Nizam protes.

"Aku tidak mengenal mereka" Kata Alena sambil mengangkat bahunya.

Nizam tidak memaksa Ia menggerakkan tangannya yang sakit agar tidak terlalu kaku.

"Itulah akibatnya kalau suka membohongi istri sendiri" Kata Alena sambil cemberut.

"Iya Aku mengaku salah. Aku sangat takut kalau Aku bilang terus terang kau tidak akan mau jadi istriku"

"Ah Nizam Kamu ini, bilang saja kau suka punya banyak istri" Kata Alena mulai panas membayangkan istri-istri Nizam.

"Apakah mereka cantik-cantik?" Tanya Alena dengan pelan.

"Aku tahunya cuma Putri Reina saja. Yang lainnya Aku tidak tahu. Ibunda yang mengatur. Aku juga tidak berminat untuk mengetahuinya"

"Nizam.." Alena tiba-tiba menghentikan bicaranya.

"Ya?" Tanya Nizam

"Bolehkah Aku bertanya sesuatu yang bersifat pribadi padamu?" Alena bertanya sangat hati-hati.

"Katakanlah!"

"Apakah Kau dan Putri Reina sudah pernah bercinta?" Alena bertanya dengan hati yang begitu terbakar api cemburu. Ia merasa pertanyaannya bodoh. Tentu saja Nizam dan Putri Reina sudah bercinta. Bukankah mereka sudah suami istri.

Nizam terdiam. Mau dijawab tidak. Ada pelayan di ruangan ini. Mau dijawab Iya pasti Alena ngamuk lagi.

Alena melihat suaminya diam Ia tersenyum tipis. "Sudahlah, pertanyaanku bodoh sekali. Kalian kan sudah suami istri tentunya sudah pernah bercinta." Alena menopang dagunya oleh kedua tangannya. matanya menerawang jauh. Alangkah sakit hatinya membayangkan Nizam memeluk wanita lain. Air matanya kembali menetes, mengalir membasahi pipinya yang ranum. Tapi kemudian Ia teringat perkataan mertuanya tadi.

"Nizam, Aku ingin bertanya lagi. Apakah yang dimaksud dengan perayaan kesucian?"

Nizam langsung meringis mendengar pertanyaan Alena. Belum apa-apa Ia sudah merasakan bahwa bahu yang satunya lagi siap-siap akan digigit Alena....


next chapter
Load failed, please RETRY

Geschenke

Geschenk -- Geschenk erhalten

    Wöchentlicher Energiestatus

    Rank -- Power- Rangliste
    Stone -- Power- Stein

    Stapelfreischaltung von Kapiteln

    Inhaltsverzeichnis

    Anzeigeoptionen

    Hintergrund

    Schriftart

    Größe

    Kapitel-Kommentare

    Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C83
    Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
    • Qualität des Schreibens
    • Veröffentlichungsstabilität
    • Geschichtenentwicklung
    • Charakter-Design
    • Welthintergrund

    Die Gesamtpunktzahl 0.0

    Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
    Stimmen Sie mit Powerstein ab
    Rank NR.-- Macht-Rangliste
    Stone -- Power-Stein
    Unangemessene Inhalte melden
    error Tipp

    Missbrauch melden

    Kommentare zu Absätzen

    Einloggen