App herunterladen
52% Catastrophic Temptation : Zombie Apocalypse / Chapter 12: 12) Insiden Pembunuhan Pertama

Kapitel 12: 12) Insiden Pembunuhan Pertama

Slassshhh!~ ...

Kevan menebas zombie terakhir yang ia lihat di tempat pengisian bahan bakar ini. Ia memberikan sinyal pada mereka yang menunggu di mobil untuk keluar dan mulai melakukan tugas mereka masing-masing.

Setelah semuanya keluar, Kevan meneruskan langkahnya memasuki minimarket yang ada di tempat pengisian bensin itu. Satu hal yang ia cari. Dan saat ia melewati pintu masuk minimarket, hal pertama yang ia lihat adalah hal yang ia cari.

Kevan tersenyum tipis, "Sepertinya mulai hari ini aku memang harus menjadi sampah."

Di depan matanya, puluhan merk rokok yang berbeda terpajang di belakang kasir minimarket. Tanpa menunggu lama, ia berjalan memutari meja kasir, mengambil keranjang belanjaan dan mulai mengisi rokok sebanyak mungkin ke dalamnya.

Baginya merk rokok tak menjadi masalah saat ini. Asal bisa dibakar dan dihisap, Kevan tentu akan bisa menikmatinya.

"Aku merasa jijik dengan diriku sendiri ... " ucap Kevan saat melihat satu keranjang penuh rokok yang ia pegang saat ini. "Persetan. Lagi pula aku sedang tak membawa uang tunai."

Baru saja Kevan ingin melangkah keluar, dari pintu ruang penyimpanan yang ada di bagian ujung minimarket, terdengar suara langkah kaki yang cukup pelan. Lengkap dengan suara geraman yang sudah tak asing lagi di telinganya.

"Grrrrrrrrr~ ... "

Kevan diam menatap zombie itu. Ia menaruh keranjang yang penuh dengan bungkus rokok tadi di atas meja kasir dan menatap tajam ke arah zombie itu.

"Haruskah kuanggap ini sebagai keberuntungan?" gumamnya.

Zombie di hadapannya memakai seragam kepolisian. Dan satu hal yang Kevan pikirkan saat ini. Sebelum menjadi zombie, dia pasti seorang polisi yang sedang bertugas karena ia masih mengenakan seragamnya.

Dan hal itu berarti satu hal. Seorang polisi yang sedang bertugas pasti membawa senjatanya.

"Grrrrrr ... Graaaaahhhh!~"

Zombie itu meraung cukup keras dan menerjang ke arah Kevan.

Slassshhhh!~ ...

Dalam satu kali tebasan keras, zombie berseragam polisi itu sudah kehilangan kepalanya dan jatuh ke lantai. Setelah memastikan bahwa zombie itu tak lagi berbahaya, Kevan mulai mencari keberadaan pistol milik polisi tersebut.

"SW500. Sepertinya orang ini sudah dekat dengan masa pensiunnya, mengingat dia masih memakai pistol model lama." ucap Kevan yang lalu menatap ke arah kepala zombie yang berada tak jauh dari tubuhnya itu. "Meskipun pistolmu adalah model lama, aku akan meminjamnya. Aku turut prihatin karena kau harus menghabiskan masa pensiunmu menjadi zombie. Semoga kau bisa beristirahat dengan tenang."

Kevan lumayan memiliki pengetahuan tentang senjata api. Karena selama ini pekerjaannya sebagai petarung di kelab malam sangat dekat dengan dunia kriminalitas, ia jadi tahu banyak tentang beragam senjata api.

Clack~ ... "Tiga peluru. Kau pasti telah menggunakannya untuk menembak zombie sebelumnya. Apa kau membawa amunisi tambahan? ... Bodoh. Memangnya dengan siapa aku bicara?"

Kevan mencoba mencari amunisi tambahan di tubuh zombie polisi itu, namun tak bisa menemukannya di manapun.

"Sudahlah. Lebih baik ada dari pada tidak sama sekali."

Kevan menaruhnya ke dalam keranjang berisikan puluhan bungkus rokok dan membawanya keluar. Ia melihat Nadine sudah selesai mengisi bahan bakar mobil dan mereka semua menunggu di dalam mobil.

Namun ada yang aneh.

Kevan bisa melihat bahwa Nadine dan Yurisa yang duduk di kursi depan terlihat tegang dan ketakutan.

"Kenapa mereka?"

Kevan mendekati mobil. Dan saat ia sudah dekat, kaca jendela pintu belakang sebelah kiri turun secara perlahan. Seorang lelaki duduk di samping Kayla dengan tangan kanannya menempelkan sebilah pisau kecil di leher Kayla.

Lelaki itu memakai seragam berlogo minimarket yang ada di tempat pengisian bensin ini.

"Aku sudah memerhatikan kalian semenjak kalian datang. Kau pasti pemimpin gadis-gadis ini. Kau tidak keberatan jika aku mengambil alih mereka dan juga mobilmu, bukan?" ucap lelaki itu dengan senyuman yang sangat lebar.

"Hehehehe ... Hahahaha! Tentu saja kau tak akan keberatan! Akulah yang berkuasa sekarang! Hahaha! Hei kau, jalang bau! Cepat jalankan mobil ini atau kubunuh gadis cantik ini sekarang! Hahaha!"

Lelaki itu berteriak pada Nadine sambil menggores leher Kayla, membuat darah menetes keluar dari bekas sayatan itu.

Kevan mengembuskan napas lelah. "Rea, tutup mata dan telingamu."

Rea mendengarkan apa yang Kevan katakan dan dengan cepat mematuhinya.

"Apa yang coba kau lakukan, hah?! Kau pikir—"

Lelaki itu tiba-tiba berhenti mengoceh saat ujung laras pistol revolver menempel di dahinya.

"K-k-k-- ... Kau tak akan membunuh se-sesama manusia, bukan? Kau ... Kau ... "

Dorrrr!~ ...

Darah terciprat ke berbagai arah. Wajah dan kaus yang Kayla kenakan juga terkena cipratan darah itu. Sedangkan lelaki yang tadi menyandera Kayla kini terduduk tak bernyawa, dengan sebuah lubang bekas lesatan peluru tercetak di dahinya.

Kevan membuka pintu dan membuang jasad lelaki itu keluar. Ia masuk dan kembali menutup pintu. "Kita pergi dari sini. Suara tembakan tadi pasti sudah menarik perhatian zombie-zombie yang ada di sekitar."

Nadine melakukan apa yang Kevan perintahkan tanpa mengatakan apapun. Benar saja. Tepat saat Ia melajukan mobil meninggalkan tempat pengisian bensin, Nadine bisa melihat sekawanan zombie baru saja muncul dari kaca spion.

"Rea, kau sudah bisa membuka mata dan telingamu."

Rea juga melakukan apa yang Kevan perintahkan.

Kini mereka melaju di jalan raya dalam keadaan hening. Tak ada yang berbicara sama sekali. Kevan bisa memakluminya. Mereka sudah melihatnya membunuh begitu banyak zombie sampai sekarang. Tapi tadi adalah pertama kalinya mereka melihatnya membunuh seorang manusia.

Tak ada yang bisa ia lakukan dengan hal itu.

Terserah bagaimana cara mereka melihat kejadian tadi, Kevan hanya menyerahkannya pada diri mereka masing-masing.

***

"Ini tidak mungkin terjadi." ucap Nadine saat ia memberhentikan mobil beberapa meter dari kemacetan yang terjadi.

Jalanan menuju ke kantor polisi benar-benar dipenuhi oleh kendaraan tanpa pengendara. Mobil-mobil itu tergeletak di jalan secara acak. Dan pagar kantor kepolisian juga telah dikepung oleh zombie yang tak terhitung jumlahnya.

Kevan membuka matanya dan melihat ke arah kantor polisi. "Tenang saja. Orang-orang di dalam sana masih selamat. Mereka berhasil memblokade pagar tepat waktu."

Yurisa pun berbalik melihat ke arah Kayla. "Dengar apa yang Kevan katakan? Ayahmu pasti berhasil menjemput ibumu dan membawanya ke tempat yang aman di kantor polisi. Mereka pasti aman di dalam sana. Jadi kau tak perlu khawatir, oke?"

Kayla menatap balik Yurisa, "Sejak awal aku memang telah bersiap untuk segala kemungkinan terburuk." ucap Kayla yang lalu menoleh ke arah Kevan. "Jadi, karena kita tak bisa pergi ke sana, apa rencanamu?"

"The Greyson."

Kayla mengerutkan keningnya mendenga jawaban Kevan, "The Greyson? Maksudmu hotel bintang lima yang baru dibuka bulan lalu di dekat pelabuhan? Kenapa harus kesana?"

"Untuk menginap. Memangnya apa lagi?"

"Iya, aku tahu bahwa kita harus mencari tempat penginapan. Tapi, kenapa harus di sana?"

Yurisa kembali berbalik, "Biarlah. Lagi pula, ini adalah akhir dunia. Tidak ada salahnya jika kita menikmati kemewahan yang entah kapan lagi bisa kita nikmati, bukan begitu?"

"Aku memilih tempat itu karena itu satu-satunya hotel yang memiliki sumber air langsung dari laut. Mereka memiliki mesin penyulingan sendiri. Dan juga mereka memiliki pembangkit listrik mandiri."

Kayla masih merasa ragu dengan apa yang Kevan katakan. "Bukankah di hotel sebesar itu akan sulit untuk membersihkan zombie?"

"Kita tidak perlu membersihkan zombie secara menyeluruh. Meskipun aku berada dalam kondisi prima, aku akan mati kelelahan bahkan sebelum tengah malam. Kita hanya perlu membersihkan lantai paling atas dari hotel itu, dan memblokade semua pintu di lantai itu."

"Kenapa harus lantai paling atas?"

Kevan mengembuskan napas jenuh dan menatap lurus ke arah mata Kayla. "Dengar, lantai paling atas adalah lokasi paling aman untuk bertahan hidup. Kenapa? Karena itu akan menjadi lantai yang paling sulit untuk dicapai oleh zombie. Yang kumaksudkan bukanlah zombie biasa yang bahkan bisa tergelincir di jalanan yang rata sekalipun."

Mendengar penjelasan Kevan membuat Kayla teringat tentang zombie abnormal yang mereka temui di kampus. Satu zombie bertubuh tinggi lebih dari dua meter dengan otot-otot tubuh yang terlihat sangat kekar, dan satu lagi adalah zombie dengan lidah yang sangat panjang dan bisa menembus tubuh zombie besar itu dengan mudah.

"Tentu kau ingat dengan zombie yang ada di kampus, bukan? Aku tak tahu ada berapa macam zombie aneh seperti itu. Aku hanya ingin memiliki persiapan penuh untuk mengadapi apapun yang akan kita temui kedepannya nanti."

Kayla pun mengangguk mengerti dengan maksud Kevan.

Tentu saja Kevan tak akan memikirkan tentang kemewahan di saat seperti ini. Harus diakui, karena di antara mereka semua, hanya Kevan lah yang bisa berpikiran paling tenang dan rasional bahkan di tengah-tengah bencana seperti ini.

Nadine kembali menyalakan mesin mobil, "Baiklah. Perhentian selanjutnya adalah The Greyson Hotel. Mungkin akan butuh waktu—"

Booooommmmmm!~ ...

Suara ledakan yang cukup besar terdengar dari arah kantor polisi. Getarannya juga bisa dirasakan bahkan oleh mereka yang berada lumayan jauh dari gerbang depan kantor kepolisian itu.

Para zombie yang tadi berkerumun di gerbang kantor polisi mulai merangsek masuk melalui lubang yang terbentuk akibat ledakan itu.

"Apa yang terjadi dengan kantor polisinya?" tanya Yurisa yang tak bisa melihat jelas karena kebakaran yang terjadi di sana cukup menyilaukan.

Kevan memfokuskan pandangannya pada titik api itu. Dan setelah beberapa saat, sesosok zombie melangkah keluar dari api itu.

Zombie itu menatap balik mata Kevan.

Ekspresi Kevan tiba-tiba berubah mengeras. Kayla bisa melihat perubahan ekspresi Kevan. "Ada apa? Apa yang kau lihat?"

Di ujung pengelihatan Kevan, ada satu zombie yang menatapnya balik dengan senyuman lebar di wajahnya.

Zombie yang memiliki satu tangan dan sebuah lubang di perutnya.

Dan yang terpenting, tingginya lebih dari dua meter.

Ya.

Itu adalah zombie yang dihadapi Kevan saat di kampus. Zombie itu seakan beradu pandang dengan Kevan, dan tersenyum dengan sangat lebar. Mengejeknya tanpa berkata apa-apa.

Sepertinya dialah yang menyebabkan ledakan tadi.

"Pergi dari sini. " ucap Kevan pada Nadine dengan nada suara penuh amarah dan aura membunuh yang sangat kuat, masih tak melepaskan tatapannya pada zombie bertubuh besar itu.

Nadine melajukan mobil sesuai perintah Kevan.

Kayla yang duduk di sebelah Kevan tak bisa berkata apa-apa melihat tatapan Kevan yang menakutkan itu. Seakan Kevan habis melihat musuh yang sangat ia benci.

Kevan terus menatap tajam ke luar jendela. Dan Kayla tak berani untuk berbicara kepadanya.

Dalam hatinya, Kayla terus bertanya. Sebenarnya, apa yang Kevan lihat tadi di kantor kepolisian?


next chapter
Load failed, please RETRY

Wöchentlicher Energiestatus

Rank -- Power- Rangliste
Stone -- Power- Stein

Stapelfreischaltung von Kapiteln

Inhaltsverzeichnis

Anzeigeoptionen

Hintergrund

Schriftart

Größe

Kapitel-Kommentare

Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C12
Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
  • Qualität des Schreibens
  • Veröffentlichungsstabilität
  • Geschichtenentwicklung
  • Charakter-Design
  • Welthintergrund

Die Gesamtpunktzahl 0.0

Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
Stimmen Sie mit Powerstein ab
Rank NR.-- Macht-Rangliste
Stone -- Power-Stein
Unangemessene Inhalte melden
error Tipp

Missbrauch melden

Kommentare zu Absätzen

Einloggen