Mama diam saja setelah berdebat panjang dengan laki-laki yang mengakui dirinya sebagai ayahku itu. Berkat kak Jae akhirnya hanya tersisa kami berdua saja. Sejak satu jam yang lalu aku sudah gemas ingin menghubungi Om Gensa tapi Mama mengatakan kalau jangan coba-coba untuk melakukannya.
"Kamu ingin bersamanya?"
Bibirku sepenuhnya terkatup usai Mama mengajukan pertanyaan itu. Dari sekian hal yang terlintas dalam benaknya, haruskah dia bersikap seperti ini? Maksudku memang betul aku ingin bertemu 'ayah' tetapi bukan berarti ingin menghabiskan sisa hidup sebagai anaknya.
"Mama nggak usah mulai lagi, ada kak Jae, aku males berdebat kayak gini," tukasku jujur.
"Jadi kalau nggak ada Jae kamu mau ngajak Mama debat, gitu kah, Nak?"
Aku ingin mencoba diam saja meskipun sebetulnya sangat ingin mengatakan tidak. Hanya saja menjelaskan sesuatu tidak semudah itu, segalanya membutuhkan perhatian lebih.