Suara dering alarm alarm dimeja samping tempat tidurku, yang menandakan sudah jam lima pagi telah berbunyi. Dan Aku.. sukses, Tidak bisa tidur sampai pagi.
"Awesome!", Omelku, sambil berdiri, menyudahi lamunanku. Menghapus air mata yang masih tersisa dengan jari tanganku, lantas menuju kamar mandi mencuci wajahku, setelah selesai, aku pergi keluar kamar, melakukan streching dan olahraga ringan di ruang fitnes, lalu menuju dapur. Mengeluarkan cereal dan beberapa buah beku, untuk membuat smoothies bowl sebagai menu sarapan pagi ini.
Aku juga menyiapkan air perasan lemon yang tidak seperti biasanya yang selalu aku tambahkan dengan air hangat, kali ini, Aku campur dengan air es.
Setelah sarapanku siap. Aku membawanya ke meja makan. Mulai menyantap sarapanku. Sembari membuka smarphoneku. Untuk mengecek semua pesan masuk yang belum kubalas sejak dinner tadi malam.
TING TONG
Suara bell apartemenku berbunyi, kulirik jam di smartphoneku, masih jam 6 pagi. Siapa yang datang pagi-pagi begini? Dan aneh.. Aku ga pernah punya tamu selama ini.
Dinda yang merupakan asisten rumah tangga di apartemenku, selalu datang jam 9 pagi sebelum Aku berangkat ke kantor. Lalu siapa yang datang pagi begini? Tanyaku dalam hati.
TING TONG
Lagi, bell berbunyi, berarti memang bukan mimpi atau orang salah apartemen. Aku berdiri, meninggalkan makananku, melangkah pasti ke arah pintu. Ku tatap layar di monitor, untuk melihat siapa yang berdiri didepan.
Dan mataku terbelalak kaget melihat siapa tamuku didepan. Ngapain Dia kesini? Tanyaku dalam hati.. Enggan membuka pintu, masih kutatap layar monitor itu, berharap orang itu pergi meninggalkan apartemenku,
TING TONG
Tapi Dia bukan pergi, justru memencet ulang bel pintu apartemenku.
"Aku tau ada orang didalam, cepet keluar sebelum kesabaranku habis, dan lapor polisi!", serunya mengancam menakutiku.
Hufff, walaupun Dia melapor ribuan kali, tetap Polisi ga akan peduli! Aku mampu memperbaiki keadaan dengan pengacaraku, bahkan justru Dia yang rugi!
TING TONG
Lagi, Dia memencet bell kembali.
Klek
Aku akhirnya membuka pintu menatap orang didepanku dengan tatapan kesal.
"Mau apa?"
"Bayar, ganti rugi! Ini bonnya!", Tanpa basa basi laki laki itu mengambil bon yang sudah kusut dikantongnya dan menyodorkannya kepadaku.
Aku mengambil bon itu, dan melihat jumlah tagihannya
"Hellooooo.. Are you kidding me? Only for seventy five thousand ruphiah You come this early?????", Tanyaku kesal dan nyolot. Hilang sudah selera makanku melihat kedatangan orang ini,
"Mba, Kita ada di Indonesia. Emang ga bisa Bahasa Indonesia? Dah ga usah basa basi, bayar cepetan, katanya mau tanggung jawab!"
Aku sangat geram menghadapi orang Dihadapanku, "tunggu!", Aku lalu menutup pintu. Setengah berlari mengambil tasku disofa, mengambil dompet, dan yes... Dompetku kosong. Ga ada cash. Cuma kartu-kartu yang tersisa.
Apa Aku minta rekeningnya aja ya? Tapi, apa iya orang sepertinya punya ATM? Tanyaku dalam hati. Hmm.. Sudahlah, Aku malas banyak berbicara dengannya juga, pikirku. Tak ada pilihan lain, Aku setengah berlari kekamar, mengambil coat dan memakainya menutup one set piyamaku, mengambil smartphoneku dimeja makan, memasukkannya kembali kedalam tasku, mengganti sendal dan bergegas keluar untuk ke lantai dasar menuju ATM centre.
"Ayok, turun!", Seruku. Sambil menutup pintu apartemenku.
"Mana uangnya?"
"Gue ga ada cash. Ke atm dulu.", Jawabku sedikit kesal, dengan uang tujuh puluh lima ribu rupiah, Aku seperti ditagih hutang triliunan rupiah. Ditagih jam 6 pagi! Haissssss...
"Laki-laki itu berjalan mengikutiku, masuk ke lift dan Kami menuju atm centre. Tak ada percakapan di antara Kami, hanya diam, dan di ATM centre, Dia menunggu sekitar 3 meter dibelakangku. Setelah menarik uang beberapa ratus ribu, Aku memasukkannya ke dompetku, dan mengambil selembar seratus ribuan untuk kuberikan kepadanya.
"inih!", Aku memberikan kepadanya. Dan hendak beranjak pergi.
"Tunggu, ini kembaliannya!", Dia memberikanku uang dua lembaran sepuluh ribuan dan satu lembar lima ribuan yang sudah kucel.
"Simpan aja kembaliannya," jawabku sekenanya dan hendak beranjak pergi.
"Aku bukan pengemis, Aku ambil yang jadi hakku, dan ini hakmu.", serunya.
Saat itu Aku hanya menengok ke arahnya, menatapnya, dan mengambil uang lembaran yang disodorkan kepadaku, udah kucel, kumel, walaupun enggan, tapi mau bagaimana lagi, Aku cuma ga mau berurusan dengan orang ini lagi.
"Vivi, selamat pagi!" suara itu lagi.. Menyapaku pas saat aku memegang lembaran uang lecek itu,
"Makasih mba, lain kali hati-hati bawa mobilnya, supaya ga nyenggol spion lagi.", Kata lelaki itu, setelah aku mengambil uangnya. Dia lalu pergi, meninggalkanku dengan pemilik suara itu.
"Vivi,"
Aku menengok ke arah suara dengan berusaha tetap tenang, dan menjaga tatapanku yang datar, kuberanikan menatap mata pemilik suara itu, dan kali ini yang kulihat, hanya seorang pria dengan pakaian jas lengkap rapih, dia sendirian, tanpa Nindy dan bocah kecil tadi malam.
Lagi, Aku tak menjawab, hanya melangkah pergi meninggalkannya. Tapi, belum ada 3 langkah, Dia sudah menarik tanganku,
"Vivi, Kamu mau kemana?"
Refleks, Aku lepas segera tanganku dari genggamannya, hatiku mulai bergemuruh, amburadul, rasanya semakin sakit, tapi kesadaranku tetap masih ada walaupun hampir goyah. Setelah 10 tahun, tangan itu kembali menyentuh tanganku, sungguh hampir membuatku menangis lepas kendali.. Sejujurnya, Aku memang masih merindukannya, masih banyak rasa untuknya dihatiku.
"Permisi!", hanya itu yang dapat kuucapkan, sembari melangkah lebih cepat dan meninggalkan ATM centre.
Buru-buru kupercepat langkah kakiku menuju lift, segera kupencet nomor lantaiku, dan masuk mengunci diriku didalam apartemen. Air mata sudah tak bisa kubendung lagi. Aku menangis sejadi jadinya. Rasa rindu, kangen, sakit, sedih, amarah, semua tercampur menjadi satu. 10 tahun sudah, tapi tak ada yang berubah, Aku merasa semakin sakit dan tersiksa.
Ish, ini semua karena si tukang tagih itu!! Kalau bukan karena kemarin aku terburu-buru menghadiri acara dinner. Ga mungkin Aku menyenggol sepeda motor orang yang mengakibatkan kaca spionnya pecah, dan Aku harus menggantinya. Aku pun mengutuk diriku sendiri, Kalau Aku selalu menyiapkan cash didompet, Ga mungkin si bodoh itu dateng ke apartemenku untuk menagih, Aku bisa bayar ganti rugi kemarin dijalan, dan ga mungkin Aku harus ketemu lagi dengan seseorang dari masa laluku, lelaki yang telah membuatku sakit seperti ini.. Air mataku sudah tak dapat berhenti, rasanya semakin sakit, semakin perih, Aku benar-benar ingin menahan tangan itu tetap memegang tanganku, benar-benar ingin melihat wajah teduh itu lagi, benar-benar merindukannya!! walaupun 10 tahun berlalu, rasa ini belum juga pergi, ternyata Aku masih lemah!
"Bodoh! Vi, wake up!", seruku sendiri sambil memukul-mukul kepalaku dengan tangan, berharap Aku kembali sadar, Dia bukanlah milikku. Kami sudah berakhir.. 10 tahun lalu.
TING TONG
Suara bell lagi. Kali ini, benar-benar membuatku kaget, siapa lagi yang datang???? Aku melihatnya dari layar monitor, betapa terkejutnya Aku..
"Vi, Aku tau kamu ga mau buka pintu ini, tapi Aku cuma mau tanya kabarmu, Aku ga ada maksud apa-apa.", Kata-katanya hanya membuat tangisanku semakin menjadi, untung ruangan ini kedap suara, dan Aku benar-benar ga nyangka Dia mengikutiku sampai ke apartemenku. Mungkin sudah saatnya Aku harus pindah.
"Vivi, semoga kamu baik-baik saja, Aku pergi dulu!", Diapun pergi meninggalkan apartemenku. Rasanya seperti ga rela, hatiku seperti ingin loncat keluar mendengar perhatiannya...
"Wait.. Wait.. Come on.. Wake up Viiiii!!!! Itu bukan perhatian, bajingan itu mana punya perhatian!", aku coba mengingatkan diriku lagi, menahan tanganku untuk ga membuka pintu dan lepas kontrol mengejar lelaki beristri dan memeluknya karena rasa kangen dalam hatiku yang mulai ga bisa ku kontrol.
Akhirnya, Aku hanya menangis, sekali lagi, luka ini terbuka sama persis rasanya seperti saat Aku menerima surat undangan itu saat aku masih berada di England. Ya Tuhan, Apa yang harus kuperbuat, Aku ga mau lagi memikirkannya.. Aku.. Huaaaaa... Ga ada yang bisa kukatakan lagi, Aku hanya menangis, sejadi-jadinya.
Klek
Suara pintu apartemenku terbuka, setelah seseorang memasukkan pin apartemenku.
"Bu Vina..", pekik Dinda kaget melihatku duduk dilantai, sangat berantakan, dengan air mata dan masih menangis sesegukan. Entah kemana perginya rasa maluku, tak pernah aku menunjukkan penampilanku yang seperti ini kepada orang terdekatku. Bahkan saat 10 tahun lalu, ketika kondisi menyakitkan ini kualami, tak ada satupun teman dikampusku yang menyadari kalau Aku sedang patah hati. Tapi kali ini, Aku benar-benar berantakan.
"Selamat pa... gi... Bbb... Bu Vina... Anda tak apa-apa?" kini Metha asistenku, yang datang untuk menjemput, yang giliran terlihat panik melihat kondisiku saat ini. Antara bingung, sedih, takut, dan mungkin perasaan lainnya, tak ada diantara mereka yang berani mendekat ke arahku untuk memastikan kondisiku.
Tak ingin berlama-lama lagi. Dan kondisi kesadaranku pun sudah mulai pulih, Aku mulai menghapus air mata dengan tanganku, berdiri, dan menatap kearah mereka berdua yang masih terlihat shock.
"Tunggu Aku 10 menit, Aku akan segera siap!", Kataku sambil melangkah menuju kamar, meninggalkan mereka berdua kebingungan, saling menatap dan saling mencari tahu kondisiku. Tentunya, ya tanpa menarik perhatianku. Atau mereka harus bersiap diri untuk dipecat bila mencampuri urusan pribadiku.
Tak lama persiapanku, 9 menit yang kubutuhkan untuk bersiap, dan pas di menit ke 10, aku sudah berada di depan Metha,
"Ayo berangkat, apa agendaku hari ini?" tanyaku sembari melangkah keluar meninggalkan apartemenku.
Dinda hanya diam dan terus berusaha sibuk dengan urusan membersihkan dapur. Sedangkan metha, masih sedikit gelagapan mulai membacakan agendaku hari ini.
"Meeting dengan Perusahaan Oasis jam 10 pagi - peresmian cabang perusahaan baru jam 2 siang - meeting kerjasama dengan Light Company jam 4 sore,,,"
"Wait, Light Company?", sanggahku menghentikan Metha dari membaca agendaku hari ini
"I.. Iya bu.. Light Company, yang merupakan anak cabang dari Fortune Company, perusahaan tambang emas nomor 1 dunia, dan bagian dari kerajaan bisnis FGC, perusahaan terkaya nomor 1 di negara ini, dan terkaya nomor 3 di dunia.", Metha mulai mengingatkanku betapa pentingnya perusahaan ini, dan meeting kali ini, yang berhubungan dengan kerjasama antara Trust dan Light Company untuk menciptakan design perhiasan terbaru kami.
Hufff.. Aku menghela napas, kenapa dihari yang penting seperti ini. Pagiku sungguh tak menyenangkan.. Dasar sial.. Ini semua karena ulah si bodoh tukang tagih itu! Kalau bukan karena Dia, Aku pasti ga akan bertemu dengan..
"Bu Vina, lift sudah terbuka, apa Kita masuk sekarang?", Suara Metha perlahan membuyarkan lamunanku.
Aku masuk lift tanpa berkata apa-apa. Menuju lobby apartemen, dan mobil perusahaan sudah siap diluar lobby menunggu Kami. Aku tidak menggunakan mobil pribadiku, karena hari ini, Aku tak ada agenda pribadi seperti kemarin, mengunjungi rumah Daddy.
Agendaku berjalan dengan lancar.
Rapat dengan Perusahaan Oasis, memberikan banyak keuntungan positif bagi kedua belah perusahaan, hasil sangat memuaskan, dan Aku yakin, penjualan Kami tahun ini akan meningkat 200% dari tahun kemarin.
Pembukaan cabang baru pun memberikan dampak positif. Nilai saham perusahaan kami meningkat drastis setelah peresmian. Kepercayaan investor semakin meningkat, memberikan angin segar bagi perusahaan baru dan cabang perusahaan kami yang lain. Sungguh kesuksesan yang luar biasa, walaupun pagiku dimulai tak menyenangkan, tapi siang ini begitu indah, moodku sudah kembali bagus, Aku hampir melupakan semua kejadian pagi ini.
"Bu Vina, wakil dari Light Company hari ini, adalah Pak Rangga. Anak bungsu dari keluarga Anwar Pranata, owner FGC.", Metha menjelaskan siapa yang akan Aku temui.
"Anak bungsu? Apa dia kompeten?"
"Entahlah bu, dari yang Saya pelajari, dia lulusan UGM. S1 dan S2 nya di universitas yang sama. Dan hanya itu info yang Saya dapatkan", Metha menjelaskan.
"Metha, saya ga peduli dimana dia belajar, luar atau dalam negeri, tapi pertanyaannya, apakah dia kompeten? Dan mengerti apa yang akan kita bicarakan?", sedikit geram dengan penjelasan Metha. tidak penting untukku pendidikan diluar atau dalam. karena tidak sedikit orang yang kukenal, belajar diluar tapi masih jauh tertinggal dari yang belajar didalam negeri.
"Hehe.. Untuk itu Saya belum tahu, bu. Karena belum pernah sebelumnya, dalam sejarah perusahaan FGC mengirim Pak Rangga sebagai wakilnya."
"Ya sudah, Kita ketemu dulu saja, baru nanti Kita bisa lihat," seruku, sedikit jengkel. Kalau cuman bocah ingusan, kenapa ga, meeting ini diwakilkan oleh Manager Trust? Tanpa membuang waktuku seperti ini. Masa ya, A,ku harus bicara dengan anak bungsu kesayangan, ingusan, ga berkompeten yang hanya bisa minta uang ke bapaknya yang saat ini menjadi orang terkaya nomor 1 di negeri ini..
Ya, nomor 1. Urutan itu sebelumnya adalah milik ayah Kak Doni, om Andri. Tapi sejak 3 tahun lalu, Akibat kesalahan fatal Kak Ranu, yang merupakan kakak dari kak Doni, perusahaan mereka mengalami banyak kerugian cukup besar. Kehilangan investor, pelanggan potensial, proyek besar, hingga akhirnya, kekayaan mereka berkurang drastis. Bahkan kini, mereka hanya berada di level yang sama seperti perusahaan Daddy. cukup kaya, cukup sejahtera, cukup berhasil.
"Bu, Kita sudah sampai!", Metha lagi-lagi menyadarkan lamunanku.
Aku bersiap untuk turun, mempersiapkan segala keperluan untuk rapat hari ini, dan melangkah masuk ke dalam Restoran Fancy, yang merupakan Restoran Italy, Dimana kami akan melakukan rapat.
Restoran ini memiliki interior khas Italy, mulai dari ukiran, interior gaya classic-nya, semua mengingatkanku akan masa kuliahku di Eropa dan pelarianku beberapa bulan ke Prancis saat menolak untuk di jodohkan.
Dalam ruangan rapat khusus, di lantai dua, perwakilan Light Company ternyata sudah tiba,
"Selamat Sore, perkenalkan saya Fredy, sekretaris dari CEO Light Company, Bapak Rangga." sembari memberikan tangannya untuk menyalami Aku dan Metha.
"mana Pak Rangga?", Aku mulai mengintimidasi, mengingat hanya Fredy yang ada dalam ruangan ini, meminta penjelasan dimana atasannya. Jangan sampai, Aku sudah disini, ternyata Dia keasyikan pacaran atau ketiduran dan melupakan bahwa ada meeting yang sangat penting. Awas saja kalau itu sampai terjadi, gerutuku dalam hati.
"Sedang mengeringkan badan, Bu Vina, karena tadi hujan, saat menuju ke sini," Fredy menjelaskan kondisinya,
"Oke", Aku lalu duduk ditempat yang telah di persiapkan. Hujan? Mengeringkan badan? lelucon apalagi ini! heh.. sedikit kesal, tapi Aku berusaha tak peduli dan mulai membuka berkasku, hanya untuk persiapan, dan membaca ulang, sembari mengisi waktu.
"Maaf Saya terlambat, Selamat Sore, perkenalkan, saya Rangga",
"Ttt...tu..tukang tagih bodoh!", Sontak keluar dari mulutku, ketika menatap ke arah pintu dan melihat siapa orang yang masuk kedalam ruangan rapat.