Clover tidak bisa bertahan dengan drama seperti ini di depannya. Ia merasa bahwa Astri tidak dapat diandalkan olehnya. Waktu siang tadi dia telah menyetujui ajakannya untuk menjauhkan Ara dari Legra. Namun, Astri malah menangis menghayati suasana, begitu lamban.
Clover bertemu dengan Astri sewaktu dia melakukan aktivitas gym. Awalnya mereka hanya berkenalan, tetapi semakin bertambahnya waktu, Astri mengetahui bahwa Clover adalah adik dari Nasir. Sehingga, Astri bercerita akan pertemuannya dengan Nasir. Clover mengetahui pertemuan Nasir dengan Legra memiliki waktu yang sama dengan bertemunya Astri dengan kakaknya. Maka dari itu mereka saling berbagi cerita tentang Legra, termasuk Ara dan Daneen di dalamnya. Banyak sekali yang masih mereka ceritakan sampai mereka mengetahui bahwa Ara menyukai Legra. Tentu saja hal tersebut menjadi masalah hingga mereka menemukan suatu fakta yang lebih mengejutkan.
"Aku ingin biasa aja setelah tau kalau kamu punya teman lain atau kamu menyukai Legra. Tapi aku nggak bisa, Ra. Aku nggak bisa biasa aja dengan ditambah aku mengetahui fakta bahwa kamu suka memanfaatkan teman. Kamu perempuan matrealistis, betul? Aku nggak mau kamu maanfaatin seperti itu. Aku nggak mau jadi teman kamu, Ra."
Petir yang kali ini Tuhan kirimkan sungguh dasyat. Tak kunjung berhenti untuk tidak menyakiti. Mempertemukan muatan negatif dan positif yang terus menerus tanpa ada jeda. Terus menyambar bagian-bagian tubuhnya hingga menjadi tumpukan abu. Tak dapat dipercaya, apa yang Astri katakan tadi? Ara memang menyukai Legra, Ara memang pernah berteman dengan Rindo yang sekarang masih bisa dianggap teman atau tidak setelah banyak menyulitkan Rindo. Namun, ia bukanlah seseorang yang suka memanfaatkan teman atau bahkan matrealistis. Ia mendekati Astri tulus sebagai teman. Ia mendekati Legra tulus sebagai penggemar dulu, walaupun sekarang kenyataannya ia menyukai Legra.
"Astri, selama ini kamu yang paling baik diantara orang-orang yang baik sama aku setelah orangtuaku. Kamu yang selalu mengerti aku. Namun, kenapa kamu tiba-tiba berpikiran seperti ini padaku?"
Astri hanya diam saja tak membalikkan badan atau pun menjawab.
Clover sendiri hanya memutar bola matanya jengah melihat semua ini. Dengan tangan yang bersidakep dada, dia berjalan ke arah Ara. Memegang bahu Ara dan sedikit memaksanya untuk berbalik badan. "Udah, Udah, Ra. Lebih baik lo balik ke kamar lo, gih. Udah malem Ini, gue ngantuk mau coba nginep di kamar Astri yang katanya nyaman ini."
"Enggak! Aku masih perlu bicara dengan Astri, Clo!" Nadanya naik satu oktaf.
"Mau ngomong apa lagi sih, Ra, hah? Jelas-jelas Astri udah nggak mau temenan lagi sama lo, dia udah males sama lo," ucapnya sedikit memaksa.
"Enggak, Clover. Kamu nggak tau posisi aku saat ini."
"Ya, posisi lo 'kan selalu di bawah gue seharusnya," ucapnya. "Udah, pergi aja sana." Clover membalikkan badan Ara dan sedikit mendorongnya. Dikarenakan Ara yang tak siap oleh gerakan Clover yang sedikit mendorongnya itu, Ara terhuyung ke depan. Jidatnya terbentur pintu kamar Astri. Tidak terlalu keras, sebab dia masih bisa sedikit mengendalikan tubuh.
Dug
"Duh, Ra. Kebentur segala, sih?"
Astri yang mendengar suara benturan pintu dengan tulang, langsung saja berbalik ke belakang. Dia menghampiri Ara, "Kamu nggak apa-apa, Ra?" tanyanya khawatir melihat Ara meringis kecil.
Ara yang melihat itu tentu kaget sekaligus senang. Tadinya Astri berkata t mau berteman lagi dengannya, tetapi dia masih mengkhawatirkannya. "Astri, kamu mau menarik ucapan kamu 'kan? Aku bukan orang seperti itu Astri," katanya memohon.
Astri hanya diam sembari melirik Clover yang masih berada di sana. Kemudian, ia menghampiri Clover. Berbisik sesuatu padanya, "Clo, kita memang sama-sama ingin menjauhkan Ara dari Legra. Tapi tolong, jangan sakit dia."
"Siapa juga yang mau nyakitin dia. Orang dia kejedot sendiri, kok," jawab Clover yang tak terima dirinya di salahkan telah menyakiti Ara. Padahal, ia tak tahu bahwa aksinya untuk membalikkan badan Ara malah menjadi membenturkan kepala Ara. Lagi pula, Astri sedang berbalik badan saat itu.
"Kamu yang tadi mencoba membenturkan kepala Ara."
Dahi Clover mengkerut, heran. Astri ini tidak tahu kejadiannya, tetapi asal menuduh saja. "Kayaknya gue salah pilih patner, deh. Lo juga masih berada di pihak Ara. Sama seperti saat sebelumnya yang lo minta gue buat jangan sebar foto itu dulu. Lo cuma nggak mau kalau Ara punya masalah 'kan?"
"Ak-aku.."
"Minggir, gue mau lakuin sendiri aja. Nggak usah coba-coba ya, buat menghalangi gue!" takannya pada Astri. Dia sudah kesal kali ini. Clover menyingkirkan bahu Astri untuk dia berjalan. Berjalan menuju pintu yang masih ditempati Ara untuk berdiri. Sebelum membuka pintu dan keluar dari kamar Astri, dia berucap, "Gue nggak akan biarkan elo bersama dengan Legra. Kalau gue nggak bisa, lo seharusnya juga."
Ara tak mengerti akan yang terjadi diantara Clover dengan Astri. Dia hanya bisa menjadi penonton yang tak dapat mendengarkan percakapan antara Astri dan Clover tadi. Namun, sepertinya mata Clover menunjukkan kekecewaan. Sedangkan Astri menunjukkan kemarahan. Ia merasa bingung atas sesuatu yang sedang terjadi kali ini.
Setelah Clover keluar, Astri mendekati Ara. Air mata perempuan itu sudah tak ada lagi di pipinya. Senyumnya mengembang sekaligus kecut dalam satu waktu. Menggemaskan sekali perempuan ini. "Astri, kamu nggak benar-benar bicara seperti itu sama aku 'kan?"
"Enggak, Ra. Hanya saja aku harus berbicara seperti itu di depan Clover. Tapi sayangnya aku malah nangis. Akting aku buruk, ya?" tanyanya sembari terkekeh.
"Syukurlah jika begitu. Aku takut kalau kamu benar-benar merasa aku adalah orang yang seperti itu. Teman aku memang cuma kamu Astri, masalah teman aku yang Rido dan masalah aku menyukai Legra aku bisa menjelaskan itu."
"Iya, Ra. Aku tahu kalau kamu akan menjelaskan itu jika aku bertanya dengan baik-baik," katanya. "Seharusnya, tadi kamu nggak perlu menyusul aku sampai ke kamar begini. Clover hanya mau memanasi kamu kalau saat itu aku berada di pihak dia."
"Mau kamu berada di pihak mana pun, kamu tetap orang yang paling mengerti aku Astri," kata Ara menyela.
"Iya, Ara. Tetapi dia punya rencana buruk untuk menjatuhkan harga diri kamu."
"Maksudnya apa? Clover itu sebenarnya orang yang baik, Astri. Dia hanya nggak mau menunjukkan kebaikannya di depan orang lain. Dia justru menunjukkannnya dengan hal yang negatif, tapi dia tetap orang yang baik."
"Kamu beranggapan seperti ini karena kamu belum mengenal Clover secara dalam, Ra. Mungkin memang dia baik, tapi sisi keburukan dia adalah hal yang seharusnya membuat kita berhati-hati." Sebelum melanjutkan ucapannya, Astri menjeda sebentar. "Kamu tahu? Clover adalah adik dari Nasir. Clover adalah orang yang sangat terobsesi dengan Legra. Dia bisa saja melakukan apapun yang dia inginkan, Ra."
Kian bertambahnya waktu, malam semakin larut. Ara lelah memikirkan hal-hal yang tak pernah terlintas dalam benaknya. Hari ini sungguh mengejutkan. Pun Astri yang tadinya bersikap demikian membuatnya terkejut. Namun, ia bersyukur karena hal tersebut bukanlah hal yang sebenarnya ingin dilakukan oleh Astri. Ia pusing, pikirannya bercabang. Belum lagi, Astri memintanya untuk menjelaskan yang sebenarnya terjadi antara dia dan Rindo. Namun, Astri tak menanyakan pasal Ara yang menyukai Legra. Biarkanlah sampai Astri ingin bertanya sendiri.
Astri paham akan alasan dirinya yang berusaha menjauhi Rindo. Sesuai yang dikatakan olehnya tentang Astri, Astri itu orang yang pengertian. Tak salah dan beruntungnya dia mendapatkan teman sebaik dan sepengertian Astri. Semoga mereka akan terus bersama selamanya.
Yang baik akan selalu menjadi baik. Sedang yang buruk, pasti akan segera berubah menjadi lebih baik.