Setelah melalui proses KKN, kini tinggallah menyusun skripsi, Ramona sengaja memilih judul yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan sebuah perusahaan. Karena kepandaiannya berdiplomasi dan pembawaannya yang sopan dia dengan mudah memperoleh data dari perusahaan yang dipergunakan untuk mendukung skirpsinya. Kini selesailah sudah semuanya, coretan-coretan dari dosen pembimbing telah diperbaikinya.
Setelah mandi dan berdandan seperti biasa Ramona hendak menemui dosen pembimbing, namun ketika hendak membuka pintu kamar kosnya dilihatnya sosok tampan yang sangat diimpikannya berdiri tepat di depan kamarnya.
"Assalamu 'alaikum " Sosok yang berdiri itu tak lain Fajar yang saat itu tak sengaja bertemu Nikita di Atrium Jakarta dan dari Nikitalah Fajar memperoleh alamat Ramona. Nikita dan Ramona adalah sahabat baik, walau terpisah jarak mereka berdua tetap berkomunikasi saling memberi suport satu sama lain.
"Waalaikum salam" Jawab Ramona yang tak tau harus melakukan apa, dipersilahkannya Fajar masuk kedalam kamar kosnya dan tak lupa membuka pintu kamar lebar-lebar.
Kamar yang terlihat sederhana, sebuah ranjang ukuran 160, sebuah meja belajar dan kursi, disudut kiri terdapat lemari dua pintu dan sebuah kipas angin. Fajar menatap Ramona lekat, ingin memeluknya takut nanti menimbulkan masalah bagi Ramona, dia duduk dikursi dekat meja belajar dan Ramona duduk di atas ranjang.
"Apa kabar bang" Ramona memulai percakapan.
"Tidak baik-baik saja, kau sengaja menghindar dariku. 5 Tahun lamanya aku kehilanganmu"
"Maaf, tidak seperti apa yang abang tuduhkan"
"Jika bukan seperti itu lalu apa mona ? tahukah kau jika abang menahan rindu sekian lamanya, tahukah kau karena saking lelahnya abang berhenti mengajar di pondok"
Ramona tercengang, tak tau hendak berkata apa.
"Abang ingat rencana kita untuk membangun sekolah yang dikhususkan untuk anak yatim, abang sekarang sedang berusaha mencari tanah di kawasan jabodetabek dan bertemu Nikita, jika tidak bertemu dengannya tak tau abang mencarimu dimana, keluargamu seakan enggan memberi alamatmu pada abang" Keluh Fajar.
Ramona diam seribu bahasa. Taulah dia jika Fajar sangat mencintainya, diapun demikian memendam rasa yang sangat dalam untuk sang pujaan bahkan beberapa teman lelaki yang ingin mendekatinya ditolaknya dengan halus karena dia ingin setia dengan cinta pertamanya itu, ya...sama. Fajarpun demikian.
Seminggu lamanya Fajar berada di Makassar, dia membantu Mona mempersiapkan ujian skripsi yang akan dilaksanakan 2 minggu lagi, tak harus menunggu lama karena setelah itu Ramona akan menyandang gelar Sarjana Ekonomi.
Malam itu di pantai losari kedua insan memadu kasih, berpegangan tangan memandang ke arah laut lepas. Ada janji yang terucap, ada rindu yang terbalas. oh inikah Cinta. Fajar mengeluarkan sebuah cincin dari balik jaketnya...dia berdiri tak perduli beberapa pasang mata memandangnya. Dia berlutut dengan gaya yang khas membuka kotak cincin berwarna merah, nampaklah sebuah cincin silver bermatakan berlian. Ramona terkesiap.
"Ramona Hendrinata, maukah kau menikah denganku ?"
So sweet, para pengamen jalanan seakan mengabadikan moment itu mereka mengelilingi ke dua pasangan itu dan bernyanyi...oh ..inikah cinta, cinta pada jumpa pertama.....
Ramona terharu dan menganggukan kepala, Fajar menyematkan cincin itu dijari manis Ramona yang diiring tepuk tangan para pengunjung dan pengamen yang ada di pantai losari. Mereka berpelukan erat seakan tak ingin dilepaskan.
"Mona, besok abang akan pulang ke semarang. Temani abang tidur malam ini" Bisik Fajar pelan.
Setibanya di kamar hotel mereka berdua langsung merebahkan diri di atas ranjang, berbincang tentang rencana pernikahan dan pembangunan sekolah. Tak ada sedikitpun terlintas dalam benak Fajar untuk melakukan hal-hal yang merusak kehormatan gadis pujaannya itu. Ya...mereka hanya berbincang dan berpelukan. Ramona memeluk Fajar dengan erat seakan ini adalah pertemuan terakhir mereka.
"Kenapa, mona takut kehilangan abang ?" Tanya Fajar berbisik sambil mengecup keningnya, gadis itu memejamkan mata.
Entahlah, ada sesuatu yang sulit diungkapkan, hatinya selalu berkata peluklah dia untuk yang terakhir kalinya.
"Bang"
"Ya sayang"
"Jika berada diantara dua pilihan, aku atau anak-anak yatim piatu, abang pilih siapa ?"
"Apa ?" Fajar sontak melepaskan pelukan Ramona dan segera duduk.
"Pertanyaan macam apa itu ?"Lanjut Fahar gusar
"Jawab dulu bang"
"Sudah pasti abang pilih Mona dari pada anak-anak yatim piatu itu" Jawab Fajar. Diliriknya Ramona yang mulai berurai air mata.
"Jawaban abang salah ya ? kenapa nangis ?"
"Mona juga anak yatim piatu bang",
"oppss, abang tidak bermaksud begitu sayang, abang mencintaimu, sudah pasti abang memilihmu" Ungkap Ajar sambil meraih Ramona ke dalam dekapannya.
"Abang harus berjanji, jika kelak berada dalam pilihan itu maka jangan memilihku"
"Iya, abang janji akan memilih anak-anak itu, sekarang tidurlah, jam 6 pagi abang akan ke bandara menuju semarang". Dibaringkannya tubuh itu kepembaringan diapun berbaring disamping gadis yang sangat dicintainya itu tapi...eitssss tunggu dulu jàwabannya tadi malah mengganggu pikirannya itu hanyalah jawaban yang spontan. Dia tiba-tiba teringat Almarhum Pak Hendrinata jika Ramona selalu memiliki firasat terhadap sesuatu sebelum terjadi. oh tidak ! dipeluknya gadis itu dalam dekapannya. Air matanya mengalir perlahan, ya Rabb, jangan ambil Mona dariku, panjangkan umurnya, aku rela menggantikan nyawaku dengannya. Fajar sesenggukan...
"Abang kenapa ?" Ramona memandangi wajah kekasihnya itu dihapusya airmata Fajar dengan lembut dengan tangannya.
"Tidak sayang, abang hanya terharu, oh ya kelak kita menikah konsep apa yang kita pakai nanti dihari pernikahan" Fajar mengalihkan pembicaraan. Gadis itu tak boleh tau kelhawatirannya.
" Jangan yang mewah-mewah, sudah pasti adat jawa jangan dilupakan, tapi jangan ngundang tamu banyak-banyak, cukup keluarga dekat saja"
Fajar mencium kedua pipi Ramona seperti mencium anak kecil. Tuhan, tolong wujudkan impiannya.