Pagi itu kedua sahabat tengah bersiap-siap hendak ke kantor Nusantara.
"Bareng papa saja, Maya mau ikut Mona atau papa ?" Tanya Hidayat
"Iya pa, Mona aja"
"Ayo buruan pasien papa ada yang kritis" Hidayat terlihat buru-buru membereskan tasnya dan segera menghidupkan mobil.
Keduanya segera masuk kedalam mobil disusul Nona yang duduk di depan samping suaminya.
"Kalo belum ke pengungsian cepat balik kerumah" Pesan Nona.
"Iya ma"
"Iya tante"
"Turun, dah sampe" Maya menarik tangan Mona
Ramona yang pikirannya mengembara entah kemana sedikit terkejut "Cepat amat" Ujar Ramona yang merasa baru saja duduk di dalam mobil, taunya sudah tiba di LSM Nusantara.
"Kan dekat"
"Oh..." Ramona cengengesan.
"Assalamu 'alaikum"
"Waalaikum Salam"
"Maya, Mona ayo masuk" Ajak Alfa yang sedari tadi menunggu kedatangan mereka.
"Keruang tengah aja"
Maya dan Mona mengikuti langkah Alfa yang lebih dulu menuju ruang tengah. Terlihat seperti ruang rapat ada meja panjang oval, disekelilingnya terdapat banyak kursi, di depannya ada layar infocus, sudah ada beberapa orang disana.
"Hai..Maya, kamukah itu ?" Seseorang berteriak saat melihat kami masuk.
"Rizal, gak nyangka kita ketemu disini" Maya segera menjabat tangan Rizal.Teman semasa SMAnya ternyata anggota LSM juga.
"Lama tak bertemu"
"Hehehe...iya. Maya memilih duduk disamping Rizal.
"Kenalkan ini temanku Ramona" Maya mengenalkan Ramona kepada Rizal.
"Rizal"
"Ramona"
"Ayo duduk" Alfa mempersilahkan Ramona duduk diapun duduk disamping gadis itu.
"Jadi ini gadis yang sempat menjadi perbincangan hangat kemarin" Tiba-tiba dua orang gadis muncul dari arah belakang.
Tak ada yang menimpali, Alfa sesekali melirik gadis disampingnya yang nampak sangat canggung.
"Rilex aja, yang tadi itu namanya Sinta dia emang suka ceplas ceplos kayak gitu, dan disampingnya Meli. Semuanya anggota LSM" kata Alfa pelan.
"Katanya cantik kayak artis India, masih cantikan aku huh" Sinta mencibir.
"Dengar, mereka berdua akan menjadi relawan di Camp 3, aku dan Rizal yang akan mendampingi"
"Wuuhh, ya gak bisa gitu dong" Terdengar protes dari Shinta.
"Emang kenapa, itu sudah keputusan ketua" Rizal yang terlihat asyik ngobrol berdua dengan Maya segera menimpali.
"Kita bahas dalam rapat jam 2 siang nanti" Ujar Alfa.
"Ris, kita ke lokasi pengungsian pake mobil kantor" Titah Alfa.
"Siap Bos !"
Rizal mengeluarkan mobil dari garasi, Maya menghampiri Ramona, didepannya nampak Shinta dan Meli berbisik-bisik.
"Kamu segera bertindak, kalo gak dirimu akan kehilangan Alfa selamanya" Bisik Shinta ke telinga Meli.
"Kita liat saja nanti" Jawab Meli pelan.
"Ayo Mona, Maya kita berangkat" Ajak Alfa dan Rizal bersamaan.
"Shinta dan Meli tolong jaga kantor dan pastikan semua anggota hadir saat rapat nanti"
Alfa segera berdiri diikuti Maya dan Mona, Ketiganya segera naik ke dalam Mobil Rush warna hitam. Alfa duduk di depan, Ramona dan Maya duduk dibarisan tengah.
"Kita ke camp 1 gudang bulog, setelah itu ke camp 2. Besok kita lanjutkan mengunjungi camp 3, maunya sih kita mengunjungi semua camp pengungsian hari ini, cuman kita harus rapat jam 2 nanti " Kata Alfa.
Nampak anak-anak bermain kelereng dilokasi pengungsian, Ibu-ibu sibuk memasak di dapur umum yang sudah disiapkan dibantu oleh para relawan. Ada yang tidur di tenda beralaskan tikar seadanya, disamping kanan terdapat tenda logistik penuh dengan sembako. Stok makanan masih banyak, tetapi stok obat menipis begitu laporan seorang relawan kepada Alfa.
Dicamp 2 nyaris sama dengan camp 1 tetapi ada pemandangan yang menyayat hati, seorang ibu meraung-raung dan mengamuk sedang ditangani tim medis, anaka-anak ketakutan tak ingin bertemu dengan orang asing yang baru dilihatnya.
"Anak-anak itu kenapa ? " Tanya Ramona prihatin.
"Mereka trauma dengan konflik yang terparah di desa K jadi mereka ketakutan melihat orang asing" Jawab Rizal.
"Separah apa konfliknya ?"
"Yah kalian pasti sudah melihat lewat media, di daerah itu konflik terparah, banyak ibu-ibu menjadi janda dan anak-anak menjadi yatim piatu" Jelas Alfa.
"Untuk mendekati anak-anak itu kita harus tau apa yang melatar belakangi ketakutannya, trauma karena mereka mengalami kekerasan fisik atau karena menyaksikan kekerasan. Kita harus memilah keduanya. Mengalami kekerasan dan menyaksikan itu berbeda. Maaf aku bukan psikolog tapi menurutku begitu sih" Ungkap Ramona panjang lebar.
"Menurutku anak-anak itu menyaksikan langsung ditempat kejadian. Itu prediksiku saja, tapi kita gak tau, makanya itulah fungsi konseling yang kita adakan" Jelas Rizal.
"Iiih ngeri" Maya bergidik.
"Hallo dek, apa kabar" Ramona menyapa anak lelaki yang berusia 10 tahun sedang bermain kelereng sendirian.
Anak itu mendongak lalu bergegas mengumpulkan kelereng dan segera berlari ke dalam tenda. Dia mengintip dari balik lemari plastik yang ada disana. Ramona tersenyum manis sambil melambaikan tangannya yang dibalas dengan lambaian tangan dari anak itu.
"Kita balik ke kantor tapi sebelumnya antar mereka kerumah dulu". Titah Alfa.
"Baiklah" Rizal menuruti perintah sang ketua dan mengajak kedua gadis itu masuk ke dalam mobil.
"Konflik belum berakhir ya ?" Tanya Ramona sambil membetulkan jilbabnya yang tadi sempat dihembus angin.
"Konflik pasti takan berakhir, kayak konflik batin dan semacamnya" Celetuk Maya.
"Ihh...Maksudku konflik yang kemarin itu" Sindiran maya mengena di hati Ramona. Saat ini dia memang sedang mengalami konflik bathin, antara melupakan Fajar selamanya atau masih tetap terus berharap jika suatu saat mereka akan dipertemukan kembali.
"Semua sudah berakhir, kemarin para petinggi Polisi dan TNI bertemu, mereka bersatu menjaga daerah ini agar tidak disusupi oleh orang-orang yang hendak memperkeruh suasana" Jawab Alfa.
"Syukurlah kalo begitu"
Setelah melaksanakan ritual sore keduanya duduk di ruang tengah menonton TV tak lama kedua orang tua Maya tiba.
"Mona ambil piring"
"Maya bikinin teh, mama bawa pisang goreng, dalam kondisi seperti ini hanya ini yang dijual"
Hidayat masuk ke kamar, tak lama dia keluar membuka pintu depan karena mendengar bunyi bel. Setelah mempersilahkan tamu untuk duduk dia menuju ruang tengah.
"Alfa"
"Temui Mon, dia tuh naksir kamu"
"Apaan sih" Ramona kesal dan segera menemui Alfa diruang tamu.
"Maaf bang, dah lama ?" Ramona nampak canggung.
"Baru aja"
"Ini aku bawain tugas kalian, kamu tangani gadis remaja 14 tahun, Maya remaja 12 tahun" Alfa menyodorkan sebuah dokumen ke arah Ramona.
Ramona melihatnya sekilas, Nampak Maya memasuki ruang tamu dengan membawa sebuah nampan yang berisi secangkir teh dan sepiring kudapan.
"Silahkan diminum, dicicipi pisang gorengnya mumpung masih panas" Katanya.
"Aku tinggal dulu ya, disuruh mama di dapur" Maya mengedipkan matanya ke arah Ramona yang hendak mencegahnya pergi. Maya sengaja meninggalkan mereka berdua. Sinyal yang dia berikan kepada Ramona agar keduanya bisa lebih dekat.
"Ngomong-ngomong, Mona asli Makassar ya ?" Tanya Alfa menghalau kecanggungan yang terjadi diantara mereka.
"Semarang"
"Oh kirain, dialeknya kayak orang Makassar"
"Hehe, lama kuliah di Makassar"
"Hmmm"
"Dah punya pacar ?"
"Diambil orang" Jawab Ramona cengengesan
"Yang benar saja"
"Hehehe, gak jodoh !"
" Belum cari pengganti ?"
"Lom ada yang mau !" Jawab Ramona Asal.
Jawabanya seakan memberikan peluang untuk Alfa bisa lebih mengenalnya lebih jauh.
"Kalo aku yang mau gimana ?" Alfa blak-blakan.
"Hah ?!" Ramona melongo.
"Kenapa, terlalu cepat ya ?"
Ramona tak tau harus menjawab apa, rasanya terlalu cepat Alfa mengungkapkan perasaannya. Alfapun sedikit gugup dia tak menyangka bisa secepat itu mengungkapkannya. Dia memang menyukai gadis itu sejak pertama kali bertemu tapi rencananya bukan seperti ini mengungkapkannya.
— Bald kommt ein neues Kapitel — Schreiben Sie eine Rezension