"Masih masa transisi dan serah terima tugas dengan Andrew. Nanti dia duduk di depan dan Andrew di ruangan sebelah khusus asisten pribadiku." Jawab Darren.
"Kenapa? Jangan main-main dengan karyawanku!" Sorot tajam mata Darren membuat Jack mengibaskan kedua tangannya di udara.
"No! Kenapa kamu jadi posesif begini? Dengan sekretaris sebelum-sebelumnya kamu tidak peduli meski aku one night stand dengan mereka." Jack mengernyitkan keningnya.
"Sudah saatnya kamu berhenti bermain-main. Ingatlah umurmu sudah berapa, Jack?" Darren berpura-pura bijak semata agar Jack kali ini tidak mendekati lagi sekretarisnya yang saat ini tentu saja adalah istri rahasianya.
"HAHAHA .... lelaki yang tidak bisa mendapatkan cintanya sendiri, sekarang sudah malah menasihatiku, si penakluk hati semua wanita. Tidak ada yang tidak bisa aku dapatkan, kamu tahu itu." Jack mengedipkan matanya ke arah pria terkenal dingin tersebut. Darren membalasnya dengan seringai tajam.
"Kalau kamu sudah tidak ada urusan lagi, pergilah! Aku banyak pekerjaan." Darren menegakkan tubuhnya kembali dengan menentuh tuts di laptopnya. Jack tersenyum sinis.
"Baiklah, aku pulang sekarang. Kelab malamku masih terbuka untukmu jika ingin minum sampai mabuk." Jack berdiri hendak meninggalkan ruangan.
"Hmm ..." Hanya deheman yang diberikan Darren. "Oya, terima kasih sekali lagii untuk mengantarkan mobilku." Jawab Darren sambil menatap temannya yang berjalan menuju pintu.
"Jadi, aku boleh mendekati sekretarismu, Calista?" Jack tersenyum cerah menggoda Darren.
"PERGILAH!" Presdir itu melempar pulpen yang diambilnya dari tempat ATK diatas meja.
"HAHAHA ... Bye!" Jack berkelit menghindari lemparan pulpen dan melambaikan tangannya ke udara sambil membelakangi Darren.
Sebelum meninggalkan kantor Darren, Jack menyempatkan diri mendekati meja dimana Calista berada. Sayangnya dia tidak ada. Jack menghela napasnya sedikit kecewa. Dia pun berjalan menuju lift khusus dan meninggalkan lantai tempat dimana ruangan Darren berada. Sebenarnya, Calista bersembunyi ke dalam toilet begitu melihat Jack keluar dari ruangan presdir. Dia tidak ingin terkena imbas masalah karena mengbrol dengan Jack. Hukuman yang diberikan Darren membuat tubuhnya remuk redam.
Setelah berkutat dengan pekerjaan, akhirnya tibalah waktunya makan siang. Calista tidak membawa bekal karena tadi pagi dia berangkat terburu-buru. Jadi, dia memutuskan untuk makan di kantin kantor yang ada di lantai 1. Perempuan ayu berambut panjang di kuncir kuda itu merapihkan mejanya sebelum menuju kantin. Dan, dia pun hanya membawa dompet dan ponselnya.
Calista sangat menikmati kehidupan sebagai karyawan yang dulu pernah diidam-idamkannya, saat menjadi office girl. Dia pun mengantri makanan bersama dengan puluhan karyawan lainnya dengan membawa nampan yang telah disediakan di ujung antrian. Makan siang kali ini Calista memilih nasi bakar dan penyet ayam ditambah jeruk hangat sebagai teman minumnya.
Calista mencari meja kosong dan akhirnya menemukan 1 kursi tak bertuan di pojokan. Dia pun mendatanginya dan duduk disana.
"Maaf, apakah kursi ini ada orangnya?" Ternyata di meja satu kursi telah ditempati seorang pria yang makan sendirian. Pria itu menatap Calista sejenak lalu melanjutkan makannya. Calista mengernyitkan alisnya dan tidak peduli langsung duduk.
"Kalau tidak ada jawaban berarti kosong. Okay, mari makan." Calista mengucapkan doa terlebih dahulu sebelum makan dan dia pun mulai menikmati suapan pertama makan siang sebagai karyawan kantor.
Saat Calista menyuap makanan pertamanya, dia mengedarkan pandangannya ke sekeliling dan beberapa orang disana, laki dan perempuan saling berbisik sambil melihat kearah dirinya. Calista yang tidak nyaman dilihat tersebut, pura-pura tidak peduli dan melanjutkan makannya.
Sambil memotong ayam penyet dengan garpu dan sendok ditangannya, sesekali Calista melihat pria yan duduk didepannya makan dengan tenang. Calista mencoba memecah kesunyian mereka berdua yang makan di meja yang sama.
"Kamu karyawan disini juga?" Calista bertanya sambil menatap pria didepannya.
"Kalau kamu ingin makan dimeja ini , diamlah! Aku tidak suka bercakap-cakap saat makan." Pria itu menenggak jus alpukat yang ada disebelahnya.
"Aku rasa meja ini milik umum. Siapapun bisa pakai. Memang ada ukiran namamu di meja ini? Cih! Sama-sama makan di kantin saja sombong sekali." Jawab Calista sambil berdecih dan menyuap sesendok besar nasi dan ayam penyet sehingga mulutnya tampak menggembung seperti ikan buntal.
Pria itu kaget melihat cara makan perempuan didepannya yang tidak anggun sama sekali. Hampir saja dia kelepasan tersenyum melihat pipi bulat berisi makanan itu. Dan, dia pun memilih menundukkan kepalanya dan menarik napas.
"Coba kamu angkat piringmu." Pria itu berkata dengan nada datar dan mata tanpa ekspresi sama sekali.
Calista yang masih berjuang mengunyah makanan yang ada didalam mulutnya, akhirnya mengangkat juga piring nya agak keatas untuk melihat apa yang ada di atas meja.
LEWIS HUTOMO
Calista mengerjap-ngerjapkan matanya berulang-ulang. Bahkan meja saja dia beri nama? Benar-benar orang aneh. Pikir Calista.
"Well, sudah mengerti sekarang? Kali ini aku biarkan kamu makan disini. Mulai besok, cari meja lain! Aku tidak suka makan ditemani siapapun." Lewis membuang tissue yang sudah digunakannya untuk mengelap mulutnya, keatas meja. Dia pun beranjak pergi meninggalkan Calista yang masih terbengong dalam posisi mengangkat piringnya di udara.
Calista tetap melanjutkan makan siangnya yang terlanjur. Setelah selesai, dia buru-buru membawa nampan tempat makannya dan menaruhnya di bagian piring kotor. Calista berpikir untuk mencari tahu siapa Lewis Hutomo itu. Pria aneh versinya yang wajahnya mirip aktor Hollywood yang sering ditontonnya di internet. Sebenarnya lumayan tampan, namun sayang sombong dan memandang rendah orang lain.
Masih ada waktu setengah jam lagi untuk kembali bekerja. Calista memilih masuk kedalam kafe di sebelah kantornya dan memesan kopi cappucino favoritnya. Ruangan kafe yang menguar aroma kopi, membuat Calista merasa nyaman dan tenang. Perempuan ayu itu menghisap dalam-dalam aroma kopi yang ada didalam kafe.
"Anda ingin pesan apa?" Seorang pramuniaga wanita berseragam khusus menyapa Calista dengan ramah.
"Aku ingin kopi cappucino hangat. Bukan panas yaa ...." Calista tersenyum ramah, begitu juga sang pelayan tersebut.
Pelayan itu pun segera menyiapkan pesanan Calista dan tidak lama menunggu, kopi pesanan Calista telah selesai.
"30 ribu." Ujar sang pelayan.
Calista menyerahkan selembar uang kertas berwarna biru yang diambilnya didalam dompet. Kopi sudah ditangan, sekarang waktunya untuk mencari meja kosong.
Calista mengedarkan pandangannya keseluruh dalam kafe mencari meja kosong. Dan, lagi-lagi dia menemukan meja kosong tapi pria arogan tadi sudah menatapnya tajam dengan pandangan mengintimidasi untuk tidak mendekat.
Calista menghela napasnya. Dua kali bertemu orang itu, sepertinya aku akan sering bertemu dia mulai hari ini, batin Calista. Calista pun memutuskan untuk menghampiri meja kosong yang ada pria arogan disana. Pria itu tersenyum sinis menghela napasnya begitu melihat Calista mendekat.
"Sepertinya apa yang aku bilang barusan tidak bisa dicerna dengan baik oleh telingamu." Ujar Lewis.
"Dan, pertanyaanku masih sama. Memangnya di atas meja ini ada tulisan namamu? Hmm ...." Calista membusungkan dadanya menantang pria arogan itu untuk menjawab. Calista mengamati atas meja itu dan tidak ada tulisan apapun.