"Nyonya, tuan Darren bilang beliau tidak bisa pulang malam ini karena masih banyak pekerjaan di kantor. Jadi, nyonya bisa langsung tidur tanpa perlu menunggu tuan datang." Ucap Hera dengan sopan.
"Yaahhhhh ...." Calista menampakkan wajah lesunya dengan kepala tertunduk. Dia pun berjalan menaiki anak tangga menuju kamarnya di lantai 2. Hera tersenyum sendu melihatnya. Masih menuju kamarnya, Calista diam sambil memasang wajah sedih.
Namun, semua berubah 180 derajat tatkala Calista berada didalam kamarnya. Dia mengepalkan tangannya ke atas dan menariknya kebawah, dan mengucap syukur puluhan kali. Malam ini sepertinya dia akan bebas dari cengkeraman suami mesumnya itu. Suami yang tidak jelas seperti apa wajahnya. Apakah bopeng, rata, atau jangan-jangan tidak punya mata beneran? Entahlah, Calista malas memikirkannya. Dia pun menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya dari keringat yang lengket menempel di tubuhnya. Kucuran air hangat menjadi pilihan bagi Calista untuk mengguyur tubuhnya menjadi lebih segar.
Setelah mandi dan berpakaian rumahan, Calista menuju ruang makan untuk menikmati makan malamnya. Seperti biasa, sendirian adalah lebih baik baginya karena dia bebas makan apa saja tanpa ada yang mengatur. Semua makanan diambilnya meskipun dalam porsi sedikit-sedikit. Setelah kenyang, Calista kembali ke kaamrnya untuk mempersiapkan setelan baju yang akan dipakai besok.
Calista memilih celana panjang bahan agak longgar warna hitam dan blouse warna biru cerah untuk mengawali hari pertamanya bekerja. Calista meletakkannya di tempat yang bisa dilihat besok. Sepatu dan tas pun dipilihnya. Tidak perlu warna yang sama karena Calista suka menabrak warna agar terlihat lebih ramai dan hidup.
Malam semakin larut. Jam di dinding menunjukkan pukul 9 malam. Calista sudah sangat mengantuk dan akhirnya dia pun tertidur pulas dibawah selimut tebal yang menutupinya hingga ke leher. Dia tidak menyadari ada yang menelusup masuk kedalam selimut yang sama setengah jam kemudian. Penyusup yang tidak lain adalah suaminya mulai melancarkan serangan jurus suami menginginkan sang istri setelah lampu dipadamkan dan hanya menyisakan pantulan sinar dari lampu tempel di tembok dekat pintu masuk.
"Aaahhh.... AAAAA ...." Calista terbangun setelah menyadari ada yang menyusup kedalam bajunya dan meremas dadanya. Mulut Calista dibungkam dengan bibir dari pria yang sama. Calista hanya bisa menerima dan mendesah. Perlakuan yang diberikan suami rahasianya ini semakin lama semakin lembut dan menggetarkan tubuhnya setiap dia memasuki dirinya. Calista hanya bisa mengerang menahan antara sakit dan nikmat yang bersamaan setiap suaminya memaju mundurkan bokongnya dan menghujam kewanitaan Calista berulang-ulang dan dalam segala posisi.
Kali ini suaminya tidak berbicara sama sekali. Namun, gerakannya sudah bisa Calista tebak kalau itu adalah dia. Calista mencoba memegang wajahnya namun pria itu menangkap tangan Calista keatas kepalanya dan melumat dada Calista dengan rakusnya. Tangan Calista satunya lagi ditahan agar tidak memberontak atau melakukan perlawanan.
"Sudah cukup, aku sudah lelah. Kamu melakukannya berjam-jam." Jawab Calista malas dengan napas masih tersengal-sengal.
"Huh, kamu tidak punya hak untuk menolakku. Kita harus segera punya anak agar aku tidak perlu menghujammu lagi." Jawab pria itu.
Calista terkesiap mendengarnya. Dia hanyalah mesin produksi anak. Dia tidak bisa meminta lebih, bahkan memerintahkan tuannya.
"Baiklah, terserah apa maumu. Tapi, setelah 3 anak itu lahir. Aku mau pergi dari kalian seumur hidupku tidak muncul lagi. Aahhhhh...." Calista digigit kuncup payudaranya setelah Calista mengatakan 'mau pergi dari kalian'. "Sa-kit, hiks."
"Jangan pernah memerintahku apa yang harus aku lakukan. Paham?! Jawab suami gelapnya.
"Iya, aku minta maaf. Aahhhhh ...." Calista megeluarkan pelepasan pertamanya. Dan, tidak berapa lama suaminya pun menyusul klimaks.
Badai yang terjadi setiap malam membuat fisik Calista lebih cape dari sebelum dia menjadi istri pria kaya yang pemalu. Tengah malam Darren keluar dari kamarnya menuju kamar pribadi dia. Dia tidak ingin tidur yang ada orangnya disebelah.
Pagi yang ceria
Seceria seorang karyawan baru yang akan bekerja hari ini
Calista sarapan terlebih dahulu lalu diantarkan oleh salah seorang supir keluarga Darren.
"Pak, sudah berapa lama jadi supir keluarga ini?" Tanya Calista sambil mengisi waktu dalam perjalanan menuju kantor.
"Belum lama, nyonya. Baru 1 bulanan." Jawab pak Junaedi.
"Oh. Kira-kira berapa lama perjalanan ke kantor ya pak?" Semakin mobil berjalan menjauh meninggalkan rumah, semakin Calista merasa deg-degan. Karena, ini pertama kali baginya bekerja di perusahaan besar sebagai seorang sekretaris pribadi.
"Sebentar lagi sampai, nyonya. Tuan Darren memilih rumah yang dekat kantor. Jadi tidak akan terkena macet." Jawab pak Junaedi.
"Kalau memang dekat, kenapa dia selalu lama sampai rumah?" Gumam Calista dalam hati.
Calista mematut dirinya, memeriksa apakah ada yang kurang atau malah terlalu wah. Dia ingin tampil sederhana namun elegan. Calista memeriksa wajahnya sekali lagi didepan kaca kecil yang terdapat didalam kotak bedaknya. Hanya butuh 15 menit perjalanan dan mobil mereka pun sampai didepan lobby kantor The Anderson Group.
Kesan pertama kantor ini seperti kebanyakan kantor expatriate lainnya, minim dekorasi namun mewah dan setiap sudut bangunannya berfungsi dengan baik, tak dibiarkan kosong begitu saja. Untuk masuk kedalam lift, para karyawan dan tamu wajib menempelkan kartu khusus. Untuk tamu yang tidak memiliki kartu, wajib menyerahkan tanda pengenal sebagai jaminan dan menulisnya didalam buku besar khusus dan bagian resepsionis. Satpam yang berjaga didalam gedung ada sekitar 10 orang yang bisa Calista lihat memakai setelan panjang safari warna navy. Belum termasuk yang di depan lobby dan area parkir.
Calista melewati resepsionis karena sudah disediakan kartu khusus untuk masuk sejak dari rumah. Suaminya meninggalkannya di meja rias kamar mereka beserta tulisan di secarik kertas kecil, 'kartu untuk masuk ke dalam kantor. Awas, jangan hilang! Atau kamu aku pecat dan aku kurung dirumah selamanya!'. Cih, Calista mendecih mengingat pesan 'romantis' yang ditulis tangan sang suami.
Calista pun masuk melewati sensor otomatis dengan menempelkan kartunya di mesin tempel sebelah kanan. Calista menghela napasnya dan mencoba tersenyum dan mengepalkan tangannya kebawah sambil berucap, 'semangat' dengan suara sangat pelan. Hari ini hari pertamaku bekerja, aku harus bisa belajar segalanya dengan cepat, batinnya. Oh iya, katanya identitasku disini adalah single jadi aku tidak boleh mengaku sebagai istri dari presdir The Anderson Group. Lagipula, siapa juga yang mau ngaku-ngaku jadi istri tapi wajah suaminya saja tidak tahu, batin Calista lagi sambil menaikkan sebelah bibirnya ke atas.
Calista mencari kamera CCTV diatas sekitarnya. Dia selalu merasa kalau gerak-geriknya diawasi oleh CCTV dimanapun kapanpun. Seolah-olah dia adalah tawanan yang takut kabur kalau dilepas begitu saja. Calista menemukan satu kamera CCTV diatas lift yang sekarang dia ada didalamnya. Calista melirik ke kamera CCTV itu dan memainkan wajah badutnya berkali-kali. Semua orang yang ada didalam lift tersebut mengernyitkan alis melihat tingkah konyol Calista. Tapi, tidak dengan seorang pria yang melihat keabsurdan Calista dibalik layar laptopnya. Dia justru tertawa terbahak-bahak .... ditengah meeting mendadak.