"Aku mau yang modelnya sederhana dan tidak seksi. Kalau rok aku lebih suka yang selutut panjangnya." Jawab Calista.
"Hmm baiklah, ayo kamu minum dulu, kita ke lantai satu langsung memilih baju yang akan kamu pakai besok yaa." Calista mengangguk dan segera meminum air dingin dengan sekali teguk.
Sara membawa Calista menuju deretan troli khusus pakaian formil. Calista yang seumur hidupnya tidak pernah melihat bahkan berada di sebuah butik, menganga lebar dan matanya terbelalak. Sara entah kenapa malah menyukai kepolosan Calista. Biasanya perempuan yang mampir ke butiknya bergaya sosialita dengan tubuh berlenggak-lenggok dan bibir bergincu tebal juga pakaian brand ternama. Tapi tidak Calista yang berpakaian sangat sederhana. Kemeja dan Jeans yang dipakai Calista, ditaksir Sara tidak lebih dari 100 ribuan harganya. Beberapa karyawan butik berbisik-bisik keheranan melihat bos mereka sendiri yang menemani Calista memilih pakaian.
Setelah 1 jam akhirnya Calista menemukan model yang pas untuk dia kenakan. Kemeja lengan panjang warna hijau tosca dengan kancing terusan dan rok dibawah lutut dengan warna senada, kemeja lengan pendek dan celana bahan, juga beberapa model lainnya yang tidak perlu mengumbar keseksian namun tetap elegan dipakai.
"Terima kasih banyak atas bantuannya." Calista ragu-ragu untuk memanggil mama karena seluruh pasang mata menatap dirinya. Mungkin dialah pemborong hari ini yang membawa puluhan paper bag berisi puluhan setelan pakaian kerja. Calista tadinya hanya menginginkan dua setelah warna dasar jadi bisa di mix and match sewaktu-waktu. Namun Sara tidak mengijinkan hal itu. Dia ingin Calista memakai pakaian kerja yang berbeda setiap harinya. Sara melengkapi penampilan Calista dengan aneka tas bermerk senada dengan pakaiannya juga.
"Sama-sama sayang. Semoga kamu bisa mengubah anakku menjadi lebih baik dan manusiawai." Bisik Sara sambil memeluk menantu bayarannya namun sudah berhasil mencuri hatinya sejak hari ini.
Calista keluar dari butik layaknya sosialita yang belanja gila-gilaan. Semua orang yang melihatnya berdecak kagum dengan tas yang banyak memenuhi bagasi mobilnya.
"Bu Hera, aku boleh mampir beli seblak? Sudah lama aku kangen jajanan kaki lima. Sebentar lagi kita melewati. Tadi menuju kesini aku sudah lihat gerobak abangnya." Pinta Calista sambil setengah merengek.
"Boleh nyonya tapi jangan pedas-pedas ya. Aku tidak mau kalau nyonya sampai sakit perut dan aku juga nanti yang disalahin tuan." Jawab Hera sambil tersenyum tipis.
"Siiiplah, aku it jagoan makan pedas. Jadi tenang saja. Pak, nanti sebelah kiri ada gerobak tukang seblak, berhenti dulu yaa sebentar." Ucap Calista.
"Baik nyonya." Gerobak yang dimaksud ternyata sudah ada di depan mata. Calista pun turun mobil dan meminta pesanannya dua porsi. 10 menit menunggu akhirnya seblak yang dimasukkan kedalam wadah stereofoam pun siap dibawa pulang. Memang bukan wadah makanan yang ramah lingkungan. Tapi, kalau pembeli tidak menyiapkan tempat makan sendiri dari rumah, ya jadi terima apa adanya saja dari sang penjual.
"Ibu Hera mau? Aku beli dua dan semuanya level setan." Jawab Calista sambil menaik turunkan alisnya dengan tatapan seolah-olah menakutkan.
"Terima kasih nyonya. Tanpa level setan pun aku sudah tidak bisa makan seblak." Jawab Hera.
"Ohh kok bisa? Sayang sekali kalau begitu." Jawab balik Calista. "Aku akan berikan satu porsi pada yang lain saja nanti dirumah. Karena tidak mungkin aku makan semuanya." Timpal Calista lagi.
"Aku penderita maag akut, nyonya. Jadi tidak bisa makan makanan yang ekstrim." Sahut Hera.
"Ekstrim? Hahahaha .... kamu ada-ada bu. Ekstrim itu kalau makan sate biawak, usus anaconda, mata gorila, kepala komodo, kaki kadal, paha dinosaurus. Nahhh, baru itu ekstrim." Ucap Calista dengan santainya tanpa menyadari ada orang yang mulai membelalakkan mata dan memegang perutnya.
"Pak stop stop ...." Hera meminta supir untuk menepikan mobil dan dia pun langsung berlari keluar mobil dan muntah di pinggir got jalanan. "Hueeekkkk .... hueeekkkk ...." Calista heran kenapa dia muntah. Setelah selesai memuntahkan semua isi perutnya, Hera kembali masuk kedalam mobil dengan langkah terhuyung.
"Kamu kenapa bu? Masuk angin? Mau aku kerokin nanti?" Hera menatap nyonya majikannya dan menggeleng-gelengkan kepala.
"Tidak usah, sebentar lagi juga baikan." Hera memilih tidur dengan menyandarkan kepalanya di kaca jendela mobil. Calista memiringkan dagunya tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi.
Cuma butuh 1 jam perjalanan pulang. Calista langsung turun dan berlari ke dapur untuk memindahkan isi seblak ke dalam mangkuk dan memakannya di dalam dapur. Dia memberikan satu porsi lainnya kepada pelayan rumah yang dia temui di dapur.
Kedatangan Calista kerumah ini membawa keceriaan yang tidak pernah ada sebelumnya. Suasana rumah yang kaku, mencekam, dan dingin, kini berubah menjadi hangat dan penuh banyak kejutan yang membuat semua penghuni rumah merasa hidup dan melayani manusia, bukan benda mati seperti biasanya.
Tidak terasa hari menjelang sore, seperti biasa Calista berolah raga lari sore 1 jam. Karena tadi pagi dia tidak olahraga, maka sore adalah waktunya balas dendam. Balas dendam karena tadi siang sudah makan seblak. Semua penghuni rumah sekarang sudah hapal betul jadwal nyonya mereka olahraga lari. Kalau tidak pagi jam 6, ya sore jam 4. Dan, jam 4 sore ini juga yang ditunggu seseorang untuk menatap CCTV lewat layar laptopnya. Sang istri benar-benar menjaga kebugaran tubuhnya dengan olahraga yang murah meriah. Bukan aerobik, fitness, ataupun yoga. Melainkan dengan berlari. Berbeda dengan Darren yang tidak suka keramaian untuk mempertahankan postur tubuhnya. Dia olahraga fitness di ruangan khusus olahraga di salah satu rumah ini. Dan, Calista tidak tertarik sama sekali untuk mencobanya.
Peluh keringat membanjiri wajah dan tubuh perempuan berambut hitam panjang dengan tubuh langsing namun gumpalan lemak di bokong dan dadanya lumayan berisi. Calista berjalan menuju dapur untuk melepaskan dahaganya. Kaos lengan pendek dan celana training panjang menjadi outfitnya setiap saat untuk berolahraga.
"Nyonya mau dibuatkan jus?" Tanya seorang pembantu yang masih muda.
"Oh boleh. Ada jus tomat?" Tanya Calista lagi.
"Ada nyonya. Mohon tunggu sebentar. Saya akan membuatkan untuk nyonya." Pelayan perempuan itu pun mulai menyiapkan alat-alat dan bahannya. 5 menit kemudian 1 gelas panjang jus tomat siap diminum. Calista meminumnya dengan sekali tenggak. Pelayan itu menelan saliva melihat betapa hebatnya sang nyonya yang bisa sekali minum menghabiskan jus tomat.
"Terima kasih yaa. Oya, lain kali buatkan jus tomat aku gulanya sesendok saja ya. Tadi kemanisan, tapi enak. Hehehe .... " Jawab Calista sambil berlalu meninggalkan dapur.
Pelayan itu pun mengangguk paham dan tersenyum balik.
"Nyonya, tuan Darren bilang tidak pulang malam ini. Jadi, nyonya bisa langsun tidur tanpa perlu menunggu tuan datang." Ucap Hera dengan sopan.
"Yaahhhhh ...." Calista menampakkan wajah lesunya dengan kepala tertunduk. Dia pun berjalan menaiki anak tangga menuju kamarnya di lantai 2.