App herunterladen
68.51% Athlete vs Academician: After Dating / Chapter 37: Tak Fokus

Kapitel 37: Tak Fokus

Arya menganga lebar tak percaya, seketika pendengarannya langsung bermasalah saat itu juga. "Apa? Point guard? Aku tak percaya apa yang Kak Indra ucapkan!" Arya terus mengoceh selagi Indra mulai memasuki lapangan bersama rekan-rekan yang akan bermain pada babak pertama ini.

Melihat keempat rekannya sudah memasuki lapangan sedangkan Arya masih tak percaya dengan apa yang sudah ditentukan oleh Coach Greg, Doni dari sudut berbeda memanggil nama Arya terlalu keras sampai Coach Greg pun spontan memutar kepalanya.

"Yak! Apa yang kau lakukan di situ?! Pertandingan sudah mau dimulai, cepatlah masuk ke lapangan dan jalankan tugasmu!"

Arya bisa mendengar jelas setiap kata yang keluar dari mulut seniornya, benar-benar membuatnya tak bisa mengambil keputusan lain seperti kabur ke dalam ruang pemain atau bersembunyi di toilet sampai pertandingan selesai. Ini turnamen paling bergengsi di Indonesia, sekalinya saja Arya bertingkah konyol dan memalukan, entah seperti apa dampak yang akan ia terima serta Karesso itu sendiri.

Sembari berjalan menuju lapangan, Arya perlahan menutup kedua matanya sembari menarik napas dalam-dalam, kedua tangannya mengepal sangat kencang sampai urat lengan bawahnya begitu nampak berwarna hijau dan seperti membentu sebuah akar pada pohon.

"Fokus, fokus, jangan takut, pasti bisa. Mereka juga manusia, sama-sama makan nasi setiap harinya, sama-sama makan banyak protein setiap malamnya." Arya terus menggumamkan hal tersebut sampai kedua matanya kembali terbuka lebar secara perlahan.

Ia sudah berdiri di posisinya sebagai point guard, di mana paling belakang garis penyerangan dan berada di paling depan ketika memasuki garis pertahanan. Anehnya, kesembilan pemain lainnya menatapi Arya seperti semua mengakui keteguhan dan keberanian Arya turun menjadi pemain inti di debut pertamanya.

Namun lama-lama kelamaan tatapan itu benar-benar membuatnya tak nyaman sampai rasanya ia ingin sekali menghajar mereka semua dna fokus pada pertandingan saja. Detik berikutnya selagi masih memikirkan betapa menyebalkannya pandangan itu, ada tangan yang mengayun ke arah Arya lalu menepuk pundaknya.

Hal itu semakin mengejutkan Arya dan membuatnya kesal. Datang mengabaikan kesopanan, tiba-tiba masuk tanpa ada sapaan. Ia menoleh ke arah kiri yang mana orang di depannya tersebut sedikit lebih tinggi darinya sehingga Arya harus sedikit mendongakkan kepalanya.

"Maaf, tempatmu bukan di sini, tapi di sana," kata orang itu sambil mengangkat tangan kirinya, menunjuk sebuah tempat yang masih kosong di posisi ring berlawanan.

Arya sedikit memiringkan kepalanya sambil melihat ke arah tersebut dengan keningnya yang mengerut. Saat itu juga ia menyadari kalau dirinya jauh dari kata "bodoh". Posisi berdirinya sekarang saat ini memang berada di garis pertahanan dan berdekatan dengan ring. Hanya saja ia berada di garis pertahanan musuh, bukan berdiri di garis yang seharusnya.

"Dasar bodoh! Apa yang kau lakukan di situ!" ucap seseorang dari luar lapangan.

Arya tahu milik siapa suara menyebalkan tersebut. Sedangkan Coach Greg sebagai pelatih hanya bisa menggeleng pelan sambil memijat wajah di antar kedua alisnya, sangat malu melihat tingkat Arya yang begitu memalukan. Tak hanya Coach Greg, reaksi berbeda pun ditunjukkan pada pemain cadangan Karesso saat ini serta para penonton yang sudah memenuhi kursi penonton.

Mereka semua sama-sama menertawakan aksi bodoh Arya yang bukan bagian dari rencananya. Juga, tak sedikit penonton yang mencaci maki pemuda itu walau perkataan tersebut masuk ke telinga kanan dan keluar ke telinga kiri, menganggap kalau semua itu hanya sebuah candaan yang seperti mereka lakukan bersama teman-temannya.

Tak ingin membuang waktu lebih banyak, Arya meminta maaf pada orang itu lalu berlari kecil menuju posisi sebenarnya tanpa ada rasa malu sedikit pun atau menundukkan kepala. Denny sendiri tak menyangka kalau hal semacam itu bisa terjadi di dunia nyata ketika ia pernah melihat sebuah adegan yang sama dalam sebuah film sepak bola waktu itu.

Setelah memastikan kedua tim siap, wasit pada pertandingan kali ini langsung berdiri di tengah-tengah kedua center sambil sedikit mengangkat bola basket dengan tangan kanannya. Selagi menunggu wasit melambungkan bola ke atas, Arya mengamati pemain musuh yang menepuk pundaknya tadi dengan seksama.

Jakarta Thunder sendiri juga menurunkan kelima pemainnya yang semuanya keturunan asli Indonesia. Di dunia olahraga sudah menjadi hal biasa jika pemain tim ada yang dari warga negara asing demi memperkuat tim mereka. Namun kali ini kedua pelatih dari masing-masing tim tak ingin mengeluarkan semua strategi mereka di awal pertandingan.

Bahkan pelatih Jakarta Thunder sendiri sempat percaya akan unggul jauh di babak ini mengingat ada salah satu pemain musuh yang benar-benar asing di matanya dan terlihat sangat lemah mengingat ini pertama kali terjun ke basket profesional.

"Apa pemain itu yang kau maksud, Jer? Kelihatannya dia sangat kaku dan terlihat tak sehebat seperti ucapanmu," ucap pelatih Jakarta Thunder pada salah satu pemainnya.

"Aku yakin kalau memang itu orangnya, lagi pula aku cukup penasaran dengan orang itu ketika berita pemain termuda Liga Basket Indonesia ternyata berasal dari Karesso. Iseng-iseng saja aku melihat sebagus apa permainan orang itu sampai Karesso merekrutnya. Yah, dan ternyata permainannya jauh melewati ekspetasiku, Coach.

"Walau tubuhnya sama sekali tak berotot dan cukup kurus, ia memiliki tempo permainannya sendiri yang bisa mengacak-acak pertahanan tim musuh. Coach sendiri akan menyaksikan sendiri bagus atau buruknya orang itu."

"Baiklah, sampai sini saja penilaianmu pada anak itu. Aku juga penasaran apakah Karesso benar-benar percaya dengan kemampuan anak itu atau mereka meremehkan kemampuan kita sebagai musuhnya. Apa mereka lupa kalau kita salah satu Big Five Jakarta?" Pelatih Jakarta Thunder tak tahu harus senang atau sedih ketika melihat sosok anak kecil itu.

"Gila! Ternyata tekanan bermain di turnamen sebesar ini memang berbeda! Mana mungkin aku bisa bermain leluasa ketika turnamen terakhirku hanya di tingkat SMA!" Arya juga menyadari kalau point guard musuh saja jauh lebih tinggi dan besar darinya. Seakan seberusaha apapun dirinya menghalau pergerakan orang itu, semua akan sia-sia jika Arya tak bisa memberikan perlawanan yang sengit.

Wasti mulai melambungkan bola ke atas dan kedua center masing-masing tim langsung melomapat setinggi-tingginya demi merebut jump ball tersebut. Center Karesso sedikit lebh tinggi lompatannya hingga begitu banyak ruang baginya memberikan bola kepada salah satu rekannya. Bola di bawa ke belakang begitu cepat hingga menuju ke arah pertahanannya sendiri dan Arya lah yang berdiri di paling belakang.

Hanya saja terlalu fokus dengan point guard musuh sampai Arya tak sadar jika bola melesat tepat di depan wajahnya.

Duak!

Kepala Arya terbentur bola basket mengenai keningnya lalu bola menggelinding, meninggalkan lapangan pertandingan. Saat itu juga dirinya mendapat banyak reaksi dari pelatih, rekan, dan para penonton yang cukup kelelahan tertawa sedangkan pertandingan baru saja dimulai dalam beberapa detik.


next chapter
Load failed, please RETRY

Wöchentlicher Energiestatus

Rank -- Power- Rangliste
Stone -- Power- Stein

Stapelfreischaltung von Kapiteln

Inhaltsverzeichnis

Anzeigeoptionen

Hintergrund

Schriftart

Größe

Kapitel-Kommentare

Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C37
Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
  • Qualität des Schreibens
  • Veröffentlichungsstabilität
  • Geschichtenentwicklung
  • Charakter-Design
  • Welthintergrund

Die Gesamtpunktzahl 0.0

Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
Stimmen Sie mit Powerstein ab
Rank NR.-- Macht-Rangliste
Stone -- Power-Stein
Unangemessene Inhalte melden
error Tipp

Missbrauch melden

Kommentare zu Absätzen

Einloggen