App herunterladen
44.44% Alana / Chapter 16: ALANA [16]

Kapitel 16: ALANA [16]

Kamu harusnya makasih sama Tuhan karena kamu dipertemukannya sama Vano Na

-Viona-

Alana yang sedang terburu-buru hanya menyambar roti isi buatan bunda dengan membenarkan letak tasnya sambil berjalan.

"Na makan dulu." omel bunda yang melihat polah tingkah anak perempuannya yang grusa grusu hendak berangkat sekolah.

"Iya Bun ini nanti Alana makan, keburu telat nanti." kata Alana dengan mencium tangan bunda dan mengecup singkat pipi bundanya.

"Alana berangkat dulu ya Bun." pamit Alana.

"Iya, kamu sih Na kenapa nggak mau di antar jemput sama nak Vano. Kan nggak perlu ribet-ribet naik gojek." Sudah dua hari ini Vano setiap pulang sekolah selalu mengantar Alana pulang. Itu Vano lakukan karena ia merasa bersalah karena sudah membuat kaki Alana keseleo, walaupun memang sudah membaik tapi ia merasa tetep saja itu karena kecerobohannya. Vano sebenarnya ingin mengantar jemput Alana, ia pun juga sudah meminta ijin pada bunda Alana. Namun Alana menolaknya, ia hanya ingin diantar pulang saja.

"Nggak ah Bun, dah Alana berangkat dulu Bun. Assalamu'alaikum." Alana berjalan keluar rumah dengan terburu-buru karena sudah hampir telat, dan untung saja abang gojek sudah stay tune di depan rumah Alana.

# # #

"Bang cepet dikit, udah hampir telat nih." ucap Alana pada abang gojek yang sedang fokus menyetir.

"Iya neng, ini juga lagi usaha." jawab abang gojek. Jalan pagi itu memang agak padat bahkan juga bisa dibilang macet. Alhasil itu akan menjadikan perjalanan Alana menuju sekolah dapat dipastikan molor.

"Bang bisa cepet lagi nggak Bang." protes Alana lagi pada abang gojek yang sedang berusaha keluar dari kemacetan.

Brum brum brum

Ada motor yang tiba-tiba merapat ke gojek yang Alana tumpangi, itu menjadikan Alana mengalihkan pandangannya yang semula fokus pada jalan di depan.

Brum brum brum

Pengendara motor tersebut meraung-raungkan kembali motornya. Alana yang mendengarnya dan mengetahui bahwa pengendara motor tersebut Vano, Alana hanya dapat menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Neng kenal sama pengendara motor itu?" tanya abang gojek yang juga menyadari bahwa motornya di dekati sebuah motor.

Brum brum brum

Vano terus memojokkan gojek yang Alana tumpangi ke pinggir jalan.

"Minggir bang!" kata Vano yang berusaha membuat gojek tersebut berhenti.

"Jalan aja terus bang." kata Alana pada abang gojek yang hendak berhenti.

"Neng kayaknya bannya bocor." kata abang gojek yang merasa ada yang aneh pada motornya dan posisi gojek yang sudah semakin terpojok itu menjadikan abang gojek tersebut menghentikan motornya.

"Mau lo apa sih?!" ucap Alana yang sudah geram dengan turun dari motor gojek.

"Lo bareng gue." Jawab Vano gamblang.

"Gue udah sama gojek. " Jawab Alana dengan melirik abang gojek yang sedang memeriksa ban motor.

"Neng bareng adeknya aja y neng, soalnya bannya bocor. " ucap abang gojek yang sudah selesai memeriksa ban motor.

"Karena itu lo bareng gue." Vano menarik dengan pelan pergelangan tangan Alana.

"Eeee, lepasin tangan gue. Gue belum_"

"Udah lo ke motor gue dulu." Vano mendorong punggung Alana agar ia menuju motornya. Sedangkan Vano berjalan memutar menuju abang gojek.

"Ni bang, sekarang tugas abang sudah gugur. Jadi silahkan mencari rezki kembali." kata Vano pada abang gojek dengan menyerahkan selembar uang seratus ribu rupiah dan langsung berlari menuju motornya.

"Dek kembaliannya." teriak abang gojek dengan melambai-lambaikan uang kembalian.

"Buat abang tambal ban." balas Vano pada abang gojek yang sumpringah walaupun bannya bocor.

# # #

Mungkin karena Dewi Fortuna yang sedang berpihak pada mereka atau entah karena apa, Alana dan Vano dapat sampai di sekolah 5 menit sebelum bel.

"Untung nggak telat." ucap Alana yang sudah merasa lega karena tidak telat. Namun ternyata kelegaan Alana kembali memudar karena ia merasa heran dengan tingkah siswa lain yang memandanginya dengan wajah yang entah menggambarkan apa.

"Lo kenapa?" tanya Vano yang melihat adanya perubahan pada raut wajah Alana. Alana yang ditanyai hanya membalas dengan melirikkan matanya ke arah siswa lain yang melihatnya.

"Woy mata lo pada mau gue buat copot!"bentak Vano pada siswa yang terus saja memandanginya dengan Alana di sekeliling tempat ia parkir motor. Reaksi siswa yang mendengar bentakan Vano pun dengan segera pergi dari tempat tersebut.

"Udah kan sekarang, lo anggep aja mereka nggak ada. Asal lo tahu mereka seperti itu karena mereka iri sama lo." argumen Vano.

"Pd gila, terserah lo lah mau ngomong apa." Alana pergi melengos meniggalkan Vano.

"Wah ada yang baru boncengan sama CACAR ni." sindir Didit yang baru datang bersama Dino, Yahya dan Heri.

"Sejak kapan si Alana mau bareng lo Van? " tanya Dino yang heran.

"Lo kasih apa Van si Alana?" Yahya tak mau kalah dengan Didit dan Dino, ia pun juga memberondongi Vano dengan pertanyaan.

"Lo semua bakat kok jadi wartawan." jawab Vano santai.

"Meraka wartawan, la gue?" ucap Heri yang tak ikut-ikut bertanya pada Vano.

"Lo kameramen Her!" jawab Vano dengan berjalan pergi menuju kelas.

"Anying lo Van." kata Dino, Didit, Heri dan Yahya bersamaan.

"Woy Van tungguin gue! Gue nggak mau jadi kameramen mereka!" teriak Heri kemudian dengan berlari mengikuti Vano.

# # #

Alana yang baru saja masuk ke kelas pun tak jauh berbeda dengan Vano, yakni di berondongi pertanyaan.

"Na lo kok bisa berangkat bareng sama Vano?"

"Na sejak kapan lo deket sama Vano?"

"Na lo pacaran sama Vano ya?"

Kurang lebih seperti itulah pertanyaan yang memenuhi telinga Alana saat itu. Namun Alana tak menjawab satu pun pertanyaan dari teman-teman sekelasnya. Alana hanya diam di tempat duduknya walaupun ia di kerubungi teman-temannya yang sudah KEMAL (Kepo Maksimal), Alana hanya melihatinya tanpa berkomentar apapun. Disaat Alana sedang bungkam tentang jawaban untuk teman-teman sekelasnya datanglah sang penyelamat Alana dari kerubungan tersebut.

"Pak Dodi coy Pak Dodi!" kata Viona yang tiba-tiba masuk kelas dengan sedikit berlari dan langsung duduk di bangku samping Alana. Karena mendengar ucapan Viona yang katanya Pak Dodi si guru killer datang, kerumunan yang tadinya terbentuk di sekitar Alana seketika hilang karena mereka berlari menuju bangku mereka masing-masing.

Kelas X-1 yang tadinya ramai seketika hening, mereka semua sudah duduk di bangku mereka masing-masing dengan pandangan yang tertuju pada pintu kelas untuk memastikan apakah pak Dodi benar masuk.

"Mana Vi pak Dodi?" tanya Alana pada Viona karena pak Dodi yang tak kunjung masuk.

"Di kantor Na." jawab Viona sambil nyengir. Alana yang mendengar jawaban Viona pun ikut nyengir.

"Lo bohong ya Vi?" tanya salah satu siswa X-1 yang merasa curiga pada perkataan Viona yang sekarang sedang nyengir-nyengir. Karena juga ingin tahu kebenaran dari perkataan Viona siswa X-1 yang lain pun menengok ke arah Viona.

Viona yang ditanyai menjawab dengan menaikkan kedua tangannya dengan membentuk huruf V dan tak lupa Viona juga memasang wajah puppy eyesnya sebagai tanda bahwa ia berbohong.

"Huhuhu!" sorak seluruh siswa X-1 pada Viona yang berbohong. Mereka kembali berkerumun di sekitar bangku Alana dan Viona.

"Pak Dodi." kata Viona kembali pada para siswa yang mengerumuni Alana.

"Nggak percaya gue." jawab salah satu siswa dari kerumunan tersebut.

"Ada apa ini?" ucap Pak Dodi yang melihat kerumunan di sekitar Alana.

"Eh Pak Dodi, pagi Pak." kata siswa tersebut dengan berjalan menuju bangkunya, tak lupa siswa lain pun melakukan hal yang sama.

# # #

Lorong sekolah, disitulah Alana dan Viona sekarang. Mereka sengaja pulang lewat lorong karena jarang siswa yang berlalulalang di situ.

"O gitu Na ceritanya." ucap Viona yang telah selesai mendengar cerita Alana mengenai kejadian Alana yang dapat berangkat bareng Vano.

"Iya Vi, tapi aku bingung deh Vi bisa-bisanya tu ban motor bocor pas ada si No No itu. Apa abangnya nggak periksa dulu motornya sebelum ngojek." kata Alana yang sedikit bingung dengan kejadian tadi pagi.

"Ya elah Na, emang tu abang gojek tau kalo ban motornya mau bocor. Syukur ada Vano, kalo nggak kan kamu bakal telat. Dan kamu harusnya makasih sama Tuhan karena kamu dipertemukannya sama Vano Na, coba sama si Bobi culun. Apa kamu mau Na." kata Viona panjang lebar pada Alana yang dari tadi kesal.

"Mending ketemu sama Bobi aku Vi, dari pada sama tu bocah." balas Alana yang masih kesal.

"Emang kenapa sih Na? Kayaknya kamu kok tengsin banget sama Vano." tanya Viona.

"Kamu tahu sendiri kan Vi gimana reaksi para cabe-cabe tadi pagi ketika lihat aku turun dari motor Vano." jawab Alana dengan jujur.

"Iya juga sih, kamu abaikan aja lah Na selama mereka nggak ngapa-ngapain kamu. Atau kamu pernah di apa-apain Na sama mereka?"

"Nggak diapa-apain gimana Vi, orang aku udah pernah di labrak sama meraka." kata Alana dalam hati.

"Woy Na!" Viona menggerak-gerakkan salah satu tangannya di depan wajah Alana.

"Oh iya Vi kenapa?" kata Alana yang tersadar dari lamunannya.

"Kamu yang kenapa Na?"

"Udah sana kamu ke parkiran." kata Alana karena mereka sudah di belokan lorong dan itu bertanda bahwa mereka akan berpisah, Alana berbelok kiri jalan menuju gerbang sekolah sedangkan Viona berbelok ke kanan menuju tempat parkir.

"Atau mau sama aku ke depan?" tanya Alana.

"Yakalik, motor aku ntar siapa yang bawa." jawab Viona.

# # #

Alana sore ini pulang sekolah seperti sore-sore dua hari yang lalu, pulang bersama Vano.

"Lo kenapa kalo berangkat nggak mau bareng gue?" tanya Vano yang heran.

"Lo serius mau tahu apa alesan gue ogah berangkat sama lo?" Alana berbalik tanya kepada Vano yang sedang menyetir.

"Iya tapi ntar aja." Jawab Vano yang kembali fokus pada jalan.

"Eheh bentar-bentar." Alana menepuk-nepuk punggung Vano.

"Apa?" tanya Vano.

"Lo kok bawa gue ke kuburan sih." Ucap Alana yang baru sadar bahwa ia ternyata dibawa ke kuburan. Wajah Alana seketika menjadi pucat karena ketakutan, ini terjadi karena ini kali pertama Alana pergi ke kuburan bukan bersama keluarganya

"Iya, lo nggak usah takut gue cuma mau tunjukkin sesuatu ke lo." Vano menghentikan motornya disalah satu tempat parkir di dekat kuburan.

# # #


next chapter
Load failed, please RETRY

Geschenke

Geschenk -- Geschenk erhalten

    Wöchentlicher Energiestatus

    Rank -- Power- Rangliste
    Stone -- Power- Stein

    Stapelfreischaltung von Kapiteln

    Inhaltsverzeichnis

    Anzeigeoptionen

    Hintergrund

    Schriftart

    Größe

    Kapitel-Kommentare

    Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C16
    Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
    • Qualität des Schreibens
    • Veröffentlichungsstabilität
    • Geschichtenentwicklung
    • Charakter-Design
    • Welthintergrund

    Die Gesamtpunktzahl 0.0

    Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
    Stimmen Sie mit Powerstein ab
    Rank NR.-- Macht-Rangliste
    Stone -- Power-Stein
    Unangemessene Inhalte melden
    error Tipp

    Missbrauch melden

    Kommentare zu Absätzen

    Einloggen