App herunterladen
55% Blackthorn Academy / Chapter 11: Bab 15: Perang yang Tak Terhindarkan

Kapitel 11: Bab 15: Perang yang Tak Terhindarkan

Malam itu, suasana di markas *Iron Roses* terasa tegang. Semua anggota berkumpul dalam ruang pertemuan yang sempit, peta digital yang diproyeksikan di dinding menampilkan lokasi server cadangan yang berhasil ditemukan oleh Rook. Wajah mereka tampak serius, menyadari bahwa tindakan mereka kali ini bisa menentukan masa depan.

"Aku telah menganalisis data yang kita miliki," kata Rook, menunjuk pada peta. "Server terletak di sebuah lokasi terpencil, sekitar dua jam perjalanan dari sini. Kita harus bergerak cepat, sebelum mereka menyadari bahwa kita ada di belakang mereka."

"Seberapa banyak penjaga yang ada di sana?" tanya Sera, menyilangkan tangan di dada. "Apakah kita siap untuk pertempuran yang mungkin terjadi?"

Rook mengangguk, lalu melanjutkan. "Menurut intel, mereka memiliki setidaknya dua tim pengawal yang mengawasi area itu, dan sebuah sistem keamanan yang cukup ketat. Kita tidak bisa mengabaikan kemungkinan bahwa Damian sudah siap menghadapi kita."

"Berarti kita harus merencanakan serangan yang cermat," kata Kai, berusaha menenangkan suasana. "Kita harus melakukan ini dengan strategi, bukan dengan kekuatan mentah."

Aveline mengangguk. "Aku setuju. Kita perlu memecah perhatian mereka agar kita bisa masuk tanpa terdeteksi. Sera dan Kai, kalian berdua akan berada di bagian depan. Elena dan aku akan mengambil rute belakang untuk menjangkau server. Rook, pastikan kau dapat mengakses data saat kita masuk."

Rook mengangguk. "Aku akan siap. Begitu kita berhasil menjangkau server, aku akan mematikan semua sistem keamanan yang ada."

"Bagus. Kita punya waktu kurang dari dua jam sebelum mereka melakukan perpindahan data. Mari kita siapkan perlengkapan kita dan bersiap-siap untuk berangkat," perintah Aveline, suaranya tegas.

---

**Setelah persiapan...**

Malam itu, bulan bersinar terang, memberi sedikit cahaya saat mereka bergerak menuju lokasi server. Dalam keheningan malam, setiap langkah mereka dipenuhi ketegangan. Semua anggota *Iron Roses* memahami risiko yang mereka hadapi, namun tekad untuk menghentikan Damian dan mengamankan data tersebut lebih kuat daripada ketakutan yang ada.

Setelah menempuh perjalanan sekitar dua jam, mereka tiba di lokasi yang dituju. Sebuah bangunan tua terletak di tengah hutan lebat, dikelilingi oleh pagar tinggi dan kamera pengawas yang berputar. Suasana mencekam di sekitar mereka.

"Ini dia," bisik Kai, menatap ke arah bangunan. "Kita harus mencari cara untuk masuk tanpa terdeteksi."

Elena memindai sekeliling. "Ada dua penjaga di depan pintu utama, dan sepertinya ada juga satu lagi di samping. Kita perlu mengalihkan perhatian mereka."

"Jika kita bisa mengalihkan perhatian penjaga di depan, kita bisa masuk melalui pintu belakang," usul Sera. "Ada sedikit kemungkinan kita bisa mendapatkan akses ke server tanpa melawan terlalu banyak orang."

"Bagus, ayo kita lakukan," kata Aveline. "Sera, Kai, kalian ambil jalan depan. Elena dan aku akan mengikuti dari belakang. Pastikan untuk menjaga suara agar tidak menarik perhatian yang lain."

Mereka semua bergerak dengan hati-hati, berusaha agar langkah kaki mereka tidak terdengar. Sera dan Kai melangkah ke arah pintu utama, sementara Aveline dan Elena menyelinap ke sisi bangunan, mencari pintu belakang.

---

**Di depan bangunan...**

Sera dan Kai bersembunyi di balik semak-semak, mengamati para penjaga. Kedua pria itu terlihat tidak curiga, berbincang santai saat menunggu waktu.

"Sekarang," bisik Sera.

Mereka berdua melangkah maju secara bersamaan. Kai mengeluarkan alat stun yang mereka siapkan, dan dengan gerakan cepat, dia menjatuhkan salah satu penjaga ke tanah. Sera mengikuti dengan gerakan lincah, segera menghampiri penjaga yang lain sebelum dia menyadari apa yang terjadi.

Dalam sekejap, dua penjaga terjatuh ke tanah, tak berdaya. Sera dan Kai saling memberi isyarat sebelum bergegas ke pintu utama, memastikan untuk tetap berada dalam bayang-bayang.

"Baik, kita sudah dapat masuk. Sekarang mari kita temukan server," kata Kai sambil membuka pintu. Mereka melangkah masuk ke dalam ruangan yang remang-remang.

---

**Sementara itu, di belakang bangunan...**

Aveline dan Elena dengan hati-hati mendekati pintu belakang. Mereka berusaha menghindari kamera pengawas dan menjaga agar tidak tertangkap oleh penjaga lain. Ketika mereka mencapai pintu, Aveline mengeluarkan alat pengunci dan mulai bekerja.

"Cepat, Aveline," Elena berbisik, mata awas ke sekeliling.

Dengan cepat, Aveline berhasil membuka pintu. Mereka memasuki ruangan yang gelap dan berdebu, suasana hening melingkupi mereka. Di ujung ruangan, sebuah pintu lain terlihat, dan mereka tahu bahwa server pasti berada di dalamnya.

"Mari kita pergi," kata Aveline. "Kita harus bergerak cepat."

Mereka melanjutkan perjalanan, membuka pintu lain yang mengarah ke ruang server. Saat memasuki ruangan, Aveline tertegun melihat banyak mesin dan layar yang berkelap-kelip. Rook benar, ini adalah pusat dari semua data yang mereka cari.

"Rook, kami sudah sampai," kata Aveline melalui radio. "Kami berada di ruang server. Apa langkah selanjutnya?"

"Aku akan mencoba mengakses sistem dari sini. Sekarang, kalian harus memastikan tidak ada yang mencurigai kita," jawab Rook.

Aveline dan Elena mulai memeriksa sekitar, sementara Rook bekerja dengan cepat di laptop yang dia bawa. Aveline berusaha mencari titik keluar jika mereka harus melarikan diri.

Tiba-tiba, terdengar suara langkah kaki mendekat. Aveline dan Elena saling pandang, dan Aveline segera mengangkat jari telunjuknya ke bibirnya, memberi isyarat untuk diam.

"Rook, cepat! Mereka datang!" bisik Aveline.

"Aku sedang mencoba. Sabar sebentar," jawab Rook, terlihat sangat fokus.

Ketika langkah kaki semakin dekat, Aveline dan Elena menemukan tempat bersembunyi di balik salah satu server. Suara pintu dibuka, dan sepasang kaki melangkah masuk. Dua orang penjaga memasuki ruangan, terlihat mencurigakan.

"Kenapa kita tidak mendengar laporan dari dua orang di depan?" tanya salah satu penjaga, suara mereka penuh kecurigaan.

"Aku tidak tahu. Mungkin mereka mengabaikan tugas. Kita harus memeriksa," jawab yang lain.

Aveline menahan napas. Mereka tidak boleh ketahuan. Ternyata rencana mereka tidak semulus yang dibayangkan. Jika mereka ditangkap di sini, semua usaha akan sia-sia.

Setelah beberapa detik yang terasa seperti selamanya, penjaga akhirnya berbalik dan pergi. Aveline menghela napas lega.

"Rook, seberapa cepat kau bisa menyelesaikan akses?" tanya Aveline, suaranya berbisik.

"Sekitar satu menit lagi," jawab Rook. "Hampir selesai."

Ketegangan terasa di udara. Mereka tahu bahwa waktu adalah kunci. Rook harus segera mendapatkan data sebelum lebih banyak penjaga datang.

Saat Rook mengetik dengan cepat, Aveline mendengar suara derap langkah kaki lainnya. Hanya satu atau dua penjaga kali ini, tetapi cukup untuk membuat mereka khawatir. Mereka bisa merasakan bahaya yang mengintai.

"Rook, lebih cepat! Mereka akan kembali!" bisik Elena.

"Sudah hampir selesai!" jawab Rook dengan cepat.

Tiba-tiba, suara alarm berbunyi. Ruangan itu dipenuhi dengan suara bising yang membuat jantung Aveline berdegup kencang.

"Tidak! Apa yang terjadi?" teriak Aveline.

"Alarm sistem keamanan diaktifkan! Mereka tahu kita di sini!" Rook berteriak kembali.

"Cepat, Rook! Ambil datanya sekarang!" Aveline memerintahkan.

Rook terlihat panik, tapi tetap fokus. "Tunggu sebentar lagi… sudah hampir selesai!"

Suara langkah kaki semakin mendekat, dan Aveline merasakan ketegangan meningkat. "Kita harus keluar dari sini!" teriaknya.

Saat Aveline bersiap-siap untuk bergerak, pintu ruangan terbuka lebar, dan dua penjaga muncul dengan senjata terarah.

"Di situ! Mereka ada di sana!" teriak salah satu penjaga.

Aveline dan Elena langsung bergerak, dan dalam hitungan detik, semua berubah menjadi kekacauan. Aveline meraih senjatanya dan bersiap untuk bertarung. Elena melindungi Rook yang masih berusaha mendapatkan akses ke data.

"Mundur! Mundur!" teriak Aveline sambil mengarahkan senjatanya ke arah penjaga. "Kami tidak ingin melukai kalian, tetapi jika kalian maju, kami akan bertindak!"

"Tinggalkan senjata kalian!" teriak salah satu penjaga. "Kami tidak akan mengulang peringatan!"

Elena melangkah maju. "Kau tidak tahu siapa yang kau hadapi!" katanya

penuh semangat.

Ketegangan meningkat, dan saat itu juga, Rook berteriak. "Aku dapat akses! Ambil data sekarang!"

Sebuah cahaya hijau menyala di layar, dan Aveline merasa dorongan energi mengalir dalam dirinya. "Ambil datanya, Rook! Kami akan menutup jalan!"

Dengan gerakan cepat, Aveline melepaskan peluru ke arah penjaga, dan Elena segera bergerak melindungi Rook yang sedang sibuk.

"Teruskan, Rook! Aku akan menahan mereka!" teriak Aveline.

Sementara Rook terus mengetik, Aveline dan Elena terlibat dalam pertempuran yang sengit. Peluru-peluru berseliweran, suara tembakan memenuhi ruangan, dan adrenalin mendorong mereka untuk bertarung lebih keras. Aveline menggunakan semua keterampilannya untuk menghindari serangan, mengingat pelatihan yang selama ini mereka jalani.

Akhirnya, Rook berteriak. "Aku sudah mendapatkan semua data! Mari kita pergi!"

Aveline merasa lega, tetapi mereka belum aman. "Ayo! Keluar!" dia berteriak.

Mereka mulai mundur, berusaha menemukan jalan keluar. Namun, lebih banyak penjaga datang dari arah lain, dan situasi semakin mencekam.

"Ke pintu belakang!" teriak Elena. "Kita harus cepat!"

Dengan gerakan yang terkoordinasi, mereka bergerak menuju pintu belakang yang mereka lewati sebelumnya. Rook berlari di belakang Aveline dan Elena, berusaha menghindari peluru yang meluncur ke arah mereka.

"Gerakan cepat! Kita tidak punya banyak waktu!" teriak Aveline.

Saat mereka mendekati pintu belakang, Aveline merasakan sesuatu yang tidak beres. Tiba-tiba, beberapa suara teriakan datang dari arah depan.

"Jangan biarkan mereka pergi! Tangkap mereka!" teriak salah satu pemimpin penjaga.

"Cepat! Kita tidak bisa terjebak di sini!" kata Rook, dengan wajah ketakutan.

Aveline menembak salah satu penjaga yang mencoba menghalangi jalan mereka, namun lebih banyak penjaga datang. Elena dan Aveline berlari, berusaha menembus kerumunan, sementara Rook mencoba mengikuti di belakang.

Saat mereka mencapai pintu belakang, suara langkah kaki semakin mendekat, dan Aveline tahu bahwa mereka tidak akan bisa menahan lebih lama.

"Gerak!" teriak Aveline.

Mereka semua keluar dari pintu belakang, berlari ke hutan. Namun, para penjaga sudah menyebar di luar, dan suara tembakan kembali terdengar di belakang mereka.

"Ayo, kita ke arah barat!" teriak Elena, memimpin jalan.

Mereka berlari dengan sekuat tenaga, melewati pepohonan yang gelap dan rimbun. Jantung Aveline berdegup kencang, dan dia bisa merasakan ancaman yang mendekat.

"Ke sana!" teriak Rook, menunjuk ke arah jalan setapak yang mengarah ke utara. "Itu jalan keluar!"

Mereka berbelok ke arah yang ditunjuk, namun suara tembakan masih mengikut mereka. Aveline tidak berhenti berlari, meskipun kakinya terasa berat.

Mereka terus berlari, dan akhirnya mencapai tepi hutan. Ketika mereka berbalik, mereka melihat dua kendaraan hitam meluncur mendekat, lampu sorotnya menerangi kegelapan.

"Cepat! Masuk ke mobil!" teriak Aveline, gestur untuk memerintahkan anggota lainnya.

Saat mereka melompat ke dalam mobil yang mereka siapkan sebelumnya, Aveline merasa lega. Namun, ketika kendaraan mulai bergerak, dia tahu bahwa ini bukanlah akhir. Mereka harus kembali, merencanakan langkah selanjutnya untuk menghentikan Damian dan memastikan data tersebut tidak jatuh ke tangan yang salah.

Di dalam mobil, Elena mendekati Rook. "Apa yang kau dapatkan dari data itu?" tanyanya dengan khawatir.

Rook membuka laptopnya dan mulai melihat data yang berhasil dia ambil. "Ada banyak informasi tentang proyek pengendalian pikiran mereka. Ini lebih besar dari yang kita kira."

Aveline merasa ketegangan di dalam mobil. "Beritahu kami semuanya, Rook. Ini bisa jadi kunci untuk menghentikan mereka selamanya."

"Ya," jawab Rook, berusaha tenang meskipun ketakutan masih terlihat di wajahnya. "Kita harus segera merencanakan langkah selanjutnya. Jika Damian berhasil mendapatkan kembali kekuasaannya, semua ini bisa berulang lagi."

Saat mobil melaju menjauh dari lokasi berbahaya, Aveline tahu bahwa mereka harus bersiap menghadapi pertempuran yang lebih besar. Damian belum selesai, dan mereka harus berjuang lebih keras untuk melindungi dunia dari ancaman yang lebih mengerikan.

---

**Di ruang bawah tanah yang gelap...**

Damian berdiri di depan layar besar, melihat data yang dikumpulkan oleh *Iron Roses*. Sebuah senyum muncul di wajahnya. "Jadi mereka berhasil mengambil data. Tapi ini justru mempermudah rencanaku. Mereka tidak tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi."

Dia menatap sosok di sampingnya, yang tampak penuh wibawa. "Kini kita bisa membuat rencana baru. Kita akan menyerang mereka di tempat yang paling lemah. *Iron Roses* akan tumbang sebelum mereka tahu apa yang menghantui mereka."

Sosok itu mengangguk, wajahnya tenang dan penuh perhitungan. "Saya setuju. Kita harus memanfaatkan setiap kesempatan. Kekuatan kita tidak akan terhenti sampai kita mencapai tujuan kita."

Damian mengangkat tangannya, menunjukkan ke layar yang menampilkan wajah Aveline dan anggotanya. "Mereka pikir mereka bisa menghentikanku. Tapi, tidak ada yang bisa menghentikan keinginanku. Kekuatan pikiran adalah segalanya, dan aku akan merebut kembali kendali yang hilang."

Dengan tekad baru, Damian bersiap untuk rencana berikutnya, mengetahui bahwa pertempuran belum berakhir. Dia tahu, perang ini baru saja dimulai.


Load failed, please RETRY

Wöchentlicher Energiestatus

Rank -- Power- Rangliste
Stone -- Power- Stein

Stapelfreischaltung von Kapiteln

Inhaltsverzeichnis

Anzeigeoptionen

Hintergrund

Schriftart

Größe

Kapitel-Kommentare

Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C11
Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
  • Qualität des Schreibens
  • Veröffentlichungsstabilität
  • Geschichtenentwicklung
  • Charakter-Design
  • Welthintergrund

Die Gesamtpunktzahl 0.0

Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
Stimmen Sie mit Powerstein ab
Rank NR.-- Macht-Rangliste
Stone -- Power-Stein
Unangemessene Inhalte melden
error Tipp

Missbrauch melden

Kommentare zu Absätzen

Einloggen