"Apa kamu akan bermalam di sini, Shiina-san?"
"Jika diperbolehkan."
"Itu … Berarti kamu mau?"
"Aku juga tidak punya pilihan lain."
Jika orang lain dihadapkan situasi Shin saat ini, mungkin dia akan senang dan melompat-lompat karena dia akan tinggal bersama seorang gadis cantik seperti Shiina. Namun menurut Shin, ini akan jauh lebih merepotkan.
"Apa kamu tidak menghubungi orang tuamu terlebih dahulu?" Tanya Shin.
"Orang tuaku … Mereka tidak akan peduli saat ini. Akan lebih baik menghubungi mereka besok." Shiina terlihat sedikit murung ketika membicarakan tentang orang tuanya.
Shin tidak mau membahas lebih lanjut tentang keluarga Shiina, yang sepertinya Shiina dan kedua orang tuanya memiliki hubungan yang cukup rumit, jadi lebih baik tak membahasnya lagi dan membiarkan Shiina bermalam di Apartemennya.
"Ada kamar satu lagi, gunakan itu saja. Di sana juga sudah ada kamar mandinya. Kalau mau, gunakan saja bajuku."
"Maaf telah merepotkanmu."
"Tidak, tidak. Santai saja."
"Sebagai balas budi, aku akan menyiapkan makan malam nanti. Jadi bisa pinjamkan dapurmu?"
"Tentu saja. Lagipula, aku sangat jarang menggunakannya. Jujur saja, aku sama sekali tidak bisa memasak. Syukurlah kalau ada yang mau memasakkan makanan untukku, jadi malam ini aku tidak makan Ramen Instan lagi."
"Jadi selama ini kamu makan Ramen Instan terus-menerus? Pantas saja banyak bungkus makanan tidak sehat."
"Ya, mau bagaimana lagi kan?"
"Jika begitu, serahkan urusan makan kepadaku. Aku akan memasak makanan sehat untuk perutmu." Shiina tersenyum kecil dengan percaya diri, dan aura Tenshi-sama miliknya keluar menutupi pandangan Shin.
'Ini terlalu menyilaukan. Suci! Sangat suci sekali!'
Shiina melihat jam di dinding yang menunjukkan pukul 7, lalu dia mengambil tasnya dan berkata. "Kalau begitu, aku akan mandi terlebih dahulu sebelum memasak. Kamarnya di sebelas sini kan?"
"Ya. Tepat di sebelah kamarku."
"Baik."
"Aku akan membawakan baju ganti."
"Terima kasih, dan maaf karena telah merepotkanmu."
"Tenang saja. Oh, iya, jangan lupakan pulpenku. Jangan ragu-ragu untuk menusuk mataku kalau aku berbuat sesuatu kepadamu."
"Iya. Aku tidak akan ragu-ragu kok kalau kamu mengintip aku yang sedang mandi."
"..." Shin terdiam, menatap Shiina yang sudah masuk ke dalam kamar. Tanpa sadar dia memegang sebelah matanya dan membayangkan dirinya ditusuk oleh pulpen miliknya sendiri. "Aku harus berhati-hati dengan kata-kataku."
Mata Shin melihat jam dinding, lalu dia juga mengambil tasnya. "Aku juga harus mandi. Tubuhku agak bau setelah bersih-bersih tadi." Gumamnya sambil berjalan menuju kamarnya.
Shin meletakkan tasnya, membuka lemari bajunya. Tidak banyak bajunya, tapi setidaknya dia bisa meminjamkan baju miliknya ke Shiina. Atasannya baju biasa dan bonus jaket tebal jika sewaktu-waktu Shiina kedinginan, bawahannya celana panjang.
Shin membawa baju itu ke kamar Shiina, tapi sebelum itu dia harus mengetuk pintu terlebih dahulu.
*TOK*
*TOK*
*TOK*
"Shiina-san, aku membawamu baju ganti!" Shin agak meninggikan suaranya agar Shiina yang berada di dalam bisa mendengar, siapa tahu Shiina saat ini sudah mandi.
"Ya! Letakkan saja di depan kamar, Sasaki-san!"
"Baiklah." Tampaknya benar, Shiina sudah berada di kamar mandi. Shin meletakkan baju itu di depan pintu dan kembali ke kamarnya.
***
"Huuufffh …" Shin keluar dari kamar mandi. Waktunya mandi hanya membutuhkan kurang lebih 10 menit. Itu cepat, tapi tubuhnya bersih dan wangi dari sabun yang dia gunakan.
Setelah mengenakan pakaian, Shin keluar dari kamarnya dan menuju ruang tamu untuk menonton Acara di Televisi. Sepertinya Shiina masih mandi saat ini, sudah wajar karena Shiina adalah seorang gadis, terlebih lagi gadis cantik.
Biasanya seorang gadis membutuhkan waktu lebih lama untuk membersihkan diri mereka di kamar mandi, begitu pun dengan Ibu Shin. Bagaimanapun juga gadis cantik harus tetap membuat diri mereka tetap cantik.
30 menit kemudian, Shiina sudah keluar dari kamarnya dan mengenakan pakaian yang Shin pinjamkan. Padahal itu hanya pakaian biasa, tapi ketika dikenakan oleh Shiina rasanya pakaian itu bukan seperti pakaian biasa.
"Aku akan memasak." Cuma itu yang Shiina katakan. Shin juga mengangguk sebagai jawaban dan kembali fokus menonton Televisi.
Shiina pergi ke arah dapur, tapi beberapa menit kemudian dia kembali ke ruang tamu untuk menemui Shin yang masih menonton Televisi dengan santai.
"Di dapur sama sekali tidak ada bahan-bahan makanan." Shiina memijat keningnya dan bertanya-tanya apa yang dimakan Shin setiap hari kalau bahan makanan saja tidak ada, tapi dia baru ingat kalau Shin sudah menjelaskannya tadi.
"Ah, aku baru ingat. Salahku. Nah, biar aku yang membelinya. Kebetulan ada Supermarket di dekat sini."
"Aku juga ikut sekalian mau membeli sesuatu."
"Oke."
Kemudian, mereka berdua keluar dari Apartemen. Shin tidak lupa mengunci pintu sebelum pergi dari Apartemennya bersama Shiina menuju Supermarket terdekat.
Mereka berjalan bersama, mungkin ada beberapa orang yang mereka lewati menganggap mereka sebagai sepasang kekasih. Namun melihat Shin, bagi mereka tidak mungkin laki-laki yang biasa saja mendapatkan seorang gadis cantik seperti Shiina.
Tatapan iri dan amarah bisa Shin ketahui bahkan tanpa melihatnya, karena dia sudah terbiasa merasakannya di sekolah. Karena sudah terbiasa, dia tidak terlalu terganggu oleh tatapan-tatapan tak menyenangkan itu.
Jalanan menjadi sepi setelah melewati sekitaran Apartemen. Mungkin Shin bilang kalau Supermarketnya dekat, tapi membutuhkan perjalan waktu sekitar 30 menit untuk sampai. Jelas-jelas itu lumayan jauh.
Tiba-tiba ada lima orang yang berjalan mendekati mereka berdua, Shin cuma bisa mengabaikan mereka saja, apalagi tatapan penuh nafsu yang agak mengganggunya itu di arahkan ke Shiina seorang. Dia berjalan melewati mereka, tidak dihentikan oleh mereka.
Namun, dia tak mendengar langkah kaki di sebelah, berarti cuma Shiina yang dihentikan. Langkah kaki Shin berhenti, melirik kebelakang dimana saat ini kelima pria itu sedang mengganggu Shiina.
Shin menatap dingin, merasa tak nyaman melihat pemandangan menjijikkan itu.
"Kakak-kakak sekalian, bisakah berikan aku dan pacarku untuk pergi sebentar?" Shin mengatakannya dengan nada ramah, terselip nada dingin dan amarah yang begitu besar.
"Oh, ini pacarmu. Bolehkah kami meminjamnya sebentar saja? Kami akan membuatnya menjadi senang sepanjang … malam ini."
Shin meraih tangan Shiina, lalu menyadari bahwa Shiina bergetar ketakutan saat ini. Tangannya sehalus sutra, kini gemetar ketakutan, dirinya yang sesuci Tenshi-sama, kini rapuh layaknya gadis kecil.
"Maafkan aku, tapi ini pacarku."
"Heh. Sombong sekali. Biarkan kami bermain dengannya sebentar saja, SIALAN!" Pria itu menggunakan botol di tangannya, menghantamkan botol kaca ke arah Shin.
*BANG*
Botol kaca itu pecah menjadi kepingan kaca yang berserakan ke tanah ketika mengenai kepala Shin. Semua orang kaget, bahkan teman-teman pria itu kaget melihat hal gila yang dilakukan pria tersebut.
Namun, tidak ada sama sekali bekas lupa di wajah maupun kepalanya seolah-olah serangan itu tak mengenainya sama sekali. Wajah Shin hanya menunduk ke bawah, tak menampakkan jelas ekspresinya, tapi …
Shin menyeringai senang, matanya menatap kelima pria itu seolah-olah mereka adalah mangsanya.
"Menarik." Hanya satu kata itu yang Shin ucapkan sebelum tangannya ditarik dan didorong ke arah pria tadi.
*BAM*
Pria tadi melayang ke belakang, menabrak pagar keras di belakangnya dengan kuatnya. Mengejutkan semua orang, tapi yang membuat mereka lebih kaget lagi bahwa pria itu tak sadarkan diri saking kuatnya pukulan Shin.
"K - Kau ..!" Empat pria itu kaget dan ingin menyerang balik Shin meskipun awalnya semua ini salah temannya yang bodoh.
Ketika ingin melawan, sesuatu yang kuat dan menekan membuat mereka pingsan dalam sekejap. Entah apa itu, tapi sesuatu itu semacam energi tak kasat mata, tubuh mereka yang lemah hanya bisa pasrah termakan energi yang mendominasi itu.
"A - Apa yang terjadi?" Shiina tak bergerak dari tempatnya, hanya bisa melihat kejadian tadi dengan tatapan terkejut.
"Di sini banyak yang menggangu. Ayo pergi, Shiina-san."
Kedua orang itu pergi seolah-olah tak ada yang terjadi. Bagi Shiina, ini pertama kalinya dia melihat kejadian aneh semacam itu, dan … Shin adalah penyebabnya, meski tidak semuanya. Untungnya Shin bisa menyelamatkan, membuatnya lega sekaligus bertanya-tanya.
'Siapa Shin?'
***
Akhirnya setelah perjalanan panjang dan menegangkan, mereka sampai di Supermarket untuk membeli segala kebutuhan makanan yang ingin dimasak oleh Shiina.
Mereka masuk ke dalam dan melihat kalau ada beberapa orang yang juga membeli di sini. Shiina bertugas membeli bahan makanan dan Shin cuma menjadi pengikutnya saja sekaligus yang membawakannya.
Tapi tak terduga, Shin malah bertemu temannya saat ini secara kebetulan.
Teman baiknya. Dia adalah Shirogane Miyuki, yang juga terkejut menyadari keberadaan Shin, tapi dia lebih terkejut dengan gadis lainnya yang bersama Shin saat ini. Tatapannya seolah bertanya siapa gadis itu, tapi Shin memalingkan wajahnya seolah tidak mengenalnya.
Shirogane mendekati Shin dan mencengkram kedua bahunya.
"Oi, kampret! Kali ini, siapa yang kau bawa!?!"