Semburat jingga di ujung barat sana telah nampak dengan indahnya. Sekolah mulai sepi tanpa suara. Hanya menyisakan beberapa siswa yang masih setia sampai gelapnya malam datang.
Rania yang baru saja pulang karena ada rapat osis sedang menunggu datangnya angkot. Namun sudah hampir lima belas menit angkot tak kunjung datang. Karena hari yang mulai gelap, ia memutuskan untuk berjalan kaki sambil menunggu angkot yang lewat. Telah hampir setengah perjalanan, namun tak satu pun kendaraan umum yang lewat. Hari semakin gelap karena siang telah berganti menjadi malam. Rania bingung, tak ada satu pun taksi, angkot, bus, ataupun ojeg yang melewatinya. Ia mulai gelisah dan berusaha menghubungi kakaknya namun sayang baterai handphone nya telah habis. Rania pun kembali memutuskan berjalan.
Saat berjalan di bawah cahaya bulan, dua orang preman menghentikan langkahnya. Sudah dapat ia duga, pasti hal buruk ini akan terjadi karena jalan yang ia lewati sangat lah sepi.
Preman itu mulai mendekat ke arah Rania. Sementara Rania hanya bisa memundurkan langkahnya dengan perasaan takut sambil berteriak meminta pertolongan. Preman itu semakin tersenyum sinis karena sekeras apapun Rania berteriak hasilnya pasti akan nihil.
Saat akan berlari untuk menyelamatkan diri, tiba-tiba sebuah motor hitam datang. Dan Rania cukup terkejut karena pengendara motor itu adalah sang pemilik permen yang ia sita. Yah. Dia adalah Ali. Dia menyuruh Rania untuk tetap berada di belakangnya. Karena tak ada cara lain untuk mengusir kedua preman itu, maka Ali pun mulai melakukan kekerasan dan perkelahian pun terjadi. Beberapa pukulan mendarat di pipi Ali, namun itu tak membuatnya menyerah sampai kedua preman itu dapat ia lumpuhkan dengan cepat.
"lo gak papa kan? " tanya Ali setelah mengusir para penjahat itu dengan napas yang masih belum teratur.
"gak papa" jawab Rania singkat sambil berusaha menenangkan pikiran karena takut.
"lagian lo kenapa di sini jam segini? Jalanan ini sepi tahu gak. Kalau misalkan gue gak lewat, gue gak tahu apa yang bakal terjadi sama lo" omel Ali
"ya udah sih, lo tuh kalau nolongin yang ikhlas dong. Gue kan gak tahu bakal ada preman" ucap Rania kesal
"heh, cewek kelapa, kalau misalnya gue gak ikhlas, mending sekalian gak usah nolongin lo"
"cewek kelapa? Maksud lo apa? "
"iyah. Lo tuh cewek keras kepala"
"dasar cowok tengil"
"tuhh kan. Gue udah tolongin sampe babak belur gini malah dikatain tengil lagi. Udahlah gue cabut aja" saat akan menaiki motornya, tiba-tiba Rania memegang tangan Ali dengan wajah memelas. Seakan mengerti dengan apa yang dipikiran Rania, Ali pun menghembuskan napasnya kasar.
"apa? " tanya Ali malas
"gue nebeng yah. Plisss.... " pinta Rania dengan kedua tangan yang disatukan di depan mulutnya.
"enggak" tolak Ali
"yah lo tega banget sih sama gue. Nanti kalau ada preman lagi gimana? "
"ya bodo amat"
"dasar cowok tengil. Gini aja deh, kalau lo ngijinin gue nebeng sama lo, lo boleh minta apa aja sama gue. Oke" ucap Rania sambil mengangkat-angkat kedua alisnya
Ali sedikit berpikir. Sesekali ia melihat ke arah Rania dengan wajah memelasnya. Akhirnya ia pun menyerah.
"oke" ucap Ali
"serius? " tanya Rania dengan girangnya
"udah naik cepet"
Karena tak ingin menyia-nyiakan kesempatan emas ini, Rania pun naik motor hitam milik Ali dengan cepat.
Penderitaan Rania nyatanya belum berakhir karena ia dibuat sakit jantung akibat kecepatan motor yang diatas rata-rata bak menantang maut. Di sepanjang jalan Rania terus memegangi dadanya karena jantungnya serasa menghilang dari tempatnya.
Seakan tak cukup sampai di situ, Tuhan kembali membuat anggota tubuhnya yang lain ikut menghilang juga. Jika tadi Jantungnya, maka kali ini kedua paru-parunya yang juga ikut musnah akibat segerombolan anak-anak geng motor yang mengejar mereka. Kecepatan motor Ali semakin cepat agar menghindari mereka. Sesekali terdengar oleh Rania, Ali memekik kaget karena beberapa dari mereka menghalangi jalan sehingga membuat posisi Rania dan Ali terkepung.
"mereka siapa sih? " tanya Rania di tengah suasana yang panik ini.
"mereka anak geng motor" jawab Ali yang sedikit mengeraskan suaranya agar terdengar karena bising dari motor-motor di sekiling mereka sangat nyaring.
"terus kita harus gimana?" tanya Rania semakin panik dengan nada yang hampir menangis saat ada beberapa dari mereka yang berhasil menganggu Rania dengan sengaja menyentuhnya.
Ali yang melihat itu langsung merasa geram. Ia kemudian melihat situasi agar bisa kabur dari kepungan geng sialan ini.
"lo pegangan yang kenceng! " perintah Ali yang membuat Rania langsung memegang pinggang Ali yang seperti memeluk itu tanpa penolakan.
Tanpa diduga, Ali melakukan jumping di motornya yang membuat motor-motor di depannya mau tak mau harus menyingkir. Dengan kesempatan itu, Ali bisa kabur dari kepungan dengan kecepatan sangat tinggi. Mereka semua seakan sedang balapan di sircuit tanpa memedulikan keselamatan karena mengabaikan fakta jika saat ini mereka sedang berada di jalanan. Ali baru bisa menghentikan motornya setelah melihat ada kantor polisi yang menjadi sumber keberuntungannya hari ini.
"lo gila ya! lo mau bunuh gue? " tanya Rania dengan garangnya dengan napas yang masih terengah setelah mereka berdua turun dari motor
"lebih baik kita mati kecelakaan dari pada mati di tangan mereka " jawab Ali
"gak ada baiknya tau gak. Lagian lo kira jalanan ini punya nenek moyang lo apa, maen kebut-kebutan aja seenaknya. Lo kira ini sircuit" omel Rania yang tiada hentinya
"ya udah lah, lagian tadi keadaannya darurat"
"jantung gue udah mau copot tau gak, gue kira ini hari terakhir gue" ucap Rania sambil memegangi dadanya pelan
"lebay lo" ucap Ali kemudian berjalan pergi. Namun dengan cepat, Rania menghentikannya. "eh eh lo mau kemana? " tanya Rania
"mau makan. Gue laper. lo emangnya gak laper? " tanya Ali
"laper sih" jawab Rania sambil mengangguk pelan dengan bibir yang mengerucut ke depan lucu.
"ya udah yuk makan" ajak Ali ke tempat nasi goreng yang tidak jauh dari sana.
"bang, pesen dua porsi ya" ucap Ali pada sang penjual sebelum ia duduk di sebelah Rania.
Baru saja Ali duduk. Ia telah dibuat bingung dengan Rania yang mengangkat tangannya seakan memberi salam. Ali mengerutkan keningnya dan bertanya. "apa? "
Rania menghembuskan napasnya kasar. Ia terlihat kesal. "nama gue Rania. Kita kan belum kenalan. " ucapnya kemudian
Ali hanya merespon dengann hanya berkata oh tanpa berkata siapa namanya walaupun sebenarnya Rania telah tahu karena terlihat jelas dalam nametag di bajunya. Ini hanya formalitas saja.
"nama lo Ali ya? " tanya Rania memastikan. Dan lagi, Ali hanya menganggukan kepala sebagai respon sehingga membuat Rania sedikit merasa kesal.
"gue boleh pinjem handphone lo? " tanya lagi Rania
"buat apa? " Ali balik bertanya
"gue mau ngehubungin kakak gue. Ini udah malem. takut keluarga gue nyariin. "
Tanpa berpikir panjang, Ali mengelurkan handphone. "nihh, tapi mati hp nyaa" celetuk Ali tanpa rasa bersalah sehingga membuat Rania merasa kesal.
Sungguh demi apapun. Rania sangat menyesali hari ini kenapa ia bisa bertemu orang semenyebalkan dia.
"lo tenang aja, lo jadi tanggung jawab gue hari ini" ucapan Ali yang terdengar sangat tulus entah kenapa membuat Rania terharu. Perhatian dan kata-kata kecil yang tidak seberapa membuat Rania merasa dihargai.
.
.
.
.
.
.
.
Jangan lupa tinggalkan jejak ya!!