App herunterladen
9.67% JASMINE! / Chapter 3: Jadwal Piket

Kapitel 3: Jadwal Piket

"Btw, lo tau kan, kalo J di nama gue dibaca Y?"

"Tau, kok. Biar beda aja dari yang lain, kayak panggilan sayang gitu, loh."

'Najis.' Jasmine kontan melotot dan mulai tertawa hambar mendengar ucapan yang menusuk telinganya tersebut. Ia lantas mengangguk-angguk dan menatap geli Romeo yang justru ikut tersenyum sok imut di hadapannya.

"Gue mau ambil sapu, nih. Boleh ambilin, nggak?" Jasmine bertanya dengan pelan. "Atau lo minggir, deh. Gue bisa ambil sendiri, kok," lanjutnya dengan sedikit penekanan di tiga kata terakhirnya untuk meminta Romeo agar lekas menepi.

Tanpa menjawab ucapan Jasmine, Romeo langsung berbalik badan dan mengambil sapu beserta pengki di belakang pintu. Anak laki-laki itu berjalan kembali mendekat ke arah Jasmine yang masih berdiri di ambang pintu. Si gadis berambut panjang sempat melihat kelas anak tersebut yang rupanya masih kosong dan lengang tak berpenghuni selain Romeo sendiri.

"Ini, tadi gua pinjem buat piket juga," ujar Romeo seraya menjulurkan sapu dan pengki ke gadis bertubuh tinggi di hadapannya.

Jasmine tersenyum hambar dengan singkat dan menerimanya. "Makasih," ujarnya, langsung berbalik badan dan meninggalkan kelas itu begitu saja.

"Makasih ya, Mine!" teriak Romeo, menyebut nama belakang Jasmine dengan kata dalam Bahasa Inggris.

Mendengar teriakan Romeo, Jasmine hanya berdecak dan terus melanjutkan jalannya. Dalam hati ia merasa kesal karena tahu Romeo tak memiliki jadwal piket hari ini, mengingat dulu ia pernah mengambil sapu dan pengki kelasnya di sana hanya karena Romeo mengambilnya dengan usil. Ia tahu jika sapu dan pengki kelas tersebut bahkan masih utuh, hanya saja anak laki-laki dengan rambut tebal tersebut sering meminjam sapu dari kelas Jasmine. Tanpa diberi tahu pun, anak-anak kelas tersebut sudah tahu kalau Romeo meminjam sapu dan pengki hanya untuk memancing Jasmine agar mengambilnya.

Kini, Jasmine langsung memasuki kelas dan mulai menjalankan piketnya. Dengan Cindy yang telah duduk di bangku dan memainkan ponsel. Tak lama kemudian, teman yang juga sama memiliki jadwal piket pun datang dan membantu Jasmine menyelesaikan piket kelas. Cindy sendiri terlihat mengerutkan kening menatap layar ponsel dan langsung membanting ponselnya ke meja, membuat Rachel yang tengah tidur terkejut dan langsung menoleh ke arahnya. Teman yang piket bersama Jasmine pun sama terkejutnya, namun tidak dengan Jasmine sendiri. Gadis itu sudah cukup terbiasa dengan tingkah Cindy yang sering tiba-tiba membuat kaget.

"Sialan lo, Cin!" teriak Rachel, kesal karena Cindy yang kini beranjak meninggalkan kelas sempat membuatnya terbangun dari tidur yang nyenyak.

Usai menyelesaikan piket kelas, Jasmine langsung berjalan keluar dan menuju ke toilet. Ia ingin mencuci tangan dan wajahnya usai membersihkan kelas.

Gadis itu berjalan sendirian melewati koridor-koridor kelas untuk sampai di toilet siswa perempuan. Gadis dengan rambut panjang nan tubuh tinggi ramping tersebut sempat menoleh ke lapangan yang mulai dipenuhi anak-anak futsal yang tengah bermain dengan seragamnya. Jasmine tersenyum melihat bagaimana anak-anak tersebut sangat semangat dan dengan lincahnya menggiring bola di pagi yang cukup hangat tersebut.

"Udah rame aja," gumam Jasmine, mulai melanjutkan jalannya dan melihat koridor yang mulai ramai oleh anak-anak yang baru datang.

Jasmine pun langsung berbelok dan masuk ke dalam toilet. Ia langsung menuju ke wastafel dan mencuci tangannya, lalu dilanjutkan membasuh wajah dengan lembut. Tak ada make up apa pun yang bisa luntur dari wajahnya, karena memang peraturan sekolah mengatakan jika siswi-siswi sekolah tersebut tak diperkenankan memakai riasan yang berlebih di sekolah. Sekalipun make up tipis yang natural tidak dipermasalahkan, Jasmine tetap tak pernah mengenakan make up apa pun untuk pergi ke sekolah. Gadis itu tak mau jika harus berurusan dengan waka kesiswaan dan juga ketua OSIS.

Usai dari toilet, si gadis dengan rambut panjang langsung keluar dan kembali berjalan menuju ke kelasnya. Di perjalanan ia sempat melihat Cindy, teman baiknya yang tengah berdiri di tepian lapangan dengan seorang anak laki-laki. Jasmine mendengkus pelan dan menggeleng, tak tahu lagi harus bagaimana agar teman baiknya tersebut lekas menjadi gadis baik yang hanya menjalin hubungan dengan satu anak laki-laki saja.

"Yash!" teriak seseorang membuat Jasmine menoleh kembali ke depan.

Jasmine langsung tersenyum manis dan menyapa seorang teman yang tengah berlari ke arahnya tersebut.

Satu lagi teman baik Jasmine, yaitu Kirana. Mereka bertiga berteman baik, begitu juga dengan Cindy. Memiliki sifat yang berbeda-beda tak membuat ketiganya lantas saling pergi untuk mencari kenyamanan pertemanan lain. Meskipun dengan sifat yang berbeda dan pertengkaran yang kerap terjadi karena hal itu, mereka tetap menjadi teman baik dan saling menyayangi satu sama lain.

"Baru dateng, lo?" tanya Jasmine dengan senyum yang meledek.

Kirana berdecih dan tersenyum lebar. "Ini juga masih pagi kali, Yash," ujarnya dengan mulai menggandeng lengan Jasmine dan berjalan bersamanya.

"Gimana kencan lo kemaren? Lancar?" tanya Jasmine, membuka topik lain.

Kirana justru langsung melepas lengan Jasmine dan menghela napas berat. Ia juga menghentikan langkahnya, membuat Jasmine pun ikut berhenti. "Kenapa?" tanya Jasmine dengan raut wajah khawatir.

"Lancar, sih." Kirana menatap Jasmine dengan ekor matanya yang lesu. "Tapi, si dakjal Vino dateng," lanjutnya dengan menggeleng kuat, kesal karena mengingat kencannya yang dikacaukan oleh kakak laki-lakinya sendiri.

Jasmine tertawa pelan dan menepuk pelan puncak rambut Kirana, hingga gadis dengan tinggi yang tak jauh berbeda darinya tersebut kini tampak seperti kucing yang menggemaskan. Lantas ia tarik kembali tangan Kirana dan membawanya berjalan. Karena memang tak berada di kelas yang sama dengan Jasmine dan juga Cindy, Kirana pun tetap akan berpisah sekalipun berjalan bersama Jasmine.

Kirana bertanya apakah Jasmine ingin membeli sesuatu di kantin, dan gadis itu mengangguk dengan cepat. Kirana si gadis dengan rambut panjang ikal gantung itu tersenyum dan langsung menarik Jasmine begitu saja untuk diajaknya menuju kantin. Namun, belum sampai mereka di area kantin, sebuah bola melayang cepat menuju ke arah mereka dan menabrak tembok di samping Kirana usai bola itu melayang melewati udara di depan mereka.

"Buset!" Kirana terdiam saking terkejutnya oleh si bola. Ia langsung memegang dadanya dan menghela napas pelan untuk mengatur detak jantungnya yang sudah berdegup dengan sangat kencang.

"Lo nggak apa-apa?"

"Lo nggak apa-apa?"

Mendengar ucapannya dibarengi oleh seseorang, Jasmine pun langsung menoleh ke belakang dan mendapati seseorang berdiri tepat di sana. Gadis dengan rambut panjang lurus itu terkejut oleh kedatangan anak laki-laki yang tengah berdiri dengan perasaan bersalahnya.

Kirana langsung melotot ke arah anak laki-laki dengan badge merah di lengan kirinya, yang mana menandakan bahwa ia adalah siswa kelas akhir di sekolah tersebut.

"Lo kira-kira dong, kalo main bola!" semprot Kirana dengan keras.

"Bener! Harusnya lo hati-hati, dong! Kalo kena Jasmine gimana?!"

*****

Kamar Tukang Halu, 17 April 2022


Load failed, please RETRY

Wöchentlicher Energiestatus

Rank -- Power- Rangliste
Stone -- Power- Stein

Stapelfreischaltung von Kapiteln

Inhaltsverzeichnis

Anzeigeoptionen

Hintergrund

Schriftart

Größe

Kapitel-Kommentare

Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C3
Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
  • Qualität des Schreibens
  • Veröffentlichungsstabilität
  • Geschichtenentwicklung
  • Charakter-Design
  • Welthintergrund

Die Gesamtpunktzahl 0.0

Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
Stimmen Sie mit Powerstein ab
Rank NR.-- Macht-Rangliste
Stone -- Power-Stein
Unangemessene Inhalte melden
error Tipp

Missbrauch melden

Kommentare zu Absätzen

Einloggen