App herunterladen
38.46% Penyesalan Seorang Istri / Chapter 5: Seandainya saja...

Kapitel 5: Seandainya saja...

Diri ku kini menjadi serba tidak menentu diantara dosa dan juga harga diriku untuk membuktikan semua tuduhan yang terlalu jahat untuk ku.

" Ayah .. Ibu... Letta mohon, tolong dengarkan suara Letta sekali ini saja, karena Letta memang tidak melakukan semua yang Ayah dan Ibu tuduhkan, jangankan punya pacar Bu... untuk mempunyai teman saja Letta sangat takut, harus bagaimana lagi Letta mengatakan yang sebenarnya kepada Ayah dan Ibu... ". dengan mata yang terus menahan tangis dan bibir yang terus gemetar, aku mencoba meminta pengertian dari Ayah dan Ibu.

" Apakah sejahat itu kedua orangtuamu sehingga kamu bisa berkata kamu takut memiliki teman !! HAH... !!"

Dengan suara yang terdengar serak karena menangis, Ibu pun masih saja ingin memarahi ku.

Sungguh didalam hati kecil ini, ingin sekali rasanya saat ini aku beranjak dari tempat ini, meninggalkan mereka berdua yang masih terus mencoba bertahan untuk menghakimi diriku.

Namun aku tahu semua itu tidaklah mungkin aku lakukan karena keinginan ku yang terbesar saat ini adalah benar-benar pergi keluar dari rumah ini.

aku ingin segera angkat kaki dari rumah yang kurasakan sudah seperti neraka ini.

Karena aku merasa sudah tidak ada lagi tempat untuk diriku bernapas dan merasakan hidup dalam kebebasan. Aku sudah sangat lelah dengan semua tekanan yang selalu di jadikan alasan untuk aku bisa memahami arti sebuah kata " Dosa ".

" Bu... kenapa marah marah, Julian mau tidur nih... !"

Tiba-tiba suara adik laki-laki ku terdengar dari balik gorden pembatas antara ruang tamu ini dengan ruang tengah tempat dimana kami bisa makan bersama-sama. Aku menjadi sedikit tersenyum melihatnya karena Setidaknya aku merasa terbantu dengan adanya suara teguran kecil kepada Ayah dan Ibu.

" Sudahlah Bu, sudah malam nanti kamu malah jadi sakit darah tinggi jika kamu terus-terusan marah sama anak yang tidak tahu diri ini ".

ucap Ayah sambil memeluk Ibu untuk menjauhi ku, Ayah dan Ibu pun akhirnya berjalan masuk kedalam kamar meninggalkan diriku yang masih berdiri terpaku diam seribu bahasa. Jujur saja jika aku punya keberanian yang sangat besar aku pasti tidak akan mengalami hal yang lucu seperti ini. Karena aku pasti sudah pergi bebas menikmati indahnya bintang-bintang di langit dan tidak perduli lagi dengan wajah Ibu yang akan menangis di hadapan ku dan juga tatapan mata Ayah yang sinis kepadaku.

" Kak , Ayo masuk ...! udahlaaah... jangan dimasukin dalam hati, anggap saja itu penyemangat agar kita bisa masuk kedalam surga he he he he...".

Kata-kata Julian menyadarkan lamunanku, dia pun membantu ku menutup pintu setelah itu dia mengambil buku-buku ku yang sedari tadi dalam pelukan ku lalu Aku berjalan di belakang Julian karena dia membantu ku membawakan buku-buku ku.

" Julian, terimakasih", ucapku kepadanya.

" Sudahlah, aku berharap kakak besok pagi bangun dengan wajah yang berseri-seri karena sudah melupakan apa yang telah terjadi dimalam ini".

Dengan senyuman yang terlihat hangat Julian berkata kepada ku, meskipun dia baru berumur 16 tahun tapi kedewasaan dan cara berpikirnya sudah melebihi Ayah dan Ibu. Setidaknya kata-kata Julian sedikit membuat ku tersenyum untuk yang kedua kalinya dimalam ini. Meskipun aku tahu jika aku tidak mungkin bisa melupakan semua kejadian ini namun aku harus tetap tersenyum dan menjawab kata-kata Julian.

" Sudah sana tidur ! jangan lupa berdoa ya sebelum tidur !" ucap ku sambil mendorong nya keluar dari kamar ku.

" Kakak juga ya.. !" balasnya sambil keluar dari kamar ku dan tak lupa dia pun menutup pintu kamar ku.

Ku baringkan tubuh ku langsung diatas kasur yang ku beli dari hasil gajiku ini. Jika tidak ada kejadian tadi, biasanya sebelum membaringkan tubuhku di atas kasur ini, aku harus membersihkan badan ku terlebih dahulu karena aku sangat sayang sekali dengan kasur ini aku tidak mau kasur ku ini menjadi kotor ataupun bau karena tubuhku yang berkeringat dan berdebu, namun kali ini aku benar-benar sudah malas dan lelah sekali, bukan lelah karena pekerjaan ku dihari ini melainkan lelah sudah batin ini rasanya karena harus selalu menahan kekesalan dan amarah yang tidak bisa aku keluarkan.

Aku tidak pernah tahu sampai kapan Ayah dan Ibu memperlakukan diriku ini seperti ini, apakah aku ini memang tidak boleh bebas atau aku tidak boleh merasakan arti kedewasaan seorang anak yang tahun ini usiaku sudah hampir 20 tahun dan itu bukanlah umur yang bisa dikatakan remaja lagi melainkan diriku ini memang sudah harus bisa hidup mandiri. Aku ini sudah bekerja dan kuliah ku hasilnya juga tidak sia-sia, Tetapi mengapa Ayah dan Ibu masih mengekang ku ?! aku benar-benar sudah tidak bisa berfikir lagi. Sesungguhnya masalah ku dengan Hansen itu tadi hanyalah masalah sepele karena aku menerima ajakan Hansen untuk berbincang-bincang sebentar dengannya, tetapi dimata Ayah aku ini seperti sedang melakukan Zina saja, sehingga segala tuduhan terhadap Hansen pun diucapkan oleh Ayah dan Ibu. Sungguh kasihan sekali bila aku mengingat Hansen karena hidupnya kini akan menjadi sial karena telah bertemu dengan diriku.

" Aaaaah.... Tuhan, KENAPAA.... !! kenapa hidupku bisa sesial ini ?! sampai kapan Tuhan.... sampai kapaaaan !!" teriak ku dalam hati.

Tidak ada lagi air mata yang akan keluar dari kedua mata ku ini, karena yang ada kini, tubuhku terasa seperti sedang di masak di atas tungku api, darah ku memanas dan kepalaku ini rasanya mau pecah karena aku ingin sekali teriak untuk mengatakan jika aku ingin sekali bebas dan lepas !.

Waktu pun terus bergulir namun mata ini tidak bisa terpejam juga, bukan karena tubuhku masih belum mandi ataupun karena masih bau keringat tetapi aku takut akan pagi hari ini, aku takut apa yang akan terjadi lagi pada diriku dan juga kesialan apa yang akan Hansen hadapi hari ini karena kelakuan Ayah dan Ibu ku. Aku sangat yakin sekali jika Hansen tidak akan mudah begitu saja di lupakan oleh Ayah dan Ibu ku.

" Kak.... kakak ! tok.... tok.... tok !"

suara panggilan dan suara ketukan pintu mulai terdengar di telingaku, itu adalah tanda jika aku sudah harus bangun pagi.

" Tok... tok.... tok.. ! kak Letta... bangun kak...!".

Suara adik bungsuku Laurent terdengar sangat lembut, membuat ku diriku ini sedikit berarti di dalam keluarga ini.

" Iyaa... kakak sudah bangun !" sahut ku menjawab panggilannya.

Bagaimana aku harus terbangun dari tidur jika untuk memejamkan mata ini saja aku sudah tidak bisa meskipun aku sudah berusaha walaupun itu hanya sebentar saja.

Jujur hati ku saat ini mulai berdebar-debar, tangan ku mulai terasa kaku dan rasanya tidak bisa untuk meraih gagang pintu kamarku ini.

----->

Teman teman pembaca ku tersayang, saya mohon kepada kalian semua yang menyukai isi cerita ini, tolong bantu saya dengan Vote nya dan juga reviews nya,

agar saya semakin semangat untuk menulis cerita lagi ....

Tidak lupa saya mengucapkan terimakasih

kepada kalian semua, Terima kasih untuk semuanya salam hormat dari Saya,

Chand.

NB :

Instagram : @Divanandadewi

Facebook : @Chandrawati2019


Load failed, please RETRY

Wöchentlicher Energiestatus

Rank -- Power- Rangliste
Stone -- Power- Stein

Stapelfreischaltung von Kapiteln

Inhaltsverzeichnis

Anzeigeoptionen

Hintergrund

Schriftart

Größe

Kapitel-Kommentare

Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C5
Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
  • Qualität des Schreibens
  • Veröffentlichungsstabilität
  • Geschichtenentwicklung
  • Charakter-Design
  • Welthintergrund

Die Gesamtpunktzahl 0.0

Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
Stimmen Sie mit Powerstein ab
Rank NR.-- Macht-Rangliste
Stone -- Power-Stein
Unangemessene Inhalte melden
error Tipp

Missbrauch melden

Kommentare zu Absätzen

Einloggen