App herunterladen
4.07% Terjebak CINTA CEO Posesif / Chapter 11: Ch 12 Parfume

Kapitel 11: Ch 12 Parfume

Selamat membaca

.

.

"Awh … panas kak!" teriak Helena saat Delima menempelkan handuk yang telah direndam dengan air panas ke lengan yang memar.

"Ya namanya di rendam pake air panas!" balas Delima menekan handuk itu agar hangatnya lebih diserap oleh kulit Helena.

"Kenapa gak pake air dingin aja sih?" Rengek Helena berusaha menarik tangannya, namun tidak bisa karena di sisi yang berlawanan dengan Delima ada Bastian.

Jika Helena memaksa untuk menjauhkan diri dari Delima, maka dia akan terhenti oleh Bastian yang duduk dengan tenang sambil memperhatikan tingkah Helena.

"Itu gak efektif, lebih cepat di kompres pakai air hangat," jawab Delima merendam kembali handuk ke dalam mangkuk berisi air panas.

"Tapi dulu waktu aku masih sma, memar sewaktu tanding, di kompres pakai air dingin." Balas Helena memaparkan pengalamanya yang pernah cedera saat bertanding semasa SMA. "Lagian ini bukan hangat tapi panas!" lanjut Helena Berteriak saat handuk itu kembali menempel di lengannya.

Bastian yang melihat tingkah Helena yang meledak ledak seperti anak SMA, seketika tertawa. Itu mengingatkan Bastian akan keponakannya yang masih duduk di bangku kelas 2 sma, namun gaya bicaranya sama persis seperti Helena ketika emosi.

"Jangan ketawa!" teriak Helena pula memukul Bastian secara spontan.

Yang dipukul bukannya marah, dia malah pura pura berusaha melindungi diri sambil terus tertawa. Lalu dalam sekali gerakan, Helena ditarik kedalam pelukannya.

"Tenanglah, Delima lebih berpengalaman daripada kamu!" kata bastian menepuk nepuk puncak kepala Helena.

Helena yang ada dalam dekapan bos seketika merona. Bagaimana bisa dirinya dipeluk seperti ini oleh lelaki yang bahkan pertemuan mereka bisa dihitung menggunakan jari.

Helena mencoba membebaskan dirinya, namun wajahnya malah bergesekan dengan kemeja Bastian, sehingga mengguarlah aroma dari pakaian yang digunakan oleh Bastian. Wanginya menusuk hingga sanubari terdalam.

Helena yang hendak memberontak seketika terdiam. satu kata yang terlintas di benak Helena 'Wangi'.

Kata itu seolah menghentikan semua eksistensi yang ada pada diri Helena. Memaksa dirinya untuk berhenti memberontak, dan melepaskan sensasi panas itu untuk beberapa saat.

'Wangi yang berbeda dengan Alan. Ini pasti parfum mahal!'- Batin Helena.

"Bapak pakai cologne apa?" tanya Helena tiba tiba menyembulkan kepalanya dari balik lengan Bastian.

Bastian yang mendapatkan pertanyaan tiba tiba dari Helena, mengangkat satu alisnya. Dia tidak menyangka, bukannya mengomel, gadis itu justru menanyakan cologne yang ia gunakan.

"Saya tidak menggunakan cologne," jawab Bastian melepaskan tangannya dari kepala gadis itu, tampaknya perhatian Helena telah teralihkan dari Delima yang sedang mengobatinya.

"Bukan? Tapi ini wangi," kata Helena tidak terima dengan Jawaban Bastian.

"Ah, saya menggunakan parfum by Kilian. Saya suka aromanya yang segar dan tenang," Jawab Bastian.

"Parfum By Kilian? Itu parfum mahal?" tanya Helena to the point.

"Tidak begitu mahal," Jawab Bastian sambil menggaruk tengkuknya. Pasalnya dia tidak tahu apakah menurutnya harga parfum yang biasa digunakan tidak begitu mahal bagi orang lain. Karena setiap orang punya standar mereka masing masing.

"Berapa kali lipat dibandingkan Posh men?" tanya Helena bersemangat.

Di pikiran Helena jika parfum bosnya seharga sekitar 200 ribu maka dia akan membeli parfum itu untuk dimasukkan kedalam diffuser ruangan. Aroma yang sangat menyenangkan dan sangat lembut.

Bastian mengerutkan keningnya sedikit, mengingat harga pasaran dari parfum laki laki yang cukup terkenal di Indonesia. Parfume itu juga sering memasang iklan di majalah sport atau tv.

"Mungkin sekitar seratus delapan puluh kali lebih mahal?" jawab Bastian masih ragu ragu.

"Seratus delapan puluh kali? Itu seberapa banyak kak?" tanya Helena menleh pada Delima yang baru saja mengganti air di dalam mangkuk dengan air panas yang baru.

"Hitung sendiri dong," kata Delima memeras handuk yang direndam kembali pada air panas yang baru di ambilnya.

Helena memanyunkan bibirnya, lalu kembali menoleh pada bastian yang hanya memperhatikan tingkah Helena.

"Berapa pak?" tanya Helena pula.

"Berapa? Coba kamu hitung," kata Bastian menggoda Helena yang masih manyun karena Delima tak mau memberikan jawaban.

Padahal, tanpa menghitung sekalipun, Delima tahu berapa harga pasaran untuk sebuah parfum dari Kilian. Terutama untuk bosnya, karena dia pernah membantu membelikan parfum tersebut.

"Seratus delapan puluh itu kebanyakan kalau dikalikan dengan dua puluh tiga ribu!" jawab Helena mendesah lelah.

"Coba dihitung dulu, delapan belas di kali dua puluh tiga, hasilnya berapa?" tanya Bastian seperti mengajari anak kecil.

Helena tidak begitu bodoh soal hitung menghitung, hanya saja dia sedikit malas jika sudah menyangkut hitung menghitung. Karena dulu dia punya trauma, harus mengulang melakukan pendataan hanya karena salah satu perhitungan.

Karena itulah, Helena selalu memilih tugas rekap data dibandingkan mencocokkan data.meskipun tak jarang dia juga melakukanya jika dia merasa ada yang mengganjal.

"Berapa?" tanya Bastian kepada Helena.

"Sekitar empat juta!" jawab Helena ketus.

Bukan karena dipaksa berhitung, tapi karena dia mengetahui harga parfum yang dikenakan bosnya bukan lumayan mahal, tapi sangat mahal untuk dirinya yang selalu menggunakan Eskulin dan Vitalis.

Terkadang jika dia beruntung, dia bisa mendapatkan parfum sample milik perusahaan atau produk cacat packaging yang biasanya akan dikeluarkan dan diganti dengan packaging yang baru. Biasanya Helena selalu mendapatkan produk tersebut dari temannya yang bekerja di bagian produksi.

Hanya saja, itu sangat jarang terjadi.

"Nah, itu bisa jawabnya!" kekeh Bastian melihat Helena merajuk, dia mengira Helena merajuk karena dipaksa berhitung.

"Bapak, harga parfum bapak biaya hidup saya dua bulan!" kata Helena Akhirnya protes karena tidak tahan memendam perasaan jengkel tersebut.

Bastian yang mendengar protes Helena terkejut. Entah untuk keberapa kalinya dirinya dibuat terkejut akan tingkah gadis muda yang ada di sebelahnya ini.

"Kamu suka?" tanya Bastian pula.

"Iya, saya suka pak! Tapi saya gak bisa beli!" kata Helena dengan desahan pasrah mengikuti kalimatnya.

Bastian berdiri, meninggalkan Helena, berjalan menuju meja kerjanya, kemudian membuka salah satu laci, kemudian mengeluarkan sebuah kotak berwarna Hitam pekat. Bastian kemudian mendekat kembali duduk di sebelah Helena.

Bastian mengeluarkan isi dari kotak itu. saat kotak itu di buka pun, ada aroma wangi yang menyebar. Hanya sebatas membuka kotak dari botol parfume tersebut.

"Di dalam sini, masih ada sekitar 10 ml atau kurang saya tidak tahu pastinya. Yang jelas saya akan berikan ini jika kamu menyelesaikan kompres itu tanpa melawan ataupun berusaha untuk menghindar," kata Bastian memberikan sebuah reward.

Helena terdiam sejenak, dia Nampak berpikir kemudian dia bertanya.

"Kenapa bapak lakukan itu?"

"Itu karena kamu Berisik! Kamu dari tadi seperti anak kecil yang tidak mau di suntik!" jawab Bastian apa adanya. Dan itu juga alasan kenapa dia merengkuh Helena dalam dekapannya.

"Yasudah!"

.

.

TBC


Kapitel 12: Ch 13 panggilan terkutuk

Selamat melanjutkan

.

.

Helena telah kembali dari ruangan Bastian, dengan tangan menenten kotak bekal. Helena menyembunyikan parfume pemberian sang bos di dalam tas tempat bekal, agar tidak diminta.

Dia tidak mau parfum mahal yang didapatkan dengan gratis tanpa harus menjual diri ini, diminta oleh manusia manusia iseng yang ada di ruangan nya.

Bayangkan saja ada sekitar 800 ribu di dalam botol yang diberikan oleh bosnya tadi. Belum lagi kotak yang mewah serta botol yang elegan. Fiks, Helena akan memajang parfum itu di sebelah pigura anime 3D yang ada di kamarnya.

"Kamu baik baik saja?" tanya Adam saat Helena masuk kedalam ruangan kerja tanpa rasa berdosa atau bersalah karena telah membuat orang orang yang ada di ruangan itu menjadi cemas.

"Saya baik baik saja," jawab Helena. "Eh? Aku baik baik saja. Begitu maksudnya!" kata Helena meralat kalimatnya yang terkesan formal. Mungkin efek dari bicara dengan bosnya tadi.

"Aku juga ditemani kak Delima, aku juga tidak berduaan dengan pak Bastian dalam satu ruangan!" kata Helena seolah memberi kode kepada Sonia yang mengintip dari balik pintu.

Benar saja, setelah Helena mengatakan hal tadi, wanita itu sudah tidak mengintip lagi.

"Tangan kamu sudah membaik?" tanya Mira khawatir.

"Iya, lihat nih!" kata Helena menurunkan bahu blazernya, kemudian memamerkan lenganya yang sudah tidak begitu membiru seperti sebelumnya.

"Hey, di sini ada banyak laki laki!" peringat Adam menarik kembali Blazer Helena hingga menutupi lengan Gadis itu.

"Tapi tadi itu memarnya parah banget, apalagi setelah di cengkram sama security kampret!" kesal Helena mengumpat.

Dia berjalan menuju lemari, lalu meletakkan tempat makan siangnya kedalam loker. Setelah itu dia kembali ke kubikelnya untuk melanjutkan pekerjaan yang belum dimulai sejak tadi pagi. Dan kini sudah menunjukan pukul 10 pagi.

"Nanti malam ada yang lembur ga?" tanya Helena.

"Banyak kok yang lembur malam ini," kata Sonia menjawab pertanyaan Helena.

"Oh, oke deh mbak. Maaf saya tidak membuka sesi tanya jawab seputar pak bastian!" kata Helena to the point seolah tahu alasan kenapa Sonia mendekat padanya.

"Tidak saya cuma penasaran, kenapa kamu bisa sampai tertuduh begitu." Kata Nina menatap Helena dengan mata bulat besarnya.

Helena diam sejenak sambil menunggu laptopnya menyala. Setelah berfikir alasan yang masuk akal, Helena pun menjawab.

"Mbak Sonia kan cantik, kenapa tidak tanya sama pak Bastian aja sekalian? Lebih terpercaya sumbernya." Kata Helena. "Atau mbak gak secantik itu bisa membuat pak bastian mau membicarakan tentang saya?" Goda Helena selanjutnya.

Helena tidak mungkin berkata bahwa dirinya tadi pagi berangkat dengan si Bos, lalu tepat bekal tertinggal di mobil.

Hendak hati mengambil makan siang, malah dikira mau maling, namun dia cukup beruntung, selain diobati dia juga mendapatkan parfum mahal.

'Apakah ini pelangi setelah badai?'

"Hem… Tentu saja saya bisa. Lagian gak penting juga kamu itu!" kata Sonia meninggalkan kubikel Helena lalu masuk kembali ke ruangan pribadinya.

Adam yang melihat Helena yang tidak pernah akur dengan Helena membuat mereka sedikit terhibur. Tidak tahu apa permasalahan awal dan siapa yang memulai, yang pasti mereka selalu adu mulut atau perang dingin.

Like Tom and Jarry.

***

Helena mendesah lelah, tanganya meregang ke atas kepala dengan suara tulan punggung Yang bergerak. Ah, dasar usia muda tulang lansia.

Helena melihat ke sekitarnya, masih ada beberapa orang di dalam ruangan tersebut, mereka tampak sibuk dengan kegiatan masing masing.

Helena melihat pada jam yang ada di sudut kanan bawah pada layar laptop. Pukul 20:10.

"Pulang aja deh, ntar kalo kuat sambung di rumah aja!" kata Helena mengemas barang barangnya.

Helena mengirimkan pesan kepada Nina bahwasanya, dia akan pulang lembur lebih awal. Setelah mendapatkan balasan dari Nina, gadis itu pun segera meninggalkan ruangan tersebut, sebelumnya berpamitan kepada mereka yang masih lembur.

Helena memasang earphone ke telinganya, kemudian menyalakan music dengan volume sedang sehingga jika ada orang yang memanggilnya maka akan terdengar olehnya.

Sepanjang jalan, Helena bersenandung ria. Bukan karena suaranya bagus Helena menjadi percaya diri untuk menyanyi, tapi karena tidak ada orang di sana sehingga dia berani untuk bernyanyi meski dengan suara yang lirih.

"Yelena!" terdengar seorang memanggil gadis yang menggunakan earphone.

Yang dipanggil ketika menoleh pada asal suara, kemudian memelototi orang yang telah memanggilnya dengan sebutan 'Yelena'.

"Demi episode one piece yang entah sampai episode berapa, kenapa kau memanggilku dengan panggilan terkutuk itu!" teriak Helena kencang.

Karena mereka sedang berada di basement, suara teriakan Helena memantul dan membuat gema yang cukup nyaring saat memasuki indra pendengaran.

"Haha, iya maaf. Elena, anterin aku pulang ya?" pinta orang tersebut. Dia adalah Alan.

"Kemana mobil mu?" tanya Helena.

"Di bengkel. Tau ah, sini kunci motor kamu!" kata Alan meminta kunci motor Helena.

Helena menyerahkan kunci motornya, kemudian memindai setiap mobil berwarna hitam yang terparkir di dalam basement. Ada 6 mobil, 4 diantaranya berwarna hitam.

Helena menghembuskan napasnya dengan kasar, kemudian menoleh kepada Alan yang baru saja tiba. Lalu segera mengambil posisi duduk di belakang Alan yang sedang menyetir.

"Kenapa harus bohong?" tanya Helena menyandar pada punggung tegap Alan.

"Tidak ada, aku hanya ingin pulang denganmu," jawab Alan enteng.

Tadi, dia menemukan mobil Alan terparkir di parkiran mobil. Plat nomor yang sangat ia hafal, tidak mungkin salah mengenali mobil milik Alan.

"Mencoba menghindari wanita yang di jodohkan tante?" Tanya Helena memegang ujung kemeja Alan yang telah keluar.

"Tidak juga," Jawab Alan mengendarai motor dengan tenang meninggalkan area kantor.

"Lalu?" tanya Helena pula.

"Aku akan menikah sebentar lagi," jawab Alan pelan. Beruntung karena mereka berkendara dalam keadaan pelan.

"Hah? Kenapa? Tante yang paksa? Tapikan selama ini nggak pernah!" kaget Helena berteriak.

Mereka orang orang di sekitar seketika kaget mendengar teriakan Helena, namun tidak dengan Alan yang sudah menduganya.

"Bukan, Bukan mama. Aku bingung harus cerita dari mana dan bagian mana yang harus aku ceritakan, karena susah untuk dijelaskan, rasanya badanku kelelahan hanya dengan memikirkannya saja." Jawab Alan mendesah lelah.

"Aku belum makan!" Kata Helena tiba tiba mengalihkan pembicaraan.

Helena tidak ingin memaksa Alan untuk bercerita tentang masalah yang menimpanya, karena Helena yakin Alan akan menceritakan ketika dia siap. Untuk itulah, sudah menjadi tugas Helena memberikan untuk mengalihkan perhatian Alan. Walau hanya sejenak.

Ya karena itulah, Alan ingin pulang denganya. Karena Alan butuh tempat pelarian dari kesedihanya. Dan di situlah peran Helena di butuhkan.

"Warung tenda biru?"

.

.

TBC


Load failed, please RETRY

Geschenke

Geschenk -- Geschenk erhalten

    Wöchentlicher Energiestatus

    Stapelfreischaltung von Kapiteln

    Inhaltsverzeichnis

    Anzeigeoptionen

    Hintergrund

    Schriftart

    Größe

    Kapitel-Kommentare

    Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C11
    Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
    • Qualität des Schreibens
    • Veröffentlichungsstabilität
    • Geschichtenentwicklung
    • Charakter-Design
    • Welthintergrund

    Die Gesamtpunktzahl 0.0

    Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
    Stimmen Sie mit Powerstein ab
    Rank 200+ Macht-Rangliste
    Stone 0 Power-Stein
    Unangemessene Inhalte melden
    error Tipp

    Missbrauch melden

    Kommentare zu Absätzen

    Einloggen

    tip Kommentar absatzweise anzeigen

    Die Absatzkommentarfunktion ist jetzt im Web! Bewegen Sie den Mauszeiger über einen beliebigen Absatz und klicken Sie auf das Symbol, um Ihren Kommentar hinzuzufügen.

    Außerdem können Sie es jederzeit in den Einstellungen aus- und einschalten.

    ICH HAB ES