App herunterladen
1.08% Antara Cinta dan Kebencian / Chapter 3: Ketahuan selingkuh

Kapitel 3: Ketahuan selingkuh

Mendengar itu, Elmeera begitu terkejut dengan ucapan yang dilontarkan oleh ku. Bagaimana tidak, sebab baru kali ini aku berani mengatakan itu terhadap Elmeera, selama kami saling mengenal sampai menjalani hubungan.Tidak ada yang berbeda, semua terlihat baik-baik saja diantara kami.

Hingga akhirnya waktu itu tiba, dimana aku mengetahui dengan apa yang terjadi. Kalian tahu kenapa! jelas tidak. Karena aku belum ceritakan itu semua. Hehe!

Flashback

Malam itu, aku dan mamah kembali ke rumah setelah dua bulan tinggal di rumah nenek dari papah, karena tidak mau tinggal berdua setelah papah pergi melakukan tugas kantor nya di luar kota. papah juga menyarankan kami untuk tinggal di rumah ibunya. Mungkin bisa dibilang beliau mertua mamaku. Dia baik, tidak pernah memperlakukan mamah sebagai menantunya. Dia anggap mamah seperti anak kandung nya, kasih sayang nya selalu dia berikan terhadap mamah. Pantas saja Mamah selalu pergi berkunjung jika ada suatu masalah padanya.

Saat itu kami berdua tidak tahu jika papah sudah pulang dari luar kota, entah kenapa? Biasanya papah selalu memberikan kabar andai dia mau pulang. Namun kali ini dia sama sekali tidak memberi tahu apa-apa. Apakah ada sesuatu yang disembunyikan oleh nya? Tidak. mungkin bukan begitu. Dia pasti mau memberikan kami kejutan dengan kepulangan nya.

Ah, rasanya sudah tidak sabar ingin mendapat kejutan itu. Pasti hadiahnya akan bagus banget, mengingat papah pulang dari luar kota.

Pintu kami buka, berharap ada kata surprise yang terlontar dari papah. Atau hanya menyambut kedatangan kami di depan pintu, dan tersenyum lebar ketika kami masuk.

"Pap…!" Ucapanku terpotong oleh sesuatu yang tidak kami dapatkan di balik pintu.

Sepi tanpa ada siapa-siapa di dalam. Yang tadinya kami kira ada papah menyambut, nyatanya dia tak nampak.

"Kok papah tidak ada, mah?" Tanyaku bingung." Apa papah belum pulang ke rumah?" Tambah ku sembari ku kelilingi semua sudut ruangan rumah, berharap kalau papah berada di tempat itu.

"Masa sih, tapi itu mobil papah yang terparkir di depan." Mamah menunjukkan jarinya ke halaman rumah, dimana mobil Papah memang terparkir di sana.

"Tapi mana mbok, sama mang Ujang dia juga tidak ada di rumah?" Aku melangkah menuju dapur karena biasanya mereka di sana.

Sayang di sana tidak aku temukan mereka, mungkin kah mereka sudah tidur di dalam? Entahlah, yang ku lihat rumah ini sudah sangat sepi.

Aku lihat mamah menapaki anak tangga, dia melangkah menuju kamarnya. Mungkin dia berpikir papah sudah tidur, meskipun tidak masuk akal karena memang saat ini waktu masih sangat sore. Papah biasanya juga tidur malam, apalagi kalau banyak pekerjaan sudah pasti jam tidur papah tengah malam ke sana.

Apa mungkin Papah kecapean sepulang dari luar kota? benar, mungkin itu alasan papah tidur sore. Lebih baik ku ikut mamah bangunkan papah, rasa rinduku padanya sudah tidak ditolerir lagi. Padahal dua hari lalu kami melakukan video call, tapi rasanya seperti sudah lama banget tidak melihat wajahnya.

"Mamah mau bangunkan papah? Ikut ya mah!" Ku genggam tangan mamah, untuk mengekor beliau menemui papah.

"Boleh, tapi jangan terlalu berisik ya! Kasihan papah jika nanti waktu istirahatnya terganggu banget. Kita bangunkan papah pelan-pelan saja!" Mamah menasehati ku dulu, setelah di depan pintu kamar.

"Oke!" Jawabku sambil mengacungkan jempol ku pertanda aku setuju.

Pintu belum mamah buka, tapi aku mendengar sesuatu dari dalam. Sepertinya bukan hanya suara Papah saja, melainkan suara seorang wanita yang sedang asyik berbincang. Mungkin mamah juga mendengar itu, makannya dia menghentikan maksudnya untuk membuka pintu tersebut. Dia lebih memilih diam dan mendengarkan perbincangan itu.

Tapi terkadang mereka mengeluarkan suara aneh, entah apa. Aku kurang paham, karena usiaku saat itu baru masuk sekolah taman kanak-kanak. Mungkin masih terlalu dini aku mengerti kesana, hingga aku sangka Papah sedang bercanda di dalam.

"Mah, papah bercanda dengan siapa di dalam? Kayanya seru." Cetusku seraya mendongakan kepala ke arah mamah yang lumayan tinggi dariku.

"Papah main handphone kali." Balas Mamah sambil mengelus kepalaku. "Sebaiknya kamu tunggu saja di bawah, nanti mamah sama papah akan nyusul. Ya!" Pinta Mamah dengan senyuman merekah di bibirnya.

Sedikit aneh sih saat mamah memintaku untuk kembali ke bawah, apalagi dengan senyuman mamah yang sepertinya terpaksa dia lakukan. Ada air embun yang keluar dari bola matanya, namun sengaja dia tahan. Entah dia mau menangis, atau kelilipan sesuatu di matanya. Yang pasti, mamah seperti menyembunyikan sesuatu dari ku.

"Kenapa mah, aku harus menunggu di bawah? Aku kan kangen sama papah, ingin cepat bertemu dia. Bolehkan aku ikut ke dalam? aku janji tidak akan berisik!" Lontarku seraya memaksa masuk.

"Mamah mohon, ya!" Tatapan mamah, ya ampun. Sungguh, aku tak dapat mengelak permintaan mamah andai raut wajah mamah sudah berubah memelas seperti itu.

Dari aku kecil hingga saat ini, jika aku teringat di mana mamah melakukan itu aku akan nurut saja. Walaupun sebenarnya aku tidak mau, tetapi tanpa ku sadari bahwa aku ikuti keinginan mamah. Seperti sekarang ini, saat mamah memintaku untuk kembali ke lantai bawah, tanpa terasa kakiku nyatanya sudah berjalan mundur menjauh dari mamah.

Sesaat aku pergi, mamah mulai membukakan pintu masuk secara diam-diam. Kakinya mulai menapaki lantai dalam kamar tersebut, dan Secara perlahan tubuh mamah sudah sempurna berada di dalam hingga aku tak dapat melihat nya lagi.

Meskipun aku kecewa, tapi ku coba untuk menunggu mereka di bawah sesuai permintaan Mamah. Ku mulai memutar badanku, menghadap anak tangga di belakang ku. Belum juga aku turun, suara teriakan mamah terdengar dari dalam.

"Kamu jahat, pah. Jadi ini alasannya kenapa kamu tidak memberiku kabar saat pulang ke rumah. Kamu tahu kan, kalau aku dan Raka sedang di rumah mamah! tapi kamu selalu memaksa untuk pulang kesini. Mau apa, mau bersama perempuan ini?" Umpit mamah.

"Dan kau, kau pergi dari kamarku perempuan jal*ng!" Mamah membuka paksa pintu itu, dia seperti sedang mendorong seseorang dengan kasar.

Seorang perempuan yang usianya tidak jauh dari nya, dia tersungkur ke lantai dengan tubuhnya hanya mengenakan selimut saja.

"Sudahlah mah, kamu jangan seperti ini! Kasihan dia, pasti kedinginan jika Pergi dengan keadaan kayak gini. Beri waktu dulu untuk dia mengambil pakaian nya, yah!" Tak lama papah menyusul dari dalam, lalu membantu perempuan itu berdiri.

Papah juga tidak mengenakan pakaian lengkap, hanya celana pendek sepaha saja yang dia kenakan. Tidak tahu habis melakukan apa, yang jelas hatiku rasanya sakit bagaikan teriris pisau belati. Apalagi saat melihat keadaan mamah, yang begitu tidak karuan.

"Mamah, papah! Siapa tante ini?" Ku hampiri mereka, untuk menghilangkan rasa penasaran ku.

"Raka!" Sahut Papah, berjalan menghampiri ku. Sepertinya dia mau memelukku, namun tubuh mamah menghalangi pertemuan kita.

"Jangan sentuh putraku dengan tangan kotor mu ini! Aku tidak Sudi andai Raka tertular oleh sifat buruk mu!" Ujar mamah menghalangi tubuhku dari jangkauan papah.

Entah Kenapa, sepertinya aku setuju dengan sikap mamah yang tidak izinkan aku bersentuhan dengan papah. Padahal tadinya aku sangat ingin memeluk tubuh pria ini, tapi setelah kejadian ini perasaan itu tiba-tiba hilang. Hanya rasa kecewa dan benci mulai menyelimuti hatiku saat itu.

"Kau diam di belakang mamah nak! Jangan biarkan tangan pria kotor ini menyentuh mu!"

"Kau tidak berhak atas putraku, jangan mencoba untuk menghalangi ku! Walaupun aku mengambil nya, itu adalah hak ku sebagai papah nya." Balas papah dengan tegas.

"Sekarang kau pilih, Raka! Ikut mamah, atau laki-laki tidak tahu diri ini? Cepat!" Bentak mamah terdengar marah pada ku.

Aku berlari menghampiri mamah, lalu ku sembunyikan diriku dari balik tubuh wanita yang telah melahirkan ku ini, takut papah memang akan mengambil ku secara paksa. Ku alihkan pandanganku, ke arah dimana perempuan itu berada. Kalian tahu, siapa wanita itu?

Namun ingatanku buyar seketika, saat Elmeera menyentuhku. "Mas, mas Raka!" Panggilnya lagi.

"Kau tidak jadi pergi, kan?" Elmeera tersenyum lebar ketika melihat ku hanya terdiam.

Ku tatap wajah wanita yang sedang menghampiri ku, dengan manik mata yang begitu menelisik tajam. Sepertinya aku sedang ingin menerkam nya hidup-hidup. Atau ku hisap saja darah segar nya ini, biar dia mampus secara perlahan supaya merasakan sakit yang luar biasa. Apalagi saat melihat wajah perempuan di bayangan ku itu, seakan-akan terpangpang jelas bahwa dia adalah Elmeera.


Load failed, please RETRY

Geschenke

Geschenk -- Geschenk erhalten

    Wöchentlicher Energiestatus

    Rank -- Power- Rangliste
    Stone -- Power- Stein

    Stapelfreischaltung von Kapiteln

    Inhaltsverzeichnis

    Anzeigeoptionen

    Hintergrund

    Schriftart

    Größe

    Kapitel-Kommentare

    Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C3
    Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
    • Qualität des Schreibens
    • Veröffentlichungsstabilität
    • Geschichtenentwicklung
    • Charakter-Design
    • Welthintergrund

    Die Gesamtpunktzahl 0.0

    Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
    Stimmen Sie mit Powerstein ab
    Rank NR.-- Macht-Rangliste
    Stone -- Power-Stein
    Unangemessene Inhalte melden
    error Tipp

    Missbrauch melden

    Kommentare zu Absätzen

    Einloggen