Lagi, Ardina cuma bisa menggeleng.
"Jadi jangan sok tau kasih pendapat." Imbuhnya ketus. Mata melototnya tak lepas dari wajahnya itu.
"Ya.. bukan gitu juga, maksud gue kan biar kita gak dikejar-kejar kayak maling." Pendapat Ardina keluar begitu saja dari bibir. Buru-buru dia tutup mulutnya yang semakin lepas kendali. Takut Rail bertambah marah padanya.
"Lebih baik elu diam dan jalan ikutin gue." Perintah malaikat maut, Ardina membungkam mulutnya sepanjang jalan.
Malaikat maut berhenti setelah sekian kilo berjalan. Nafasnya tersegal-sengal. Ia menyandar di pohon, meremas dadanya. Dari raut wajahnya, mungkin ia sedang kesakitan. Sangat kesakitan.
Lalu ia melihat lagi keadaan langit yang berubah menjadi sangat gelap. Kali ini diiringi suara petir yang mengerikan. "Ini?" Katanya terhenti. Membuat ia mendadak merubah ekspresinya yang semula kesakitan menjadi raut wajah yang bertambah kuatir dengan keadaan alam berubah secepat ini.