Elisa keluar dari Tempat Ibadah dan hendak menemui Papa di ruang perawatan. Elisa berjalan perlahan sambil memikirkan solusi untuk kehamilannya. Dia tidak mungkin menggugurkan bayi ini namun dia juga tidak mungkin melahirkan tanpa suami. Dia belum menikah, apa yang akan dikatakan orang tentang bayinya.
Ketika sedang berjalan, secara tidak sengaja dirinya mendengar percakapan dari seseorang yang sedang berbicara di telepon.
"Bodoh, darimana aku mendapatkan perempuan hamil yang mau menikah denganku demi menjaga nama baik keluargaku? Kalau sampai wartawan mengetahui kelemahanku maka hancur sudah perusahaan yang sudah dibangun oleh kakekku sejak dulu," ucap lelaki itu dengan gusar. Nampak sekali dia sedang kesal dan diliputi kemarahan.
"Pokoknya aku tidak mau tahu, tugasmu adalah mencari perempuan hamil yang mau menikah denganku selama setahun. Kamu cari kemanapun pokoknya harus dapat. Kita akan membayar mahal untuk itu. Nama baik keluargaku dipertaruhkan disini," tegasnya sebelum menutup panggilan.
Elisa mendengar semua yang dikatakan oleh lelaki itu. Dia merasa mungkin inilah jalan Tuhan untuknya. Lelaki itu sedang mencari perempuan hamil untuk dijadikan istri selama setahun dan dirinya juga sedang mengandung tanpa suami. Sepertinya dia harus menemui lelaki itu dan meminta bantuannya.
Elisa memberanikan diri untuk menemui lelaki itu.
"Permisi Tuan," sapa Elisa. Seorang lelaki berkulit putih, berwajah tampan berbalik dan menatap Elisa dengan penasaran. Dia tidak mengenal gadis itu.
Elisa terpesona menatap lelaki yang berdiri di depannya. Dia merasa tidak pernah melihat lelaki sesempurna itu. Namun, dia segera mengalihkan pandangan karena menyadari bahwa dirinya adalah perempuan yang kotor.
"Hei, ada apa?" ulang lelaki itu sembari melambaikan tangannya di depan wajah Elisa yang nampak melamun.
"Astaga, maafkan saya," kata Elisa dengan menunduk. Dia merasa malu karena ketahuan mengagumi lelaki yang ada di depannya.
"Kenapa kamu menghampiriku?" tanya lelaki itu. Suaranya terdengar dingin dan tidak bersahabat.
"Saya tidak sengaja mendengar perkataan anda di telepon. Benarkah anda sedang mencari perempuan hamil untuk dijadikan istri selama satu tahun? Saya bersedia untuk melakukannya," tawar Elisa.
Lelaki itu menatap heran ke arah Elisa. Dia melihat sesosok gadis cantik, berkulit putih dan nampaknya berpendidikan. Dia tidak mengerti kenapa gadis itu bersedia untuk menjalani pernikahan kontrak selama satu tahun. Dia juga melihat perut Elisa yang nampak rata. Sepertinya dia tidak menunjukkan gejala seperti perempuan hamil.
"Saya mencari perempuan hamil," sahut lelaki itu.
Elisa menatap ragu ke arah lelaki di depannya dan dia mulai berani mengatakan semua yang terjadi padanya.
"Saya sedang hamil," ungkap Elisa lirih. Dia masih merasa malu mengutarakan kehamilannya pada orang lain.
Lelaki di hadapannya membulatkan matanya dengan sempurna. Dia kaget karena gadis secantik Elisa ternyata telah kehilangan harga dirinya dan hamil di luar nikah. Pandangan Lelaki itu terasa menusuk jantung Elisa sehingga perempuan itu memilih untuk kembali menunduk.
"Lebih baik kita bicara di tempat lain," ajak lelaki itu pada Elisa.
Elisa mengangguk setuju ketika Jonathan mengajaknya ke sebuah restoran yang berada tidak jauh dari Rumah Sakit. Jo terus menatap wajah Elisa yang dianggapnya sempurna, namun sayangnya dia telah melakukan kesalahan yang fatal dalam hidupnya. Hamil di luar nikah sudah merupakan aib.
"Namaku Jonathan. Kamu bisa memanggil Jo. Aku seorang pengusaha yang sedang meniti karirku dan aku tidak mau terlibat dengan yang namanya urusan percintaan yang terasa membosankan. Aku ingin mencari perempuan yang mau kujadikan istri selama setahun sebagai pengalihan isu yang beredar bahwa aku penyuka sesama jenis. Aku sengaja mencari perempuan hamil supaya publik percaya bahwa aku benar-benar menikah," jelas Jo.
Elisa mengangguk dan mengerti apa yang diinginkan oleh pemuda di hadapannya. Walau baru bertemu selama beberapa menit, Elisa bisa mengetahui betapa kerasnya karakter lelaki tersebut. Pantas saja tidak ada perempuan yang mau dekat dengannya.
"Namaku Elisa, aku hamil di luar nikah dan kekasihku tidak mau bertanggung jawab. Papaku mengalami serangan jantung dan aku bingung dengan kehamilanku," ujar Elisa sembari mengingat betapa menderita Papanya setelah mengetahui kehamilannya. Dia menyesal dan perlahan air matanya kembali menetes.
"Begitulah rayuan cinta. Dia hanya akan membuai manusia dalam kebahagiaan semu dan setelah itu hanya menyisakan penyesalan," simpul Jo.
Elisa bisa melihat betapa dinginnya tatapan dari Jo. Lelaki itu memang tipikal seseorang yang membenci adanya cinta. Dia bukanlah seseorang yang hangat.
"Baiklah, Elisa. Aku melakukan pernikahan kontrak ini selama satu tahun. Yang jelas setelah menikah kamu akan mendapatkan segala kemewahan dan aku akan memberikan imbalan sebesar 2 miliar setelah masa kontrak berakhir. Selama setahun kita akan tinggal bersama meskipun kita tidak akan seperti pasangan suami istri yang sebenarnya. Aku hanya membutuhkan status pernikahan dan pengakuan menjadi seorang ayah saja. Selama itu, kamu bertugas menutup rapat-rapat mengenai perjanjian ini. Aku tidak mau ada yang mengetahui bahwa aku bukanlah ayak kandung dari anak itu. Apakah kamu bisa berjanji?" tawar Jo. Dia menatap lekat wajah Elisa yang masih menyisakan kesedihan mendalam.
Elisa mengangguk dengan mantap.
"Apakah ayah kandung bayimu tidak akan mengganggu perjanjian diantara kita?" tanya Jo.
Elisa kembali menatap wajah Jo yang angkuh. Dia menggelengkan kepalanya.
"Dia tidak akan mengganggu kita. Aku bisa memastikannya," janji Elisa.
Elisa bisa meyakini hak itu karena dia sendiri tidak tahu siapa laki-laki yang telah menghamilinya. Elisa menyesali kenapa dirinya tidak mencari tahu lelaki yang telah menghamilinya saat itu.
"Baguslah kalau begitu. Mengenai ayahmu yang sedang sakit, aku akan mengakui kehamilan itu sebagai perbuatanku. Kita akan merancang skenario yang membuat semua orang percaya dengan cerita kita," jelas Jo dengan penuh keyakinan.
Elisa hanya bisa menerima semua yang dikatakan oleh lelaki itu. Dia sudah tidak mempedulikan apa-apa lagi karena hidupnya memang telah hancur semenjak malam mengerikan di Bali waktu itu. Dia tidak akan meminta banyak hal karena segalanya bagai sebuah mimpi baginya.
"Dimana ayahmu dirawat?" tanya Jo.
Elisa menunjuk ke sebuah tempat di salah satu sudut Rumah Sakit. Jo segera menghubungi asistennya dan menyuruhnya segera datang ke Rumah Sakit. Di depan asistennya, mereka akan menandatangani kontrak perjanjian pernikahan. Selama menunggu, mereka membicarakan tentang skenario perkenalan termasuk tentang bagaimana mereka melakukan kekhilafan yang berujung kehamilan. Semua disusun secara rapi hingga tidak ada yang akan curiga bahwa semua itu rekayasa.
Jonathan tersenyum puas dengan semua idenya yang diangap brilian. Dia tidak menyangka sekarang akan segera terbebas dari pertanyaan kapan menikah dan siapa kekasihnya. Semua itu sudah membuat Jonathan merasa risih.
Seorang pemuda berkacamata datang dan membawa sebuah tas yang berisi berkas peranjian diantara Jonathan dan Elisa. Keduanya membubuhkan tanda tangannya dengan disaksikan oleh Beni, Asisten pribadi Jonathan. Mereka juga sudah merencanakan tanggal pernikahan yang diadakan tiga hari berikutnya secara sederhana di Kantor Urusan Agama setempat.
"Sekarang semuanya sudah beres. Kita temui ayahmu dan meminta restunya," ajak Jo kepada Elisa.
Beni mengikuti Jo untuk berjaga-jaga supaya tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.