App herunterladen
33.33% Dream House (Rumah Impian) / Chapter 13: Sosok Lain di Kamar Mandi

Kapitel 13: Sosok Lain di Kamar Mandi

Pagi hari di rumah Pak RT. Sejujurnya semalaman aku tak bisa tidur dengan nyenyak. Karena sering mendengar suara-suara aneh dari luar kamar, tepatnya di arah jendela yang menjorok ke tanah kosong samping kanan. Rumah ini ada di arah tetakhir jalan, jadi aku bisa merasakan sangat sepi.

Mungkin akan lebih berberda jika kami menempati kamar di sebelah kanan yang memang berbatasan dengan tembok tetangga.

Berbeda dariku, Mas Fadil tertidur dengan nyenyak. Setelah aku menerima pesan dari orang kurang ajar itu, mood-ku langsung terjun bebas. Aku hanya diam dan tak mengatakan apa pun, lalu lanjut mengompres kening Mas Fadil yang suhu tubuhya agak panas.

Awalnya dia menolak, tetapi aku tak mau mendengarkan penolakannya, aku melakukan yang terbaik, mengompresnya dengan benar, buktinya dia sekarang masih tertidur. Padahal waktu sudah menunjuk angka 6 pagi.

Aku mengikat rambut dengan asal, yang penting tak berantakkan, sudah mencari sisir tapi tidak ketemu. Alhasil melakukan apa saja demi merapikan diri. Kemudian mengusap wajah. Kepala sedikit pening akibat tak bisa tidur.

Inginnya tetap di kamar sampai suamiku bangun, tetapi melihat dia nyenyak sepertinya akan lama. Sementara aku mau buang air kecil.

Dengan sangat terpaksa aku akhirnya beranjak dan keluar kamar. Sebelum benar-benar melangkahkan kaki keluar. Aku lebih dulu melihat keadaan di luar. Tak ada siapa pun. Pak RT dan sang istri juga tidak terlihat.

Jadi, aku berusaha untuk berjalan secepat mungkin ke dalam kamar mandi di belakang rumah. Berharap tak bertemu Bu Siti. Aku tak mau kami jadi kaku saat saling tatap. atau aku yang akan dimarahi dia.

Langkah demi langkah, akhirnya bisa sampai ke belakang, terlihat kamar mandi yang sepertinya tak ada orang di dalam sana, pintunya tampak terkunci dari depan.

Pukul enam pagi ternyata masih sangat gelap. Cuaca mendung. Angin bertiup menyapu kulit wajahku. Untunglah aku memakai baju yang sedikit tebal. Cukup untuk menghalau rasa dingin.

Akan tetapi, aku malah di rundung sial. Ternyata aku tak bisa lebih cepat sampai, dari belakang, Bu Siti berjalan mendahuluiku dan masuk begitu saja tanpa bicara apa-apa. Iya, aku tahu ini rumahnya, makanya aku menerima saja diserobot, meskipun ada rasa kesal karena harus menahan untuk tidak buang air kecil saat ini juga. Ditambah udara dingin, aku bertambah tak tahan, dan akhirnya memberanikan diri untuk mengetuk pintu kamar mandi.

Sekali kuketuk, tak ada jawaban. Aku juga tak mendengar ada suara air di dalam sana. Rambut-rambut halus di pundukku meremang. Iya. suasana gelap dengan semilir angin dingin, mendorongku jadi semakin takut.

"Ngapain kamu?" terdengar suara orang lain yang juga mirip Bu Siti. Namun, tak berasal dari dalam kamar mandi yang tertutup rapat.

Aku tak mau menengok ke asal suara yang bisa saja hanya halusinasiku saja. Terkadang aku memang suka membayangkan yang tidak-tidak. Semenjak teror yang kudapat di rumahku dan Mas Fadil.

Sebaiknya aku tak tergoda dengan gangguan dari makhluk-makhluk yang mau menggangguku. Aku lelah sekali.

Dengan cepat aku mengetuk pintu dan tak ada suara apa pun. Baru kali ini kuharal Bu Siti mengataiku dan kesal kepadaku agar dia bisa memarahiku dengan kencang, dan semua orang di rumah ini bisa tahu aku di sini. Terjebak di perasaan tak menentu antara mau kembali atau aku menuruti keinginanku untuk buang air kecil yang kian menyiksa setiap aku bergerak.

Aku merasa sebuah tepukan halus  mendarat di punggungku. Ini bukan yang seperti aku inginkan.

"Kamu jangan berlagak kaya orang gak bisa dengar. Jelas-jelas saya sudah memanggil kamu sejak tadi!"

Aku terpaksa menengok ke belakang meskipun saat ini semakin dilanda enggan. Aku ketakutan..

Saat melihat ke belakang aku tetap saja terkejut ketika menatap Bu Siti yang juga sedang melihatku dengan mata mendelik karena kesal aku abaikan. Bukan maksudku mengabaikannya. Aku hanya takut, kan, kalau beliau bukan sosok asli yang aku pikirkan.

Dari ujung rambut sampai ujung kaki aku nenatapnya dan tak menemukan apa pun keanehan.

"Apa kamu liat saya dari atas ke bawah. Kamu pikir saya setan? Ada juga kamu yang bawa para demit itu datang dan akhirnya menguasai seisi rumah saya yang damai ini. Kalian memang gak bisa saat suami saya menawarkan dan kalian menolak aja gitu? Kalau udah kayak gini, suami saya gak akan bisa bantu lagi."

Aku tak bisa mengucapkan apa pun. aku tak menyangka bisa mengenali Bu Siti yang terlihat benar-benar dia di sana. Berdiri dan memarahiku. Berbeda dengan orang yang tadinya menyerobotku, dia tak marah-marah.

Aku tak lagi memperhatikan Bu Siti, aku berbalik lagi ke arah kamar mandi. Anehnya aku mendengar ada suara air yang mengucur. Sejak tadi sunyi, kini air itu terdengar semakin deras kucurannya.

"Siapa di dalam?!" tanya Bu Siti. Dia membalikan tubuhku dan memegang pundakku. "Siapa di dalam?" tanyanya dengan suara yang sedikit mengecil. Aku tahu dia juga ketakutan. Sama sepertiku.

"I-Ibu dengar ada orang di dalam sana?" tanyaku, demi memastika kalau ini bukan hanya halusinasiku saja. Aku takut sekali kalau ini hanya khayalanku.

"Iya. Ini gara-gara kamu!" katanya penuh amarah.

Aku hampir menangis. Kenapa selalu di ganggu. Kenapa mereka seperti mengincarku dan terus saja mengejarku sampai ke luar rumah mengerikan itu. Kalau tetap dihantui, kenapa aku mesti ada di sini. Apa gunanya menjauh, toh, seperti ada kontrak di antara kita, sehingga tak bisa lepas.

Aku kini tak hanya mendengar suara air. Tapi juga suara patah. Seperti tulang jari yang ditarik dan mengeluarkan suara.

Aku tak tahu darimana datangnya keberanian ini. Namun, bukan rasa penasaran yang kini menyiksa. Aku hanya ingin melihat siapa yang ada di dalam atau apa yang masuk tadi keluarga lain.

Aku mendorong pintu yang ternyata tak dikunci , betapa terkejutnya ketia melihat seisi kamar mandi sangat berantakkan pun dengan bau busuk yang menyengat. Seperti telor yang sudah busuk.

"siapa di dalam?!"

Aku kembali terdiam sampai ditarik oleh Bu Siti. Aku dipaksa untuk ikut dia ke dalam rumah dan meninggalkan suasana mistis yang menghantui kami di sini. Dia tak banyak menanyakan apa pun dan fokus menarik Aku.

Bahkan saking aku tak bisa menahan dan akhirnya lepas juga yang kutahan sejak tadi. Aku menangais maaf di sisni.

"Itu pasti ada kan setan yang kamu bawa tenyata bisa juga menyrupai saya gitu? jawab!" tanyanya penuh amarah. Dia dilanda rasa kesal kepadaku.

Aku hanya bisa menangis dan minta maaf, karena aku juga lihat dengan mata kepalaku sendiri. Bedanya, kalau Bu Siti tak melihat sosok itu yang menempel di dinding kamar mandi. Aku melihatnya saat diseret kembali ke dalam.


Load failed, please RETRY

Wöchentlicher Energiestatus

Rank -- Power- Rangliste
Stone -- Power- Stein

Stapelfreischaltung von Kapiteln

Inhaltsverzeichnis

Anzeigeoptionen

Hintergrund

Schriftart

Größe

Kapitel-Kommentare

Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C13
Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
  • Qualität des Schreibens
  • Veröffentlichungsstabilität
  • Geschichtenentwicklung
  • Charakter-Design
  • Welthintergrund

Die Gesamtpunktzahl 0.0

Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
Stimmen Sie mit Powerstein ab
Rank NR.-- Macht-Rangliste
Stone -- Power-Stein
Unangemessene Inhalte melden
error Tipp

Missbrauch melden

Kommentare zu Absätzen

Einloggen