"Lalu, kencanmu malam ini hanya sebagai pelarian dari rasa sakitmu atau dia memang calon potensial?" Rembulan bertanya, wajahnya berubah menjadi serius.
"Aku tak tahu pasti, mungkin hanya sebagai pelarian." Sarah mengangkat kedua bahunya, melirik Rembulan dan menemukan tatapan mata tak suka dengan perkataan Sarah. "Kenapa?"
"Kalau aku boleh berpendapat..." Rembulan menggantung kalimat yang akan diucapkannya, dia takut Sarah tidak suka kalau dia mencampuri kehidupan pribadinya.
"Teruskan !" Sarah meminta Rembulan meneruskan kalimatnya.
"Menurutku, tidak begitu caranya kamu lari dari rasa sakitmu dengan mengencani laki-laki yang kamu anggap menarik dan akhirnya akan menciptakan sakit kepala berikutnya. Tapi itu terserah padamu, aku hanya sekedar memberikan pendapat."
Jatuh cinta, mencintai adalah suatu proses yang tetap mengalami jatuh bangun. Ada kalanya proses itu terasa sangat menyakitkan, mungkin ada yang hingga merasa putus asa dan memilih untuk mati saja. Namun perasaan jatuh cinta dan mencintai adalah sesuatu yang indah. Ada debar jantung yang berdegup kencang, ada hasrat untuk memberikan yang terbaik dan juga pengorbanan untuknya. Dinikmati saja semua proses itu, tidak perlu harus menghindarinya.
"Kalau aku tidak mulai berkencan, kapan aku bisa menemukan laki-laki yang tepat?"
"Bisakah kamu berkencan dengan laki-laki yang benar-benar membuatmu jatuh cinta bukan hanya sekedar kamu butuh pacar untuk mengisi kekosonganmu?"
"Saat aku benar-benar jatuh cinta, ternyata dia bukan untukku." Sarah menjawab sambil matanya menatap Rembulan lekat.
"Dia tampan?" Rembulan mengalihkan pembicaraan, dia tidak ingin meneruskan pembicaraan soal "berkencan" dengan Sarah karena hanya menimbulkan perdebatan yang tak ada habisnya. Sarah dan Rembulan berbeda sudut pandang dalam hal ini. Rembulan belajar untuk menghargai sudut pandang Sarah. Biar bagaimanapun Sarah yang menjalani kehidupannya, sebagai sahabat dia hanya sekedar memberikan pendapat tapi pengambil keputusan tetaplah Sarah. Dia tidak boleh mendikte Sarah seperti kemauannya, itu bukanlah persahabatan tapi pemaksaan kehendak dan sangat egois.
Terkadang Rembulan merasa gemas dengan sikap Sarah, ingin rasanya dia mengamuk dan menunjukkan pada Sarah kalau pendapatnya sangat salah, tidak masuk akal, terlalu dangkal, kekanakan dan seribu ketidakcocokan lain. Namun itu kan menurut Rembulan. Bisa jadi Sarah juga berpikir sebaliknya.
"Siapa yang tampan?"
"Bagaskara." Rembulan dihinggapi rasa penasaran, setampan apa sih laki-laki yang bisa menjungkirbalikkan dunia Sarah.
"Hmmm...ya dia tampan." Sarah melirik Rembulan, ada senyum disudut bibirnya, "Sudahlah, nggak usah bahas dia lagi ! Dia tampan juga bukan milikku." Sarah mulai menggerutu. Setelah itu dia mulai mengomel ini dan itu yang membuat Rembulan akhirnya tertawa. "Dia rugi kehilangan kamu."
"Ah yang benar? Karena kamu sahabatku makanya bicara begitu." Sarah tertawa berderai, "Lumayan juga caramu menghiburku."
***
Raditya mendiskusikan jadwalnya pada David, adakah yang bisa dikurangi atau dipadatkan. Raditya ingin segera kembali ke Jakarta. Dia rindu pada perempuan yang "menunggunya dengan secangkir kopi".
"Sebelum ke sini aku sudah memberitahukan jadwal acaramu dan kamu bilang oke...nggak ada masalah dengan jadwalmu. Kenapa sekarang jadi begini?" David tidak menutupi kejengkelannya pada Raditya.
Pagi ini Raditya datang padanya dan mulai meributkan jadwal kerjanya yang terlalu lama, dia ingin segera kembali ke Jakarta. David tahu Raditya sedang tergila-gila dengan tetangganya itu. Tapi nggak begini juga bikin susah dirinya.
"Pokoknya jadwalnya sudah fix seperti itu !" David tidak mau berkompromi dengan Raditya.
"Jatuh cinta sih boleh aja, tapi bukan berarti jadi nggak profesional !" David terus menumpahkan kejengkelannya, dia tidak perduli dengan tanggapan Raditya.
"Iya iya, gue paham...gue akan tetap bersikap profesional. Tenang aja Bro !" Raditya mencoba mencairkan suasana. Raditya tidak suka membuat David marah, dia akui dia memang salah dalam hal ini. Sudah sepantasnya David marah padanya.
"Kalau kangen, Lu bisa video call atau kirim pesan ke dia. Nggak perlu sampai mengorbankan jadwal kerja ,Lu !" David masih merasa sebal dengan Raditya yang kadang kala bersikap seenaknya. Raditya memilih diam, nggak ada gunanya mendebat David. Raditya memainkan ponselnya, itu lebih baik untuk mengalihkan perhatiannya dari sikap David. Lalu tangannya mulai mengetik pesan kepada Rembulan.
[ Pagi ! Adakah kopi untukku pagi ini? ]
Semenit kemudian Rembulan mengirimkan balasan dengan foto dua cangkir kopi, diberi kalimat [ Cepatlah kesini, kopinya keburu dingin. ]
Raditya tersenyum membaca pesan dari Rembulan.
[ Sedang apa? ]
[ Aku sedang ngobrol dengan Sarah, kamu? ]
[ Aku sedang dalam perjalanan ke lokasi syuting iklan. Kamu tahu...pagi ini aku ingin pulang ke Jakarta...aku rindu dan memikirkanmu setiap menit. ]
[ Kedengarannya seperti tidak normal. ]
[ Ya, aku memang menjadi tidak normal dan aku nyaris gila karena merindukanmu. ]
[ Pagi ini aku mendengar dua orang yang nyaris gila karena seseorang. Salah satunya kamu. ]
Raditya tersenyum lebar saat membaca pesan dari Rembulan.
[ Dan yang satu lagi? ]
[ Sarah, tapi dia nyaris gila bukan karena aku. ]
Dari tadi Sarah melihat Rembulan memegang ponselnya sambil senyum-senyum. Bukan Rembulan yang biasa Sarah kenal. Rembulan yang biasa Sarah kenal, berwajah serius, jarang tersenyum apalagi sampai senyum-senyum sendiri, semua yang dia lakukan memakai logika. Kadang kala Sarah kasihan dengan Rembulan, hidupnya sangat menjemukan. Namun Rembulan selalu mengatakan bahwa dia baik-baik saja, dia bahagia dengan hidupnya, baginya dunianya yang kecil itu menyenangkan.
Sarah terus memandang wajah Rembulan, parasnya terlihat bahagia dan semakin cantik. Ternyata kebahagiaan memang memancarkan aura tersendiri bagi seseorang. Sarah merasa cemburu, dia ingin seperti Rembulan mencintai dan dicintai seseorang. Sarah tahu Rembulan sedang jatuh cinta dan sepertinya Raditya sangat mencintai Rembulan. Sarah turut merasa bahagia, dia senang sahabatnya mendapatkan seseorang yang benar-benar mencintainya.
Sarah memang belum terlalu mengenal Raditya, tapi saat melihat Raditya, Sarah tahu tatapan mata Raditya hanya untuk Rembulan.
Sarah berdeham menarik perhatian Rembulan agar melihat ke arahnya bukan hanya asyik dengan ponselnya, "Sepertinya ada yang melupakan aku."
Rembulan tergagap dan menjadi salah tingkah lalu senyumnya mengembang begitu bertemu dengan mata Sarah. Dia tahu Sarah sedang menggodanya.
"Raditya menanyakan kabarku," katanya.
"Yakin, dia hanya menanyakan kabarmu?" Mata Sarah terlihat berbinar, dia suka melihat Rembulan seperti ini dan semakin berhasrat untuk menggodanya.
"Aku harus menyebutkan detailnya ya?" Rembulan tersenyum simpul.
"Ah, biar kamu simpan sendiri saja." Sarah beranjak dari tempat duduknya, lalu naik ke lantai dua. Kebiasaannya kalau berada di rumah Rembulan, dia duduk di ruang baca sambil membaca novel dan setelah itu biasanya dia akan jatuh tertidur.
***
David melirik Raditya dari spion dalam yang berada di plafon mobil, sedari tadi dia terlihat tersenyum sambil memandangi ponselnya. Jatuh cinta kadang kala membuat seseorang menjadi berbeda. David hanya menghela napas. Semoga Raditya tidak minta pembatalan jadwal lagi, bisa kacau dia mengurus semuanya.
Aku jadi penasaran seperti apa perempuan yang membuat Raditya menjadi seperti ini.