App herunterladen
22.22% PERJANJIAN DARAH / Chapter 16: Pentagram

Kapitel 16: Pentagram

“Rumah aku jauh. Turunin di tempat ramai setelah itu nanti aku sambung dengan taksi online.”

Saat Vicky mengucap usulan itu, ia lantas menyesali diri. Ini berarti hubungannya dengan Cahyo akan berakhir sampai di situ. Padahal ada rasa gatal dalam dirinya, suatu rasa yang ingin membuat dia melakukan yang lebih dengan orang itu. Sayangnya, ia sudah terlanjur mengucap usulan itu yang kemudian ditanggapi positif oleh Cahyo.

Cahyo diam sesaat. “Ya sudah. Kalau memang itu maumu.”

Mereka berdua terdiam. Menyadari perpisahan yang akan segera terjadi, keduanya kini saling berpandangan. Vagina Vicky mulai tergelitik dan ia mulai basah. Baik Vicky maupun Cahyo sadar bahwa keduanya sudah sama-sama tertarik dan harus ada seseorang yang cukup berani untuk memulai. Tapi Vicky juga sadar bahwa Cahyo sepertinya bukan tipikal pria agresif. Artinya jika ia ingin ‘sesuatu’ terjadi maka itu sepenuhnya adalah inisiatif dirinya. Dialah yang harus mewujudkannya.

Intensitas di mata orang itu memberi tahu Vicky bahwa dia juga menginginkan apa yang ia inginkan. Di sinilah ia berada di kantor Cahyo. Seorang asing yang mengambil tumpangan. Ia tidak percaya dengan pergantian peristiwa. Yang ia tahu bahwa ia sudah mulai panas sejak tadi. Vaginanya membasah sejak tadi. Tapi pada saat yang sama ia sedikit takut dan terintimidasi.

‘Ada apa denganku,’ pikirnya. "Ini gila kakrena semakin pria itu berbicara, semakin ia menginginkannya.

"Jadi, apakah kamu pernah merasa kesepian di sini?" tanyanya mulai menjurus ketika keduanya sudah akan sebentar lagi meninggalkan tempat. Vicky berharap bisa mengarahkan pembicaraan ke topik yang lebih intim.

"Ya dan tidak," jawabnya. "Aku suka kesendirian tapi hhh…. Kadang-kadang aku berharap punya kekasih, seseorang yang mau berbagi ranjang tapi nggak menginginkan lebih dari yang aku inginkan. Ngerti maksudku?"

"Ya,” Vicky lantas berucap makin berani. “You need someone to be fucked. Iya kan?”

"Benar," katanya sambil menatap mata Vicky.

Mata mereka bertemu lagi dan saat itu Vicky yakin sekali bahwa Cahyo sedang terangsang olehnya. Di lain pihak ia pun sudah sangat basah karena menginginkannya. Ketegangan seksual di ruangan itu sangat kuat. Vicky menggeser tubuh dan melihat bahwa pria itu melihati selangkangan dan payudaranya. Mata mereka lagi-lagi terpaku satu sama lain. Merasa amat panas, Vicky pun tidak tahan lagi. Ia nekad akan membuat ‘sesuatu’ itu terjadi.

Mendadak ia bangkit dari sofa. Vicky lalu berdiri di atas kaki Cahyo yang terentang dan mereka kembali bertatapan. Vicky bisa melihat tonjolan di celana jinsnya. Vicky masih memakai sepatunya. Tanpa sepatah kata pun, ia lantas bergerak dan kemudian duduk di pangkuan Cahyo. Mengangkanginya hingga kemaluan mereka yang masih sama-sama terhalang jins, bertemu. Vicky lantas mulai menggiling di selangkangan. Cahyo menyambut dan memegangi pinggulnya saat Vicky bergerak ke atas dan ke bawah penisnya yang keras. Kedua mata mereka sudah saling menatap satu sama lain. Mata dengan gelora hewani yang membara yang kemudian diikuti dengan ciuman panas, liar, dan panjang antar mereka berdua.

*

Dengan berat hati Aliff memutuskan bahwa pertemuan antara dirinya dengan Clara yang sebetulnya sudah berjalan hitungan hari, dibatalkan. Anaknya yang sakit menjadi alasan untuk keduanya tidak jadi bertemu. Bagi Clara hal ini mengesalkan karena ia sebetulnya sudah menyiapkan diri untuk pertemuan itu.

Ia baru saja menutup pembicaraan telpon ketika mendadak terdengar sebuah suara. Suara perkakas yang berjatuhan yang berasal dari gudang di belakang rumah. Pupi, anjing dalmatian yang baru seminggu bersama mereka, menggonggong. Clara masih sangat yakin bahwa suara-suara atau kejadian aneh yang terjadi di rumahnya adalah buatan orang-orang yang bermaksud mengerjainya. Tidak ada faktor mistis atau klenik di sini. Orang lain boleh saja ketakutan ketika mendengar suara itu. Tapi tidak untuk dirinya.

Ia sudah memasuki dan mengeksplorasi gudang dari tadi dengan lampu senter yang ia bawa. Berbagai barang tua ada di sana. Meja, lemari, kursi, tembikar, cermin berbingkai yang retak, dan entah apa lagi. Aroma lembab menyengat dan suasana gelap gulita menguasai seluruh ruang. Dan seperti yang ia duga bahwa ini pasti ulah orang iseng, saat ia sudah mulai mengeksplorasi gudang, suara mistis itu tak terdengar lagi.

Sialan. Ia merasa diri dikerjai. Ia justeru malah ingin mendengar suara itu lagi supaya diketahui sumber suaranya. Dalam pikirannya, bisa jadi itu hanya suara tape yang dikontrol dari jarak jauh. Mengenai motif ia belum tahu pasti. Tapi sebelum membeli rumah ini berbulan lalu, ia sudah mencek data dan menemukan bahwa ada sekelompok orang yang ingin rumah tua itu dihancurkan saja karena merusak pemandangan.

‘Merusak pemandangan, dengkulmu!’ Katanya dengan jengkel di dalam hati. Menurutnya orang-orang itu tidak bisa mengenali mana barang tua dan mana barang yang kuno dan memiliki nilai estetis yang unik.

Gudang itu berukuran cukup luas. Mungkin 8 x 5 meter dan masih ada ruang lain sehingga membentuk trapesium. Mungkin karena memang mengikuti bentuk luas tanah. Sesekali ia harus menyingkirkan sarang labar-laba yang menghalangi jalannya. Suara cericit tikus tak menggetarkannya dan ia terus maju di tengah suasana gelap dan aroma lembab dan sengat bau busuk yang mendadak muncul. Pikirnya, itu mungkin bangkai tikus. Begitu tiba di bagian yang belum diperiksa, ia agak heran karena di situ tidak ada barang apa-apa. Namun seketika ia menyadari sesuatu bahwa di bagian itu ada sebuah lingkaran dengan gurat garis kesana-kemari dengan bentuk teratur. Ia kaget ketika menyadari itu adalah sebuah bentukan yg khas.

“Wow,” cetusnya tanpa sadar.

‘Tidak salahkah ini?’ kali ini ia bertanya di dalam hati. ‘Sebuah pentagram?’

Ia banyak mengenal pentagram sebagai lambang yang banyak digunakan di acara pemanggilan arwah, dengan menyembah penguasa kegelapan Lucifer alias setan. Lalu, dengan adanya lambing itu di sudut gudang, apakah ruang itu pernah menjadi tempat ritual pemujaan setan?

Bulu kuduknya meremang. Perlahan mulai timbul pemikiran dalam dirinya. Sebuah pemikiran bahwa bisa jadi benar bahwa rumah yang ia tempati memiliki penghuni lain.

*

"Mmmm aku suka ini," Vicky mengerang. "Ohhhhhhh sayang, enaknyaaaaa ah….”

Mulanya Vicky khawatir bahwa Cahyo akan menghentikan ini tapi nyatanya kemudian ia meraih bokongnya dan menarik wanita itu lebih keras ke arahnya. Tangannya di bokong membuat Vicky semakin bersemangat.

Wanita itu mulai menggiling lebih keras. Saat itu dia sudah tidak peduli soal mobil. Keduanya kini sudah lenyap ditelan nafsu. Mereka bersenggama walau terhalang pakaian dan ia sebentar lagi mencapai orgasme sampai kemudian tanpa malu dan logika, wanita itu berteriak.

“Aku butuh penismu. Penismuuu…”

Cahyo spontan mengangkat tubuh Vicky darinya. Aroma parfum Cyphre tercium dari tubuhnya yang makin banyak terbuka. Ia membuka kancing jeans Vicky sementara wanita itu juga melepas sepatunya. Jeans Vicky sudah setengah terbuka saat ia menyelusupkan telapak tangannya ke dalam dan langsung memegang vagina di balik celana dalamnya yang sudah basah kuyup. Vicky kaget melihat betapa galak dan agresifnya dia. Tapi wanita itu menyukainya. Cahyo menyingkirkan celana dalamnya ke samping dan memasukkan jarinya ke dalam vagina.


Load failed, please RETRY

Geschenke

Geschenk -- Geschenk erhalten

    Wöchentlicher Energiestatus

    Rank -- Power- Rangliste
    Stone -- Power- Stein

    Stapelfreischaltung von Kapiteln

    Inhaltsverzeichnis

    Anzeigeoptionen

    Hintergrund

    Schriftart

    Größe

    Kapitel-Kommentare

    Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C16
    Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
    • Qualität des Schreibens
    • Veröffentlichungsstabilität
    • Geschichtenentwicklung
    • Charakter-Design
    • Welthintergrund

    Die Gesamtpunktzahl 0.0

    Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
    Stimmen Sie mit Powerstein ab
    Rank NR.-- Macht-Rangliste
    Stone -- Power-Stein
    Unangemessene Inhalte melden
    error Tipp

    Missbrauch melden

    Kommentare zu Absätzen

    Einloggen