App herunterladen
93.33% Santri Mbeling / Chapter 14: SOLAT SUBUH JAM 01.15 DI PESANTREN METEOR GARDEN

Kapitel 14: SOLAT SUBUH JAM 01.15 DI PESANTREN METEOR GARDEN

Malam pukul 01 dini hari... Panji tengkurap tidur - tiduran sambil berselimut sarung. Tiba - tiba Wawan membangunkan Panji yang di kira tidur,

"Kang Panji! Bangun, waktunya adzan Subuh, sudah jam 4 lebih!"

Walau di guncang - guncang tubuhnya... Panji tidak bangun dan pura - pura mengigau,

"Kamu saja yang adzan Kang, aku ngantuk sekali!"

Karena tidak mau adzan... Kang Wawan santri senior berjalan masuk musollah menyalakan lampu, kemudian adzan di samping musollah.

Begitu adzan di kumandangkan... Beberapa santri yang melihat jam diding pukul 04:10 menit, bergegas bersuci kemudian ke musollah untuk berkumpul, begitupun Kang Soleh dan Ustadz Bakri pun sudah berada di musollah.

"Kang Panji! Ayo bangun, waktunya solat subuh!" ujar Ustadz Bakri sambil mengoyang - ngoyangkan pundak Panji.

"Iya Ustadz," jawab Panji dengan gaya mengantuk sambil senyum - senyum di balik sarung yang menutupi kepalanya.

Setelah Kang Wawan Qomat... Ustadz Bakri mengimami solat Subuh.

Namun... Lain dengan Kang Soleh yang heran dengan jumlah makmum yang masih kurang separuh, lalu berkata lirih,

"Sudah Adzan subuh, waktunya berjamaah, tapi kok banyak santri yang tidur ya? Lebih baik aku bangunkan saja."

Ketika berjalan melewati kamarnya sendiri... Kang Soleh melihat jam dinding lalu berkata: jam 04:10.

Ketika melewati kamar Ustadz Bakri, sambil melihat jam dinding... Kang soleh juga berkata: jam 04:10.

Setelah berada di kamar Kang Salim... Kang soleh berkata, "Ayoo bangun - bangun! Waktunya solat Subuh."

Mendengar teriakan Kang Soleh... Sambil membuka kedua mata yang masih ngantuk! Kang Saling dan teman sekamarnya berkata,

"Kang... Sekarang masih jam 01 lebih seperempat."

Mendengar ucapan Kang Salim dan teman sekamarnya... Kang Soleh langsung melihat jam dinding yang berada di kamar Kang Salim. Begitu melihat jam 01:15 menit, Kang Soleh buru - buru ke kamar sebelah untuk melihat jam dinding! Dan ternyata Kang Soleh melihat jam 01:15.

"Aneh...? Mengapa jarum jam di setiap kamar santri kok tidak sama ya?" ucap Kang Soleh lirih,

"Ada yang jam 04:10 ada yang jam 01:15 menit?

Ada yang gak beres nieh dengan jamnya?

Lebih baik aku ke musollah!"

Setelah berada di musollah... Kang Soleh melihat Ustadz Bakri telah selesai melaksanakan solat Subuh dan sedang berdzikir.

"Ustadz Bakri... Kayaknya jam diding di musholla ini batrainya habis dan jarum jam ini salah! Karena di setiap kamar santri... Ada yang jam 01:15 ada yang jam 04:10 menit," ujar Kang Soleh.

Mendengar penuturan Kang Soleh... Ustadz Barkri mengeryitkan kedua alisnya, lalu berkata,

"Jam dinding di kamarku... Baru aku ganti batrainya dua hari yang lalu, jadi tidak mungkin batrainya habis! Ini pasti ada yang iseng merubah jarum jam!"

Mendengar kata - kata Ustadz Bakri... Para santri yang ikut berjamah solat Subuh ada yang tertawa dan ada yang marah - marah. Setelah itu, para santri yang berjamaah membubarkan diri. 😀😆🤭😅😂🤣😂🤣

***

Pagi yang cerah.

Setelah ngaji jus Ammah, sperti biasanya... Panji begegas menuju dapur ndalem untuk menyapu. Setelah menyapu rumah... Panji berkata lirih,

"Setiap hari di pel, kan masih bersih lantai ini, lebih baik aku baca buku milik Kyai saja."

Setelah sekian lama membaca buku berjudul Torekot Naqsabandiyah... Jam 10 Pagi Panji bergegas pergi ke rumah Nyai Halimah. Setelah berada di pintu dapur Panji uluk salam,

'Assalamualaikum..."

"Waalaikumsalam Kang Panji, ayoo masuk, makan dulu, setelah itu kamu antar es lilinya dan kuenya," jawab Nyai Halimah.

"Saya antar es dan kue dulu saja Bu Nyai, habis itu saya akan sarapan," kata Panji kemudian mengambil termos es dan beberapa bungkus kue lalu pergi.

Setelah menyelesaikan tugasnya membantu Nyai Halimah... Jam 11 Siang Panji kembali ke dapur dan menyerahkan uang hasil penjualan tadi.

Tiba - tiba Panji mendengar suara Kyai Asbak,

"Kang Panji! Ayo sarapan bareng saya, kamu kan belum sarapan, kyai Nuruddin dan istrinya kan pergi ke Jakarta, jadi tidak ada yang masak di rumahnya."

"Iya Kyai," jawab Panji kemudian mengambil piring, kemudian menuangkan nasi serta lauk pauk, lalu duduk menjauh di bangku pojok.

"Ee... Kang Panji! Ayoo duduk di meja makan sini sama saya," perintah kyai Asbak.

"Terimakasih Kyai, saya duduk di sini saja," jawab Panji.

"Ayoo! Duduk sana, temani Pak Kyai sarapan," ujar Nyai Halimah sambil menarik lengan bajunya Panji.

"Lah gitu! Duduk di kursi meja makan, temani saya sarapan," kata Kyai Asbak,

"Kang Panji... Denger - denger semalam katanya beberapa santri solat Subuh jam satu lebih ya?"

"Iya Kyai, katanya sih, jam dindingnya rusak," jawab Panji santai.

"Ooh... Gitu ya!" kata Kyai Asbak sambil mengambil rendang daging sapi, lalu di taruh di piring Panji,

"Makan yang banyak ya... Ini ikannya masih banyak!

Ayoo nambah Kang Panji... Anggap saja ini rumah sendiri."

"Iya Kyai," kata Panji.

"Bagaimana ngajinya? Apa sudah ngaji Al qur'an?" tanya Kyai Asbak.

"Ini Kang Panji kopinya," ucap Bu Nyai Halimah kemudian menaruh dua gelas kopi di meja makan.

"Nyai, ambilkan rokok marlboro untuk Kang Panji," perintah Kyai Asbak.

"Masih ngaji jus Ammah Kyai," jawab Panji.

"Masak sudah hampir 4 bulan kok ngaji jus Ammah?" kata Kyai Asbak.

"Gak tau kyai, saya nurut sama Kang Subur yang ngulang ngaji," jawab Panji.

"Kamu betah belajar di pondok ini?" tanya Kyai Asbak.

"Alhamdulillah, betah Kyai," jawab Panji.

"Kalau Panji sewaktu - waktu lapar... Panji kesini saja, makan di sini, ambil sendiri, jangan sungkan - sungkan," ucap Kyai Asbak,

"Kalau Panji gak punya uang buat jajan... Panji minta saja sama Bu Nyai ya!"

"Iya Kyai," jawab Panji.

"Kang Panji... Kyai Asbak ini jarang sekali bicara, tapi... Kalau sama kamu saya lihat dan saya dengar, banyak omongnya. Nyai ini Istrinya... Jarang di ajak ngobrol, paling - paling minta tolong bikinkan kopi, ambilkan rokok, gitu - gitu saja! Sama anak - anaknya... Kyai Asbak ini juga jarang sekali bicara... Diam... saja," kata Nyai Halimah.

"Ya baik itu Bu Nyai," kata Panji asal ngomong,

"Menurut saya... Lelaki itu lebih baik diam dari pada mgegosib dan banyak ngomong kayak perempuan."

"Ah! Kamu itu sama saja sama Kyai Asbak," ucap Bu Nyai Halimah,

"Kalau Kyai Asbak itu keterlaluan diam nya!"

"Kang Panji... Bu Nyai Halimah itu cerewet ya?" tanya Kyai Asbak tersenyum.

"Ya, lumrah Kyai kalau perempuan itu cerewet," Kata Panji tersenyum,

"Kyai... Boleh saya bertanya tentang Allah?"

"Boleh Kang Panji, silahkan," kata Kyai Asbak sambil memegang gelas kopi.

"Apa maksud dari wirid Allah, Allah, Allah? Mengapa orang baca asmak Allah Allah diulang ulang," kata Panji,

"Kan Kyai ini mengajar kitab Tafsir Jalalain... Jadi Kyai pasti tau jawabannya."

Mendengar pertanyaan Panji... Kyai Asbak hanya tersenyum lalu berkata,

"Sudah hampir 10 tahun aku ngulang ngaji... Baru kali ini ada santri yang berani bertanya tentang Dzikir, apalagi yang bertanya... Notabene sebagai santri awam. Tapi baiklah, akan aku jawab dengan pemahaman yang mudah kamu mengerti.

Mengapa orang wirid Allah Allah...?

Dzikir ini terbagi tiga bagian

Dzikir Ammah atau Dzikirnya orang umum

Dzikir Khos atau Dzikir nya orang khusus

Dzikir khosathil khosha atau Dzikirnya orang - orang utama

⊙ Pertama Dzikir Ammah adalah Dzikir tingkatan paling rendah yaitu Laailahaillah

⊙ Kedua Dzikir dengan isim mufrot atau asmak tunggal, dengan cara di ulang - ulang. Lafzhul Jalala atau Allah Allah.

Dalam ajaran ilmu torekot bernama Dzikir Ismudzat.

⊙ Ketiga tingkat paling tinggi dalam berdzikir... Mengulang kata Huwa yang di baca Hu Hu Hu, yang merupakan isim dhamir kata ganti ke tiga tunggal dari lafat Lafzhul jalala. Dalam ajaran Torekot di sebut Dzikir Angfus.

Tujuan Dzikir hanyalah untuk mengingat Allah dengan menyebut Nama-Nya."

"Kyai... Kalau saya memanggil Kyai Nuruddin dengan langsung Nuruddin! Kira -'kira pantas gak kyai?" tanya Panji,

"Apa saya harus panggil Nuruddin apa saya harus panggil Kyai Nuruddin? Seperti Bu Nyai Halimah... Apa pantas saya memanggil Halimah saja tanpa nama gelar seperti Bu nyai, atau Ibu?"

"Yaa tidak pantas Kang Panji... Tidak sopan," kata Kyai Asbak,

"Ya harus memakai kata depan seperti Kyai atau Bapak!

Masak memanggil Kyai Nuruddin guru mu, hanya Nuruddin saja?"

"Kalau begitu... Apakah pantas seorang hamba Allah, memanggil Allah langsung dengan sebutan Allah? Kok tidak menyebut nama-Nya dengan cara yang sopan seperti Gusti Allah?" tanya Panji,

"Menyebut dan memanggil nama Nuruddin saja harus memakai kata yang sopan santun dengan kata Kyai... Kyai Nuruddin."

Mendengar pertanyaan Panji yang memakai ilmu Balaqoh... Kyai Asbak jadi terkesimak. Kyai Asbak juga diam - diam sangat takjub dan juga terkejut mendapat pertanyaan yang sangat jarang di fahami para santri bahkan para Kyai.

"Ya, sebenarnya tidaklah pantas Panji, memanggil orang tua saja harus pakai sebutan Ayah atau Ibu... Apalagi memanggil Allah dan menyebut nama Allah," kata Kyai Asbak,

"Tetapi... Itu di perbolehkan dalam ajaran Torekot."

Ketika lagi asik ngobrol sambil ngopi... Adzan Dzuhur terdengar berkumandang dari masjid kampung.

"Kang Panji... Waktunya solat Dzuhur berjamaah," kata kKai Asbak.

"Iya Kyai, saya permisi dulu. Oh iya Kyai, menurut saya... Jika ada orang menyebut memanggil nama Allah berulang ulang... Tetapi Gusti Allah tidak datang atau tidak hadir di hadapannya... Berarti Gusti Allah itu tidak mendengar panggilan hambanya. Atau... Gusti Allah mendengar tapi tidak mau hadir mendatangi panggilan hambanya, karena hambanya kurang sopan santun ketika memanggil-Nya.

Atau juga... Ketika seorang hamba menyebut dan memanggil Gusti Allah dan ketika Gusti Allah sudah hadir di depannya, tapi hambanya tidak tau... Tidak melihatnya? Itu namanya hamba yang buta mata hatinya juga mata dohirnya. Qssalamualaikum kyai," ucap Panji.

"Waalaikumsalam," jawab Kyai Asbak kemudian duduk kembali lalu mengumam,

"Sampai segitu dalamnya pengetahuan Panji tentang bab tauhid.... Siapa yang mengajarinya? Padahal ngaji saja masih jus Ammah! Tetapi... Apa yang di sampaikan Panji itu memang benar. Secara tidak langsung... Panji telah mengingatkan ku juga telah memberi pelajaran baru untuk ku. Aku akui... Selama ini aku sering berdzikir menyebut dan memanggil nama Allah, tapi tidak pernah aku melihat wujud Allah hadir di hadapanku! Apakah mata hati dan kedua mata dohirku ini buta? Apa Allah tidak berkenan memenuhi panggilan ku, karna aku tidak sopan ketika menyebut nama-Nya?

Sungguh kata - kata Panji telah meluruhkan isi hatiku, seakan - akan ilmu ku tidak berarti apa - apa di hadapan Panji kecil! Coba nanti malam aku cari jawabannya di makam Kakek Leluhur ku Kyai Jabat."

Setelah mandi dan solat berjamaah... Dengan semangat Panji pergi kesekola Diniyah. Sesampainya di bawah pohon jambu di plataran pondok Arrohman... Panji tidak melihat Bela,

"Buk, neng Bela di mana kok tidak kelihatan?"

"Neng Bela lagi di rumah," kata Ibunya Bela,

"Ayahnya lagi kambuh penyakitnya, jadi neng Bela menjaga ayahnya."

"Emang... Ayahnya sakit apa sih Buk?" kata Panji.

"Sakit punggung, katanya uratnya terjepit dan harus di operasi Kang," ujar Ibu Bela,

"Kalau gak di operasi ya... Sering kambuh bahkan tidak bisa berjalan."

"Berapa biayanya Buk kalau operasi?" kata Panji.

"Kata dokter 1 juta 200 ribu Kang," jawab Ibu Bela,

"Terus, ibu uang dari mana? Untuk bisa makan saja ibu harus berjualan di sini."

"Baiklah Buk, kalau 1 juta 200 ribu aku ada uangnya, habis ini saya kasih uangnya sama Bela," ucap Panji.

"Kang... 1 juta 200 ribu itu sangat banyak loh! Emang kamu dapat dari mana?" tanya Ibu Bela,

"Para santri sini saja, kirimannya paling banyak 30 ribu perbulan! Rata - rata 20, 25 rb perbulan."

"Itu yang tabungan saya," ucap Panji.

Setelah menanyakan alamat rumah Bela... Panji kemudian kembali ke pondok untuk mengambil uang pemberian Jin Akra juga pemberian tamu sang Kyai.

Setelah bertanya pada seseorang... Panji mendapati rumah bilik bambu di ujung desa,

"Assalamualaikum..."

"Waalaikumsalam," jawab Bela,

"Loh! Kang Panji... Silahkan masuk! Ngapain kamu bolos sekolah... Malah main ke sini? Silahkan duduk."

Ketika mau duduk... Panji melihat Ayah Bela yang terbaring di lantai beralaskan tikar butut.,

"Assalamualaikum Pak..."

"Waalaikumsalam Nak," jawab Ayah Bela dengan suara serak.

"Kang Panji... Ini air putih, silahkan di minum," kata Bela kemudian duduk di ruang tamu.

"Bagus banget rumah kamu," kata Panji sambil membuka kantong plastik.

"Jangan meledak rumah ku, jelek - jelek gini yang penting bisa buat berteduh," kata Bela.

"Ini aku tadi beli bakso 5 bungkus dan es kelapa muda," ucap Panji,

"Ambilkan aku mangkok juga sendok dan gelas."

"Hemmm... Tamu sok ngatur," gumam Bela kemudian beranjak pergi ke dapur.

"Ini mangkok sama gelas nya," kata Bela sambil meletakkan di meja.


Load failed, please RETRY

Wöchentlicher Energiestatus

Rank -- Power- Rangliste
Stone -- Power- Stein

Stapelfreischaltung von Kapiteln

Inhaltsverzeichnis

Anzeigeoptionen

Hintergrund

Schriftart

Größe

Kapitel-Kommentare

Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C14
Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
  • Qualität des Schreibens
  • Veröffentlichungsstabilität
  • Geschichtenentwicklung
  • Charakter-Design
  • Welthintergrund

Die Gesamtpunktzahl 0.0

Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
Stimmen Sie mit Powerstein ab
Rank NR.-- Macht-Rangliste
Stone -- Power-Stein
Unangemessene Inhalte melden
error Tipp

Missbrauch melden

Kommentare zu Absätzen

Einloggen