App herunterladen
8.49% Suddenly Married With Stranger / Chapter 27: Ini Dia Syaratnya

Kapitel 27: Ini Dia Syaratnya

Mall Kota M

Kalimat menyela yang dikatakan Vian membuat Aliysia yang bibirnya sedang terbuka seketika terkatup rapat, menatap tidak mengerti meski sudut matanya memicing, curiga.

Bukannya apa, sepanjang ia mengenal Vian di genap 24 jam kebersamaan secara tidak sengaka ini. Sesungguhnya, tidak ada hal yang membuatnya percaya dengan si pria iti sendiri. Kendati demikian, ia tetap menunggu dan kembali bertanya karena ia memang penasaran.

"Maksudnya bagaimana ini?" tanya Aliysia, tapi sayang bukannya menjawab apa yang ditanya, Vian hanya tersenyum miring dan itu semakin mencurigakan saja.

"Ada deh."

"Vian, ih! Seriusan dikit."

"Jangan bawel, ikut saja," sahut Vian melirik sekilas, sebelum akhirnya menarik si bocah dengan troli belanja di sebelah tangan lainnya dan dengan begitu, keduanya pun mulai belanja pertama sebagai pasangan kontrak.

Memulai belanja dari rak makanan instan, deretan mie yang berjajar rapi dengan berbagai rasa yang ditampilkan. Ya, mulai dari rasa ayam sampai rasa yang dulu pernah indah, semua dipajang oleh pihak supermarket.

Vian mendengkus ketika melirik dan mendapati Aliysia melihat mereka dengan mata berbinar-binar senang, jika sudah begini ia mengerti apa yang akan terjadi selanjutnya.

"Vian! Beli mie yang banyak ya. Aku suka yang rasa-

"Tidak," jawab Vian tegas, bahkan sebelum kalimat semangat tersebut selesai diucapkan dan tentunya segera mendapatkan protesan, dari Aliysia yang kini pipinya sudah menggembung kesal.

Mendelik pula, lengkap dengan bibir mengerucut.

"Pelit ih!"

"Biar deh aku pelit. Setelah ini aku akan meminta Mama Abel untuk mengajarimu masak, kau harus bisa memasak setidaknya untuk diri sendiri," sahut Vian tidak peduli, kemudian kembali menyeret si bocah menjauhi rak makanan instan.

Namun, dasarnya si bocah memang bebal, apa yang dikatakan Vian dianggap angin lalu. Jelas, karena Aliysia justru dengan cepat memasukan bebera- ah! Maksudnya banyak mie instan kemudian memasang cengiran reseh ke arah Vian yang melotot melihatnya.

"Ini buat stok, Vian. Kamu 'kan bilang sendiri, takut pulang larut dan aku di apartemen sendiri. Kasihan sekali aku kalau mati kelaparan karena belum bisa memasak," tukas Aliysia dengan wajah tanpa dosa, masih dengan cengiran dan kini alisnya sudah naik turun menggoda.

Vian yang melotot perlahan mengendurkan ekspresi wajah, lelah juga kalau membiarkan bola matanya seperti itu, kemudian menghela napas sebelum kembali melanjutkan acara belanja yang tertunda. "Hn, terserah kau saja," sahutnya lelah, menuai pekikan senang dari Aliysia yang kembali mengekor di belakang.

Keduanya kembali melanjutkan belanja dan sama-sama membeli banyak makanan dengan selera berbeda, bahkan buah dan minuman juga berbeda.

Biasanya, Vian tidak membeli susu dan saat ini justru kotak susu cokelat ukuran jumbo sudah masuk di keranjang.

Ya sudahlah, ini juga janjinya yang akan membelikan susu cokelat ketika hari pernikahan.

Err…, bukan hanya itu sih sebenarnya, Vian juga membeli beberapa barang keperluannya, dengan memisahkan diri dari Aliysia yang juga entah kemana perginya.

Vian hanya berpesan kepada sang istri, untuk menunggunya di dekat kasir jika sudah selesai dengan barang keperluan sendiri.

Tidak lama Vian selesai dengan membeli keperluannya. Dari sini, ia bisa melihat Aliysia yang berdiri dengan memegang troly di dekat kasir, membuatnya segera menghampiri dan kemudian meletakan barang yang dibeli di troly yang dipegang oleh si bocah yang segera menoleh ke arahnya.

"Kamu sudah selesai?" tanya Vian dengan Aliysia yang mengangguk sebagai jawaban.

"Sudah, Vian."

Vian mengangguk dan melihat apa saja yang bertambah di dalam troly belanja keduanya.

Isinya tidak jauh dari barang-barang keperluan untuk mandi, juga beberapa makanan ringan yang awalnya tidak ada di dalam troly kini suda nyempil di antara makanan lain, membuatnya segera melihat ke arah Aliysia. Namun reseh sekali, si bocah justru bersiul, berpura-pura tidak mengerti dengan tatapan matanya.

Tahu gitu, tidak akan aku biarkan dia kelayaban sendiri di antara rak makanan, batin Vian sambil menggeleng kepala.

Ia menghela napas lagi, kemudian mendorong troly ke kasir dan bisa mendengar gumaman 'yes' juga kekehan dari Aliysia yang jalan di belakangnya.

Dasar bocah, aku sampai bingung harus bagaimana menghadapi tingkahnya dan ini bahkan baru dua puluh empat jam Ya Tuhan, lanjutnya dalam hati.

Petugas kasir akhirnya menghitung total dari harga barang-barang yang dibeli, dengan banyak kantong plastik sebagai penampungnya.

"Totalnya enam ratus ribu dua puluh tiga ribu, Tuan," ujar si kasir dan Vian pun segera mengeluarkan dompet, mengambil black card miliknya untuk membayar tagihan belanja yang tumben sampai banyak.

Meski tidak masalah juga sih, karena yang penting janjinya membelikan susu sudah terpenuhi.

Selesai transaksi pembayaran, Vian menoleh ke arah Aliysia yang berdiri manis di dekat beberapa kantong belanja. Si bocah menatap Vian dengan kening berkerut, ketika suami pamannya melihat dengan dagu seakan sedang menunjuk kantong tersebut.

Sedangkan Aliysia yang bingung hanya bisa berkedip, melihat bergantian antara kantong dan wajah si paman yang masih mencurigakan. "Apa?" tanyanya masih belum mengerti maksud Vian, membuat si pria tersenyum manis dan mendekati untuk berbisik tepat di telinga si bocah.

Aliysia hanya bisa menatap bingung, mengikuti dalam diam ketika kini Vian berada di sisi wajahnya, terlampau dekat dan membuat beberapa pengunjung supermarket berbisik-bisik.

Vian sendiri tidak peduli, kembali melanjutkan niatnya kenapa sampai mendekati teling sang istri. "Habis ini kita makan kentang 'kan?" tanyanya berbisik lirih.

Sontak Aliysia yang memang menginginkan makanan tersebut mengangguk semangat. Jangan lupa juga, jika kini wajah dengan tatapan berbinar ditampilkan tanpa sungkan. "Mau! Mau banget, apalagi banyak," jawabnya kurang ajar.

Namun, Vian yang sedang senang mengangguk dan melanjutkan bisikan, meski kembali digantung seakan ingin menggoda. "Baiklah, karena kamu mau, kalau begitu kamu...."

"Kalau begitu kamu?" beo Aliysia menatap dengan rasa penasaran yang semakin menjadi. Sehingga, senyum Vian semakin lebar terpampang dan menarik perlahan wajahnya dari sana.

"Kalau begitu, cepat angkat semua kantong belanja dan kemudian mari kita makan siang bersama. Heum?" lanjutnya dengan nada santai, melenggang pergi meninggalkan Aliysia dengan beberapa kantong belanja yang isinya tidak diragukan lagi beratnya seperti apa.

Ya, Aliysia yang awalnya bengong dengan mulut terbuka, meski tak lama kemudian menjadi pekikan kaget. Namun sialnya, Vian justru tetap melenggang santai sambil melambaikkan tangan tanpa menoleh.

"Hiee!!!"

Pfft.... Lucu sekali ya, batinnya senang, ketika melihat wajah syok Aliysia yang cukup menghiburnya.

Dan tak lama kemudian terdengar seruan kesal, yang sayangnya lagi-lagi diabaikan oleh Vian.

"Vian menyebalkan! Masa semua kantong belanja kubawa sendiri, yang benar saja!?"

Seruan kesal di belakangnya menggema sampai beberapa pengunjung melihat. Namun sekali lagi sayang, karena Vian tidak peduli dan tetap melangkah.

Pftt…. Suruh siapa dia selalu menampikan wajah unik jika sedang marah seperti itu, lanjutnya masih dalam hati.

Bersambung.


Load failed, please RETRY

Geschenke

Geschenk -- Geschenk erhalten

    Wöchentlicher Energiestatus

    Rank -- Power- Rangliste
    Stone -- Power- Stein

    Stapelfreischaltung von Kapiteln

    Inhaltsverzeichnis

    Anzeigeoptionen

    Hintergrund

    Schriftart

    Größe

    Kapitel-Kommentare

    Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C27
    Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
    • Qualität des Schreibens
    • Veröffentlichungsstabilität
    • Geschichtenentwicklung
    • Charakter-Design
    • Welthintergrund

    Die Gesamtpunktzahl 0.0

    Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
    Stimmen Sie mit Powerstein ab
    Rank NR.-- Macht-Rangliste
    Stone -- Power-Stein
    Unangemessene Inhalte melden
    error Tipp

    Missbrauch melden

    Kommentare zu Absätzen

    Einloggen