App herunterladen
15.38% Mereka Ada / Chapter 4: Hantu Sekolah

Kapitel 4: Hantu Sekolah

Setelah beberapa tahun berlalu, akhirnya Tania dudu di sekolah menengah atas. Kini Tania berjalan menyusuri koridor, dengan hoodie hitam dan earphone yang selalu terpasang di telinganya. Tania dengan santainya melewati koridor tersebut yang melewati siswa dan siswi yang asyik mengobrol, tertawa bahkan membicarakan temannya sendiri, dan pastinya mereka menggibahkan Tania, gadis dingin, yang tak punya siapa-siapa di sekolah ini.

"Dasar anak aneh!"

"Jangan deket-deket sama Tania, dia gila ngomong sendiri,"

"Iih, perempuan gila, malah ngomong sendiri!"

Masih banyak lagi hujatan mereka untuk Tania, dan itu semua tak terdengar jelas bagi Tania karena ia memakai earphone ditelinganya. Tania tetap melangkahkan kakinya, dengan wajah datarnya tanpa menggubris ucapan teman-temannya, yang sangat menyakitkan. Karena itu semua telah terbiasa Tania mendengar kata kata itu, seperti sarapan pagi tambahan bagi Tania.

Tania kira saat SMA tak ada lagi manusia yang selalu mengejeknya, bahkan mengucilkannya karena kelebihannya, seperti ia TK, SD dan SMP, ternyata semua yang ia pikirkan itu salah tak ada berbeda dengan sekolah yang pernah ia ikuti sebelumnya. Kini Tania berhenti didepan kelas yang bertulisan XI IPA 1 di depan pintu, dan Tania segera masuk ke kelas tersebut dan duduk pada kursi belakang paling pojok.

Saat Tania sibuk mengotak-atik ponselnya, ia tak sengaja melihat sosok perempuan rambut panjang dipojok kelasnya, dan kini sosok tersebut mendekat ke arah Tania.

"Bantu aku Tania, hihihi," ucap sosok tersebut.

"Bantu aku, hihihi," ucap sosok tersebut lagi.

"Bantu apa?" jawab Tania yang merasa kasihan.

"Bantu aku untuk selalu jagain kamu, hihihi," ucap sosok tersebut.

"Maksudnya?" tanya Tania yang bingung melihatnya.

"Aku mohon, buat jagain kamu, hihihi," ucap sosok tersebut.

"Iya," sahut Tania yang kembali memainkan ponselnya.

Jam pelajaran telah berlalu, dan kini jam istirahat pun datang seluruh siswa berhamburan menuju kantin. Namun, berbeda dengan Tania yang kini tetap berada di kursinya.

"Heh, cewe gila. Lo ga ke kantin?" ucap Vanadya, yang selalu mengganggu Tania.

"Lo pikun Nad? Mana ada yang mau berteman sama cewe gila kaya dia, emang lo mau bareng dia? Gue mah ogah!" ucap Icha.

"Oh iya gue lupa, hahaha. Ogah banget gue bareng dia, ya udah mending ke kantin dari pada liat cewe gila kaya dia, kuuy," ucap Vanadya.

Dua perempuan tersebut telah lenyap dari kelas tersebut, kini hanya Tania yang berada disana. Tania memang tak pernah berbicara dengan teman-temannya, kecuali saat perkenalan diri awal masuk sekolah, hanya satu kali ia berbicara, dan berbicara pun hanya seperlunya.

'Emang ya, gue cewe aneh, ngomong sendiri, cewe gila, mana mau mereka temenan ama gue,' batin Tania, dengan senyum kecut.

Tania bangkit dari duduknya, dan kini ia berjalan menuju kantin, dan Tania menempati sebuah meja yang berada paling pojok dengan semangkuk spaghetti ditangannya.

Saat Tania sedang asyik menikmati spaghetti tersebut, tiba-tiba sebuah anak kecil datang dan menarik baju Tania. Sontak Tania kaget, dan kini melihat sosok anak kecil dengan kepala botak disampingnya.

"Hai kak," sapa sosok tersebut.

"Hai," sahut Tania yang kini terhenti untuk menikmati makanannya.

"Kakak cantik, aku boleh duduk disini bareng kakak?" tanya sosok tersebut.

"Boleh kok, nama kamu siapa?" tanya Tania.

"Namaku Jon," balas sosok anak kecil yang kini duduk pada kursi disamping Tania.

Setelah beberapa menit mereka bertemu, dan kini mereka tampak kompak dengan berbagai topik pembicaraan. Saat Tania sibuk berbicara dengan Jon, semua siswa dan siswi yang berada disana menatap Tania dengan tatapan aneh dan ada juga yang merasa ketakutan.

"Iih, tu anak kenapa sih ngomong-ngomong sendiri," bisik gadis yang berada pada meja yang tak jauh dari Tania.

"Biasa obatnya udah habis," sahut gadis yang berada disampingnya.

"Iih, gue rasa Tania punya indra keenam deh, soalnya gue sering liat dia ngomong sendiri kaya gini," ucap salah satu siswi.

"Heh cewe gila! Lo kalo gila ga usah sekolah di sini, itu tuh tempat khusus untuk lo di rumah sakit jiwa banyak banget teman-teman lo di sana," ucap Vanadya yang berada di samping Tania.

"Tau tuh, udah tau agak gesrek malah sekolah di tempat elite kaya gini. Gak cocok buat lo!" tukas Icha yang berada didekat Vanadya.

Sedangkan Tania hanya diam, dan kini ia susah untuk menahan emosinya.

"Udah gila, bisu lagi! Hahaha," ucap Vanadya dengan ketawanya yang membuat semua manusia di sana ikut tertawa melihatnya.

Bruk!

Tania berdiri dari duduknya, baru kali ini ia seemosi ini. Membuat semua orang yang berada di kantin bergidik ngeri melihatnya.

"PUAS LO!" bentak Tania dengan nafasnya yang kini tak teratur.

"Waaah, bisa ngomong ternyata, gak bisu, upss," ucap Vanadya.

"Kalian bisa ngomong kaya gitu ke gue karena kalian gak pernah jadi gue! Kalian gak pernah ngerasain apa yang gue rasain selama ini! Dan kalian selalu nganggap gue cewek gila, cewek aneh dan banyak lagi gelar yang kalian buat untuk gue, tapi apa? Gue cuma diem kan, gue ga pernah nentang kalian! tapi gue liat-liat makin gue diem semakin ngelunjak kalian! Apalagi lo!" bentak Tania dengan emosinya yang telah memuncak, dan menatap Vanadya dan Icha dengan tatapan tajam.

Baru kali ini Tania berbicara bahkan membentak teman-temannya di depan umum.

"Ekhem, sayangnya gue gak pernah pengen tuh ngerasain jadi lo, soalnya gue takut nanti gue jadi gila juga, hahaha," ucap Vanadya.

Sedangkan semua orang yang berada di sana hanya terdiam dan ikut mencerna ucapan Tania yang ia lontarkan, kecuali Vanadya dan Icha yang tetap cerocos tak jelas.

"Udah diem Nad, ada mbak jago, canda jago, hahaha," potong Icha.

Sedangkan kini, semua siswa kaget perihal gelas yang tiba-tiba melayang dan berada di belakang Vanadya. Tania yang melihat Jon memegang gelas tersebut dan berdiri di atas kursi di belakang Vanadya.

"Jon, jangan," yang mengisyaratkan pada Jon, namun telat gelas tersebut telah duluan mengguyur tubuh Nadya membuat gadis tersebut terpekik kaget.

"Aaaakh, siapa nih yang berani beraninya nyiram gue!" teriak Vanadya kesal.

"Ichaaaaaaa!" teriak Vanadya.

"Lo nyiram gue Cha!" tuduh Vanadya.

"Loh kok gue? Gue ga ada nyiram lo, sumpah nih," ucap Icha.

"Siapa lagi kalo bukan lo, kan lo yang sekarang deket gue, gak mungkin kan Siska yang nyirem gue, orang gak dateng ke sekolah," ucap Vanadya kesal.

"Tapi, gue gak ada nyirem lo Nad," ucap Icha.

"Tau ah," ucap Vanadya yang kesal dan segera pergi dari hadapan Tania dan semua murid di sana.

Vanadya dan Icha kini telah pergi dari kantin, dan suasana kantin kembali seperti semula hanya suara sendok yang terdengar. Tania kembali duduk pada kursinya, dengan kepala yang sengaja ia tidurkan di meja yang beralas lengannya sendiri.

"Kak Tania," panggil Jon.

"Hmm," balas Tania.

"Kak Tania gak perlu sedih, aku bakal jagain kak Tania dari orang-orang yang kaya tadi, kak Tania jangan khawatir," ucap Jon.

"Makasih Jon, tapi bukan itu yang jadi masalah," ucap Tania.

"Terus apa kak, kalo bukan itu?" tanya Jon.

"Gue benci sama kelebihan yang ada pada diri gue, Jon, kenapa harus gue yang dapat kelebihan ini, gue gak sanggup," ucap Tania.

"Kakak gak boleh ngomong gitu, kakak bukan manusia biasa, karena ada kelebihan tersendiri yang Tuhan berikan khusus buat kakak, kakak gak boleh benci itu," ucap Jon.

"Tapi kenapa harus gue Jon? Kenapa gak kak Vina aja? Harus banget gue yang dapat ini semua?" ucap Tania.

"Karena, Tuhan yakin kak Tania lebih kuat dari kak Vina," jawab Jon.

"Kakak gak boleh benci itu, kalo kakak gak kuat, dan kalau kak Tania pengen cerita, Jon selalu ada buat kakak," ucap Jon.

"Makasih ya Jon," ucap Tania yang kini telah sedikit baik dari sebelumnya.

"Tadi Jon ngapain sih, nyirem Vanadya?" tanya Tania.

"Habis, Jon kesal sama sifatnya. Sebenarnya, udah lama aku liat dia jahatin kakak, tapi aku cuma diem karena aku takut nanti kakak bakal takut sama aku," jawab Jon.

"Tapi gak perlu disiram juga kali, kasihan kan dia jadi basah," sahut Tania.

"Kenapa harus takut?" ucap Tania.

"Iya, soalnya aku kan gak sama kaya kakak," ucap Jon.

"Udah, gak perlu itu. Mau kita sama atau pun beda, gue bakal mau kok temenan sama Jon," ucap Tania.

"Iya kak, baru kali ini aku ketemu manusia yang kaya kakak," ucap Jon.

"Emang kenapa? Gue jelek banget ya," ucap Tania.

"Gak gitu kak, biasanya kan manusia kalo liat aku mereka pada ketakutan sedangkan kakak gak, malahan mudah banget untuk bergaul dengan makhluk kaya aku," ucap Jon.

"Hahaha, mau gimana lagi Jon. Udah terlanjur biasa karena keadaan," jawab Tania.

"Bisa aja kakak, hehehe," sahut Jon.

"Kak Tania, Jon punya teman banyak loh kak," ucap Jon.

"Ooh ya? Mana? Kenapa gak kesini?" tanya Tania antusias.

"Mereka di gudang kak, mereka memang sering di sana," jawab Jon.

"Kakak mau gak kenalan sama teman-teman Jon?" tawar Jon.

"Hmm, boleh juga sih. Tapi gue gak bisa sekarang, soalnya bentar lagi bel masuk," ucap Tania.

"Iya kak, gak apa-apa. Terus kapan kak?" tanya Jon.

"Besok ya," jawab Tania.

"Okey kak," sahut Jon.

Sedangkan semua orang di sana menatap aneh ke arah Tania yang kini sibuk berbicara dengan Jon, namun mereka melihat Tania di sana berbicara sendiri karena ia tak dapat melihat Jon.

***


Load failed, please RETRY

Wöchentlicher Energiestatus

Rank -- Power- Rangliste
Stone -- Power- Stein

Stapelfreischaltung von Kapiteln

Inhaltsverzeichnis

Anzeigeoptionen

Hintergrund

Schriftart

Größe

Kapitel-Kommentare

Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C4
Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
  • Qualität des Schreibens
  • Veröffentlichungsstabilität
  • Geschichtenentwicklung
  • Charakter-Design
  • Welthintergrund

Die Gesamtpunktzahl 0.0

Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
Stimmen Sie mit Powerstein ab
Rank NR.-- Macht-Rangliste
Stone -- Power-Stein
Unangemessene Inhalte melden
error Tipp

Missbrauch melden

Kommentare zu Absätzen

Einloggen