App herunterladen
75% Engkaulah Takdir Hidupku / Chapter 3: Tak terduga atau takdir ?

Kapitel 3: Tak terduga atau takdir ?

Seorang pelayan kantin, mendatangi kami untuk menawari makanan yang ingin kami pesan.

"Neng Naina dan Neng Raisa, itu teh saha?. (Neng Naina dan neng Raisa, itu siapa?). Tanya ibu kantin melirik pada Merve yang sedang duduk disamping Raisa.

"Kok kayaknya saya baru lihat, geulis pisan euy". (Cantik banget). Kata ibu kantin ketika memandang Merve.

"Ini temenku, baru saja pindah dari Turki". Jawab Naina pada ibu kantin.

Setelah melontarkan beberapa pertanyaan, ibu Sarita, nama ibu kantin yang telah menjadi langganan kami sejak pertama kali masuk kuliah sebagai mahasiswi baru.

"Pesan apa neng?". Mengeluarkan secarik kertas dan pena berwarna biru.

"Aku mau pesan Ayam goreng sambal hijau sama es jeruk, kalian mau pesan apa?". Ujar Naina bertanya kepada Raisa serta Merve yang resmi menjadi teman sekaligus sahabatnya itu.

"Sama". Jawab Raisa singkat.

"What do you want to eat, Merve?". (Kamu mau makan apa, Merve). Tanya Raisa pada Merve yang terlihat bingung membaca menu makanan yang tersedia di depan meja kayu berwarna coklat tua yang estetik itu.

"Saya mau pesan Ayam goreng dan roti, jus stroberi satu". Jawab Merve yang mencoba untuk berbicara memakai bahasa Indonesia.

Namun, tentu saja ucapan yang keluar dari mulutnya kurang sempurna.

Maklum saja, karena dia baru belajar bahasa Indonesia satu bulan yang lalu, jadi wajar saja jika ia belum terlalu fasih berbahasa Indonesia.

Ibu Sarita bergegas menulis pesanan yang diinginkan oleh ketiga sahabat itu.

Sembari menunggu pesanan, kami pun berbincang tentang kelas yang kami ikuti hari ini.

"Dulu kalau aku tau di kelas bisnis diajar Pak Fahry, pasti aku ndak akan mau masuk ke jurusan psikologi". Keluh Raisa pada Naina dengan memakai logat yang kental dengan logat jawanya.

Sebenarnya Raisa dan Naina memang berasal dari Jawa, tetapi Naina bersama orang tuanya tinggal di Jakarta sejak Naina kecil.

Namun, ketika SMA, Naina pindah ke Yogyakarta dan bersekolah disana serta tinggal bersama nenek dan kakeknya.

Naina sebenarnya bisa berbicara bahasa Jawa, tetapi karena sejak kecil sudah tinggal di Jakarta, maka ia tidak terbiasa menggunakan bahasa Jawa.

Lebih tepatnya, ia kurang bisa menggunakan bahasa Jawa Krama atau disebut dengan bahasa Jawa halus yang biasa digunakan ketika berbicara kepada orang tua.

Sehingga ia lebih memilih yang sederhana.

Yaitu memakai bahasa Indonesia untuk percakapan sehari-hari.

"Kok bisa sih kamu suka dengan dosen yang sok keren itu?". Cerocos Naina memanyunkan bibirnya.

"Emang keren to?". Sahut Raisa menimpali perkataan dari Naina.

"Iya, tapi gini loh maksudku, kalau keren tanpa dia tebar pesona pun, semua orang juga pasti tau kali". Ujar Naina.

"Kalau dibuat tebar pesona gitu, jatuhnya bikin orang orang ilfil". Tambah Naina yang sedang mengekspresikan kejengkelannya dengan dosen muda itu.

Mendengar kedua sahabatnya berbincang, Merve hanya mendengarkan tanpa berkomentar apapun.

Itu karena ia memahami perbincangan Naina dan Raisa dengan baik.

Setelah berbincang cukup lama, seorang wanita paruh baya datang dari arah dalam kantin.

Dengan senyuman ramah, ibu Sarita membawa baki berisi makanan dan minuma yang di pesan oleh ketiga sahabat itu.

Kali ini ibu Sarita tidak sendiri, seorang pelayan anak perempuan kira kira berusia 15 tahun membantunya.

"Silahkan neng". Ujar Ibu Sarita menghidangkan makanan diatas meja.

"Terima kasih ya, Bu". Jawab Naina pada ibu Sarita.

Mereka pun menyantap makanan yang telah disajikan dengan lahap.

Di tengah tengah mereka asyik menyantap makanan, datanglah seorang laki laki dari arah luar.

Wajahnya tak asing buat mereka.

Laki laki itu adalah Pak Fahry, dosen yang membuat Naina selalu kesal dan tidak betah di dalam kelas.

Sontak kantin yang awalnya tidak terlalu ramai, tiba tiba banyak mahasiswi putri yang masuk ke dalam kantin hanya untuk melihat ketampanan dosen muda itu.

"Nay..Nay.. itu Pak Fahry masuk ke kantin sini". Ucap Raisa dengan wajah berbunga bunga.

Sorot matanya yang tadi keliatan sayu, kini terlihat berbinar binar.

Seolah melihat rembulan di siang hari.

"Ya Allah, gantenge pol yo". (Ya Allah, ganteng banget ya). Tambah Raisa sembari menepuk tangan Naina sedang minum.

Sontak saja hal itu membuat Naina tersedak dan batuk karena kaget dengan tepukan dari Raisa.

"Uhukk..uhukk..". Naina batuk karena tersedak.

"Apaan sih, ya aku tau itu ada dosen yang sok keren itu kan, biasa aja kali". Jawab Naina sewot.

Tiba tiba selera makan Naina hilang ketika melihat dosen muda itu.

Entah mengapa Naina tidak tertarik sama sekali dengan laki laki itu.

Laki laki yang menjadi idola kaum hawa.

"Emang ganteng to, ayo to Nay, emang cowok seperti apa yang bisa membuatmu kagum dan klepek-klepek?". Ujar Raisa menggoda Naina yang cemberut.

"Pokoknya bukan kayak si Fahry yang sok keren itu, sukanya cuma tebar pesona sama cewek-cewek, ilfil banget liatnya". Jawab Naina melirik dengan lirikan sinis ke arah Pak Fahry.

"Andai aja, aku bisa jadi istrinya pak Fahry, pasti aku akan menjadi wanita yang sangat bahagia". Tukas Raisa tersenyum kemerahan pipinya.

Bahagia? tentu saja jika Naina menjadi Raisa, tak akan sudi ia menjadi istri dari dosen muda itu.

Tentu hidupnya tidak akan bahagia, karena Fahry memang suka menampilkan ketampanannya di depan para wanita.

Bisa juga disebut jika ia senang jika banyak wanita yang menyanjung dan memuji dirinya.

"Aku sarankan kamu deh Sa, jangan sampai kamu kecewa karena suka dengan Fahry".

Tukas Naina menasehati sahabatnya itu.

"Naina, Mr. Fahry is handsome, Raisa is true". (Naina, Pak Fahry memang tampan kok, Raisa benar). Cerocos Merve yang daritadi berusaha memahami percakapan Naina dan Raisa.

"Duh bener-bener deh, cewek-cewek sini udah edan dengan si Fahry". Menggelengkan kepalanya sembari melihat Raisa dan Merve.

Kantin yang ramai, membuat tempat duduk menjadi penuh, tak terlihat bangku kosong sedikitpun.

Semua penuh sampai berdempet dempetan.

Hanya tempat duduk yang di duduki oleh Naina dan teman temannya yang kosong.

Ada satu tempat duduk kosong yang muat untuk satu orang.

Terlihat dosen itu menengok kanan dan kiri mencari tempat duduk kosong, namun, tak menemukannya.

Ia melihat Naina dan temannya yang sedang duduk dan makan serta mengobrol.

Ia berinisiatif untuk menghampiri Naina dan bergabung dengan mereka.

Ia berjalan kearah Naina membawa ayam geprek dan es degan favoritnya.

"Boleh saya bergabung dengan kalian?". Tanya Dosen tampan itu pada Naina dan teman-temannya.

"Bo..bo..boleh". Jawab Raisa yang tiba tiba menjadi kagok melihat keberadaan Fahry di dekat mereka.

"Terima kasih". Ucap Fahry pada Raisa sambil tersenyum.

Terlihat lesung pipinya merekah menambah manis senyumannya.

Hati Raisa menjadi meleleh melihat Fahry tersenyum kepadanya.

Ini adalah kesempatan terbaik untuk dirinya agar semakin dekat dengan Fahry.

Kesempatan yang tak akan datang kedua kalinya.

Pikir Raisa sambil senyum senyum yang mbuat pipinya kemerahan.


Load failed, please RETRY

Wöchentlicher Energiestatus

Rank -- Power- Rangliste
Stone -- Power- Stein

Stapelfreischaltung von Kapiteln

Inhaltsverzeichnis

Anzeigeoptionen

Hintergrund

Schriftart

Größe

Kapitel-Kommentare

Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C3
Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
  • Qualität des Schreibens
  • Veröffentlichungsstabilität
  • Geschichtenentwicklung
  • Charakter-Design
  • Welthintergrund

Die Gesamtpunktzahl 0.0

Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
Stimmen Sie mit Powerstein ab
Rank NR.-- Macht-Rangliste
Stone -- Power-Stein
Unangemessene Inhalte melden
error Tipp

Missbrauch melden

Kommentare zu Absätzen

Einloggen