"Aah, aku sudah bosan mendengarkan hal semacam itu."
Bella mengangkat tanganya, ingin menampar, tapi dalam waktu singkat, sosok yang mirip Duchess Celia itu berbalik menerjangnya, kuku yang panjang itu menggores pipinya.
"Argh." Bella hampir terjungkal, tapi ditahan oleh Leo di belakangnya. "Awas kau! Kejar dia, Dylan!"
Sosok itu melesat, menabrak pintu hingga terbuka lebar, lalu berlari keluar dengan cepat.
Dylan mengambil pedang berlari keluar mengejar, Renee melihat Bella melambaikan tanganya dan akhirnya ia menyusul Dylan untuk mengejar, sosok itu berhasil ditangkap dan Renee melihat Dylan mengayunkan pedangnya, menebas tubuh itu dengan cepat.
Dylan menjatuhkan pedang ke atas tanah, ia mengusap wajahnya yang ternoda lalu menatap Renee.
"Kenapa kau ikut keluar?"
Renee menatap monster yang tergeletak di tanah, ia mengerutkan kening.
"Aku ingin mengalahkan mereka, jadi aku pikir aku harus terbiasa."
Dylan tertawa mendengarnya.
"Apakah Leo mempengaruhimu? Sorot matanya berubah saat aku datang."
Dylan adalah orang yang paling paham dengan Leo sejak kecil, sebelumnya laki-laki itu terlihat pasrah, tapi ketika ia datang kembali Leo terlihat lebih baik.
"Tapi ... apa yang kau inginkan itu adalah ide yang bagus bagi kami."
Ketika Dylan melihat Leo yang mengubah sorot matanya, ia hanya bisa menebak, mungkin Leo sudah mengucapkan beberapa patah kata untuk mengancam Renee lagi … laki-laki itu suka hal seperti itu.
"Aku yang mempengaruhinya." Renee mengangkat kakinya dan menginjak tangan monster yang kini tidak bergerak lagi. "Aku bilang, aku tidak akan meninggalkannya."
Dylan menatap Renee, rambut wanita itu diikat ke atass secara asal-asalan dan beberapa helai berkibar terkena sapuan angin.
Jarang bagi Dylan melihat keindahan di bawah sinar matahari karena ia selalu terperangkap dalam kegelapan bersama Leo dan melihat wajah masam Bella setiap saat.
"Kau memang orang berjiwa suci."
Dylan tersenyum tulus, seandainya orang yang ada di depannya ini malaikat, Dylan mungkin akan menjatuhkan lututnya untuk yang kedua kalinya.
Renee memandang ke tangan monster itu, ia menggelengkan kepalanya. "Sudahlah, ayo kita kembali."
Mereka berdua berjalan kembali ke tempat Leo dan Bella berada, Renee melihat wanita itu sedang mengepel lantai yang kotor karena monster tadi sedangkan Leo kembali duduk ke tempatnya.
Sesaat, empat orang di dalam ruangan itu tidak tahu harus mengatakan apa, mereka saling diam dan mendengarkan suara rembesan air dari kain pel yang diperas oleh Bella.
Setidaknya untuk sesaat, mereka dalam keadaan yang tenang.
Dylan bukan orang yang akan berdiam diri dalam waktu yang lama seperti Leo, ia berjalan ke ruangan lain untuk mencari sesuatu yang bisa dilakukan.
Setelah selesai mengepel, Bella duduk di sudut dan memejamkan matanya, kedua tangannya terlipat di atas perutnya, menandakan kalau ia tidak ingin diganggu.
Renee tidak tahu apakah Ivana akan benar-benar mengirimkan kejutan seperti yang ia maksud. , ia duduk kaki dan pikirannya berkeliaran kemana-mana.
Malam kemudian berlalu dengan damai, tidak ada tanda apa pun sampai fajar datang kembali. Mereka terus berjaga hingga tiga hari berlalu, tetap tidak ada yang terjadi, keadaan kota Dorthive diluar sana mulai pulih dan orang-orang mulai beraktivitas seperti biasa.
Semakin tenang keadaan di luar dan semakin sedikit monster yang mendekat pada mereka, Renee semakin gelisah, ia punya firasat kalau Ivana akan muncul tiba-tiba dan menghancurkan mereka semua.
Ketika hari keempat berlalu, Renee tidak bisa menahan semua kegelisahannya lagi, ia keluar dari kamar lalu menatap Leo yang masih duduk di tempat yang sama, wanita itu menarik napas dalam-dalam.
"Aku pikir kita tidak bisa terus seperti ini."
Leo menoleh, tapi ia tidak mengatakan apa pun, alisnya sedikit terangkat.
"Kita tidak bisa menunggu sampai kejutan yang dimaksud Ivana datang." Renee mengepalkan kedua tangannya. "Aku punya ide."
"Apa yang kau katakan?"
Bella datang dari dapur membawa nampan berisi empat gelas teh, meletakkannya dengan hati-hati di atas meja.
"Kalian bilang aku adalah orang berjiwa suci." Renee memegang pedang pendek dengan erat. "Karena aku adalah orang berjiwa suci, maka hanya aku yang bisa mengalahkan mereka, kan?"
"Ya."
Bella menatap Renee, matanya itu melebar, seakan tengah menangkap apa yang dimaksud oleh Renee. Mereka berada di bangunan ini selama empat hari dan tidak ada yang terjadi, wajar jika Renee memikirkan hal seperti itu.
"Aku ingin keluar bersama Dylan," kata Renee sambil menatap lurus Leo, Dylan baru saja datang dengan rambut yang basah. "Aku ingin berlatih mengalahkan monster sampai kejutan yang dimaksud Ivana datang."
Di antara mereka berempat, hanya Dylan yang bebas pergi setiap hari untuk memeriksa keadaan kota Dorthive, tidak jarang ia akan kembali dengan baju penuh noda dan luka. Ivana masih mengirim satu atau dua orang monster untuk meneror mereka, hanya saja monster itu tidak pernah lagi sampai ke depan pintu.
Bella tertegun, lalu ia mengangguk. "Kau benar, tidak ada gunanya kalau orang berjiwa suci tapi tidak bisa apa-apa."
Renee tersenyum pada Bella, lalu ia beralih pada Leo, laki-laki itu menggerakkan tangannya dengan pelan.
Leo tidak nyaman mendengarnya, ia tahu tidak mungkin ada orang normal yang akan tahan berdiam diri di dalam kegelapan seperti dirinya.
Alih-alih menunggu, Renee lebih suka mempersiapkan dirinya.
"Leo, apa pendapatmu?" tanya Renee dengan tidak sabar, Dylan tidak mengatakan apa-apa, ia memasang rompi dan sepatunya diam-diam di sudut.
"Pergilah." Leo menjawab dengan tenang, seakan itu tidak ada hubungannya dengan dirinya, mata hitamnya itu terlihat meredup, seperti kehilangan cahayanya.
"Aku tidak akan pergi jauh." Renee mengerti ketidaknyaman Leo, ia mendekat dan membungkukkan tubuhnya, menggenggam tangan laki-laki itu dengan pelan. "Aku berjanji aku akan kembali."
Bela mengerutkan keningnya, melihat Leo yang tidak menolak genggaman tangan Renee membuat perasaannya menjadi rumit.
Dylan menyelesaikan ikatan sepatunya dan tersenyum tipis melihat tiga orang yang ada di depannya itu.
"Ya, pergilah." Leo mengangguk dan melepaskan genggaman tangan Renee. "Aku akan baik-baik saja di sini bersama Bella."
Bella mendengkus, ia berkacak pinggang dan membuang muka.
"Jangan khawatir, kami tidak akan pergi kemana-mana, toh … kalian hanya pergi sepanjang siang."
Renee mengangguk lega, ia dan Dylan saling pandang.
Mereka berdua beranjak keluar dalam waktu singkat, pintu kembali tertutup menyisakan ruangan yang disinari cahaya temaram lentera.
Leo menggosok kedua tangannya yang mulai dingin. Perasaan hangat yang tersisa mulai memudar. Semua kata-kata yang Renee ucapkan beberapa hari yang lalu masih terasa segar di ingatannya. Diam-diam ia tersenyum dan mengusap wajahnya dengan pelan.
"Padahal mereka belum pergi lebih dari satu menit, tapi aku ingin mereka segera kembali." Bella bergumam pelan sambil menatap punggung Dylan dan Renee yang menghilang dari celah tirai yang menutupi vkaca jendela.
Leo tidak menyahut, tiba-tiba saja ia menjatuhkan selimut yang menutupi kakinya ke atas lantai.