Ulfa tidak melanjutkan lagi ucapannya. Namun dia segera mengambil tasnya dan menuju keluar dari ruangan itu. Semua tampak bingung. Hanya Evan yang menyusul keluar. Di sana dia mendapatkan diri Ulfa menangis dan mengusap air mata yang sudah tidak tertahan lagi.
"Sebenarnya apa yang sudah terjadi pada dirinya ya?"
"Van?" Panggil Grizelle yang menyusul dari belakang.
"Ada apa?"
"Entahlah, aku juga tidak tahu. Tapi aku melihat dia sepertinya sedang menangis."
"Terus, apa yang harus kita lakukan?" Ucap Grizelle. "Eh, coba lihat itu!" sambungnya sembari menunjuk ke arah Ulfa. Terlihat Ulfa yang berada di parkiran ditarik paksa oleh seorang pria paruh baya yang tidak Griz maupun Evan kenal.
"Siapa pria itu, Griz? Kenapa dia tarik tangan Bu Ulfa kasar sekali."
"Tidak tahu, Van."
"Ayo kita ikutin!"
"Yaelah, Van. Dosen seperti dia saja kamu urusin. Mentang-mentang dia cantik, mau kamu dekati begitu? Mana bisa?" Tiba-tiba Roy datang mengejek.
"Diam kamu!" Sergah Evan yang hampir meninju muka Roy namun dengan cepat Grizelle menangkis tangan Evan dan coba menenangkan hati Evan. Roy dan Evan memang selalu bermusuhan di kelas. Selain berlawanan bermain basket, mereka juga selalu menyukai wanita yang sama. Termasuk memperebutkan Grizelle. Namun Grizelle, memilih berteman dengan Evan yang menurutnya lebih baik dari Roy yang egois.
"Sudah cukup, Van. Ayo kita ikuti saja Bu Ulfa." Ucap Grizelle mengingatkan kembali dengan Ulfa dosennya.
"Lihat saja loh entar!" Ucap Evan sedikit mengancam dan menudingkan jarinya ke arah Roy.
"Sudah-sudah!" Grizelle berusaha melerai mereka berdua agar tidak terjadi lagi perkelahian itu.
Keduanya pun langsung buru-buru ke parkiran untuk segera mengejar Bu Ulfa. Griz dan Evan terus mengikuti mobil yang membawa Ulfa dengan menggunakan motor. Dengan padatnya jalan lintas saat itu membuat mereka kewalahan. Untung saja mereka menggunakan motor. Jika tidak mungkin akan kehilangan jejak mobil yang hampir saja tidak terlihat.
"Ayo, Van. Buruan!" Teriak Griz sembari memukul ringan bahu Evan yang berada di depannya.
"Iya, Griz. Sabar! Aku sudah ngebut ini."
Tiba pada sebuah gang kecil, mobil itu belok dan masuk ke dalam gang sempit. Grizelle dan Evan tidak tahu Ulfa akan di bawa ke mana.
"Van, mau ke mana itu? Menuju rumahnya Bu Ulfa bukan?"
"Entahlah, aku juga tidak tahu. Aku tidak tahu pasti rumahnya Bu Ulfa. Setahu aku dengar-dengar kemarin bukan di sini."
"Wah, gawat. Jangan-jangan pria tadi berniat jahat sama Bu Ulfa. Ayo cepat kita selidiki lagi, Van."
"Iya, tenang. Sabar, Griz. Ini aku juga lagi berusaha ikuti terus kok."
Terlihat mobil itu kembali berhenti pada sebuah bak sampah di pinggir jalan, dan melemparkan sesuatu yang entah apa isinya. Hal itu semakin membuat Griz dan Evan curiga dengan apa yang sudah di lempar tadi. Tampaknya mobil itu tidak menyadari, sedari tadi motor Evan menguntit tidak jauh di belakang mobil itu. Mungkin karena banyaknya motor dan mobil lain lalu lalang. Sehingga tidak menimbulkan kecurigaan.
"Van, apa yang mereka buang itu!"
"Entahlah, ayo kita lihat!"
"Tidak, Van. Itu tidak penting. Yang penting sekarang Ibu Ulfa. Ayo kita kejar, nanti kita kehilangan jejaknya."
Tanpa mendengar ucapan Grizelle lagi, Evan menghentikan motornya tepat pada benda sebuah plastik berisi mencurigakan yang dibuang tadi.
Ciiiitttt!!! Rem motor berbunyi ketika berhenti.
"Van, kamu kenapa berhenti sih?" Gerutu Grizelle di belakang.
"Diamlah!"
Evan segera membuka isi plastik tersebut. Tanpa peduli beberapa orang yang ikut lalu lalang melihatnya.
"Sudahlah, itu tidak penting. Ayo, Van!" Grizelle benar-benar mendesak Evan saat itu. Sementara itu, Evan asyik membuka bungkusan. Yang ternyata isi dalam bungkusan plastik tersebut adalah baju yang dikenakan Ulfa tadi ketika berada di kampus.
"Kurang ajar!" Sergahnya yang amat terkesan marah berapi-api.
"Ada apa, Van?" Tanya Grizelle semakin penasaran. Dia tidak sempat melihat apa yang di pegang atau plastik yang di buka Evan tadi. Plastik itu segera di lempar kembali dan Evan pun melajukan motornya. Hampir saja Griz terjatuh karena ulah Evan. Grizelle langsung mendekap pinggang Evan kuat-kuat. Beberapa kali Grizelle bertanya, namun tidak dipedulikan Evan. Evan hanya lebih fokus dengan jalan dan mengejar kembali mobil yang hampir hilang dari pandangan. Tapi benar saja, sudah jauh mobil itu tampak menghilang tidak terlihat lagi.
"Ah, sial! Ke mana mobil itu perginya?"
"Tuh kan, kamu sih tadi pakai berhenti segala. Memangnya apa yang sudah kamu lihat tadi di plastik?"
"Tadi semua pakaian Bu Ulfa, Griz!" Jelas Evan dengan nada kesal.
"Itu artinya?" Ucap Grizelle mengada-ada.
"Iya," pertanyaan itu pun di jawab langsung oleh Evan. Bahwasanya, mereka sudah saling mengerti. Kalau Ulfa sedang bahaya, atau sedang di nodai dalam mobil tersebut. Keduanya pun tanpa berpikir panjang terus mencari sampai menemukan mobil itu. Dalam kecepatan motor, tiba-tiba Griz minta untuk menghentikan motornya.
"Stop, Van!" Teriak Grizelle dan menepuk punggung Evan berkali-kali.
"Ada apa?" Tanya Evan sembari mengerem mendadak lalu berhenti.
"Aku melihat sesuatu tadi, coba mundur!" Pinta Grizelle semakin membuat Evan penasaran. Evan pun langsung menuruti apa yang di minta Grizelle. Dia mundurkan sedikit motornya tepat pada sebuah mushola yang tidak terlalu besar juga tidak terlalu kecil.
"Bukannya itu mobil tadi kan?"
"Iya, benar. Ayo kita turun, Grizelle. Aku takut jika terjadi sesuatu dengan Bu Ulfa."
"Tunggu-tunggu! Kita tadi mengira kalau Bu Ulfa di perkosa dalam mobil kan?"
"Hem," jawab Evan singkat.
"Lalu kenapa mereka berhenti di sini ya?"
"Ayo lah, Grizelle. Bahas ini tuh tidak penting. Yang penting sekarang kita harus cari Bu Ulfa sekarang. Mobilnya terlihat tidak ada orang. Mungkin saja mereka masuk ke dalam."
"Ya sudah kalau begitu, ayo kita masuk!" Ajak Grizelle.
Mobil dalam keadaan tidak ada satu orang pun di dalam. Namun suasana mushola itu juga tidak sepi. Tampak beberapa orang ikut serta dalam sebuah perkumpulan. Entah sedang terjadi apa di dalam sana. Grizelle dan Evan pun memberanikan diri untuk masuk ke dalam dan ikut serta dalam perkumpulan tersebut.
"Ma, aku tidak mau menikah dengan pria yang tidak aku cinta." Terang suara wanita yang membelakangi Griz juga Evan. Jadi mereka berdua tidak dapat melihat pasti wajah pemilik suara itu yang mengenakan gaun putih.
"Tidak, kamu harus menikah dengan dia. Kamu sadar 'kan? Hutang yang ditinggalkan papa kamu banyak. Mama tidak bisa membayarnya."
"Aku bisa bayar sedikit-sedikit dengan hasil kerjaku, Ma."
"Mau sampai kapan baru lunas kalau kamu cicil. Pokoknya kamu harus menikah dengan dia." Ucap Mama dengan tegas.
Griz dan Evan masih bingung dengan mendengarkan percakapan mereka. Keduanya saling berpandangan dan mengangkat bahu masing-masing tanda tidak mengerti dengan apa yang sudah terjadi.