App herunterladen
0.5% Aku Bukan Boneka Ayahku / Chapter 2: Kenapa Ayah Tega

Kapitel 2: Kenapa Ayah Tega

Hujan deras sudah berhenti sejak tadi, justru air datang dari mata Griz yang meratapi kesedihannya. Tiba-tiba di tengah perjalanannya, dia mengingat sesuatu yang sudah dia lupakan.

"Ya Tuhan, aku melupakan sesuatu!" Langkah Grizelle terhenti dan berniat untuk kembali ke hotel setelah berjarak beberapa meter dari tempat. Tanpa berpikir panjang lagi, Grizelle kembali ke kamar yang sudah terkunci.

"Yah, aku terlambat. Pasti pria tadi sudah membereskan semuanya." Ucapnya lesu.

"Kamu kembali pasti karena ini kan?" Kiano mengulurkan tangannya yang terdapat uang beberapa lembar untuk diberikan pada Grizelle. Griz sontak kaget melihat Kiano tiba-tiba sudah berada tepat di belakangnya.

"Kamu? Apa ini?"

"Ini uang kamu kan?"

"Tidak!"

"Lalu uang siapa? Uang ini aku temukan di kamar kamu tadi di balik selimut!" Kata Kiano yang sangat meyakinkan.

"Jadi kamu sudah tahu?" Tanya Grizelle sedikit malu dan menggigit bibir tipisnya.

"Jelas aku tahu, ini pasti uang kamu. Nih aku kembalikan! Aku tidak mengambil sedikit pun kok."

"Em, maksud aku," ucapan Griz terhenti. "Ini buat kamu saja, aku tidak butuh!" sambungnya dan kembali melangkah untuk pulang. Griz hanya memikirkan bercak itu, namun Kiano malah membahas uang. Kiano hanya menganga dengan kepergian Griz, lalu dia melihat lembaran uang seratus ribuan di tangan yang Griz berikan secara cuma-cuma untuknya.

"Eh, Nona! Siapa nama kamu?" Pekik Kiano, namun keburu Griz masuk ke dalam lift untuk turun.

"Hadeh, lumayan sih dapat rejeki. Kan bisa buat bayar kontrakan!" Ucapnya terkekeh lalu memasukkan uang ke dalam sakunya.

"Eith, apaan tuh!" tiba-tiba Reza datang merampas uang Kiano sebelum masuk ke dalam saku.

"Enak saja main ambil. Nih uang aku tau!"

"Em, kamu tidak nyolong kan? Dapat uang dari mana kamu sebanyak ini!" Ledek Reza.

"Pengen tahu banget sih kamu, kembalikan uang aku. Ganggu orang mau kerja saja!" Kiano merampas kembali uang di tangan Reza.

"Huh, dasar!" ucap Reza singkat lalu ikut pergi meninggalkan tempat itu.

***

"Kenapa Ayah tega lakukan ini terhadap ku?" Dengan jalan tertunduk, Grizelle meratapi nasibnya. Dia ingat kemarin sepulang sekolah langsung tidur, sebelum itu dia minum air yang sudah tersedia di meja belajarnya. Mungkin saja air itu sudah dicampur dengan obat tidur. Ayah Griz memang terbilang ayah yang kejam dan jahat. Dia berani lakukan hal apa saja demi kebahagiaan dirinya sendiri. Pekerjaannya hanya berjudi dan mabuk-mabukan bersama temannya. Grizelle hanyalah anak satu-satunya yang masih kuliah di fakultas ekonomi semester akhir. Berbeda dengan ibunya, walaupun dalam keadaan sakit dia tetap berusaha mencari uang untuk sesuap nasi dengan berjualan di setiap lampu merah. Namun akhir-akhir ini ibunya sering sakit-sakitan.

"Aku takut untuk pulang. Jika benar ayah yang sudah lakukan ini, pasti aku akan dijual lagi. Tapi bagaimana dengan ibu yang sakit-sakitan di rumah. Pasti tidak ada yang urus nanti!" Dalam kebimbangan yang Griz rasakan, Griz akhirnya memilih untuk tetap pulang ke rumah.

Kebetulan rumah terlihat sepi, Grizelle masuk dengan sangat hati-hati dalam langkahnya. Kemudian, setelah merasa aman dia langsung masuk ke dalam kamar. Lalu masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Tanpa melepaskan pakaian lagi, Griz mengguyur sekujur tubuhnya dan menangis di bawah pancuran air.

"Aku jijik dengan diri aku, aku sudah tidak suci. Ya Tuhan, Maafkan aku! Apa yang harus aku lakukan sekarang. Aku takut hamil!"

"Zel? Grizelle? Kamu di dalam, Nak? Huk, uhuk!" Panggil ibu Dewi dari luar kamar seraya terbatuk-batuk.

"Hah! Ibu? Bagaimana ini, apa yang harus aku lakukan?"

"Griz?" panggil ibu lagi. "Kamu tidak sekolah ya?" sambungnya.

Karena tidak ada sahutan dari dalam, ibu meninggalkan kamar Grizelle. Namun, tidak lama pintu terbuka. Terlihat Grizelle sudah berdiri di depan pintu dengan rambut basah kuyup yang diseka dengan handuknya.

"Griz, kamu tidak apa-apa?" Sapa ibu Dewi ketika melihat Griz tampak lemas dan mata sembab. Tidak mendapatkan jawaban, namun Griz langsung berlari memeluk ibunya. Membuat ibu semakin bingung dengan sikap Grizelle saat itu.

"Kamu kenapa sayang? Kamu ada masalah sama teman kamu, atau ada hal lain?"

Grizelle terdiam sejenak dan menyeka air matanya yang sudah menetes lembut di pipi.

"Ayah di mana, Bu?" Lain hal yang di tanya Griz membuat ibu semakin bingung dengan sikap anaknya.

"Mungkin lagi di tempat temannya!" jawab ibu singkat.

'Tidak mungkin aku cerita sekarang sama ibu, pasti dia akan syok pikirkan hal ini. Lebih baik aku tidak cerita apa-apa. Aku juga tidak ingin kalau ibu sampai bertengkar lagi dengan ayah hanya gara-gara aku,' Grizelle menghentikan niatnya untuk cerita yang sebenarnya terjadi pada ibunya.

"Sayang! Kamu kenapa? Cerita sama Ibu, Nak!" Lagi-lagi ibu bertanya dan menghentikan lamunan Grizelle. "Kamu kenapa sih? Jangan sampai buat Ibu khawatir. Mana sampai sembab begini mata. Siapa yang sudah sakiti kamu? Hah! Katakan sama Ibu!"

"Tidak ada ibu, aku hanya lelah. Aku tidak enak badan. Tidak apa-apa kan aku hari ini tidak sekolah dulu."

"Kamu sakit? Kalau begitu Ibu belikan obat ya. Kamu tunggu di sini."

"Tidak perlu, Bu. Aku tidak apa-apa, aku hanya butuh waktu untuk istirahat saja."

"Benar kamu tidak apa-apa? Nanti kalau butuh apa-apa bagaimana? Ibu tidak bisa bantu. Karena Ibu harus jualan sekarang. Atau Ibu di rumah saja ya? Nanti kuenya kasih ke tetangga saja."

"Jangan, Bu. Kalau Ibu tidak jualan nanti bagaimana dengan Ayah. Pasti dia sangat marah karena Ibu tidak kasih uang. Ibu jualan saja, aku tidak apa-apa di rumah sendiri."

"Yakin kamu tidak apa-apa?"

"Benar, Bu. Yang penting Ibu hati-hati di luar ya? Semoga dagangannya laris. Kalau hujan, capek, istirahat ya. Apa lagi kalau hujan, segera berteduh!"

"Iya anak Ibu sayang. Kamu juga cepat sembuh ya, Nak!"

"Ibu tenang saja," Griz tetap memberikan senyum terbaiknya untuk menyembunyikan kepiluan.

"Iya sudah, kalau begitu Ibu berangkat dulu ya!"

"Iya, Bu. Ibu hati-hati ya!"

Kepergian ibunya untuk berjualan seakan Kehilangan besar yang Grizelle rasakan. Dia semakin takut untuk bertemu ayahnya ketika dia sendiri di rumah.

"Semoga saja ayah tidak pulang cepat hari ini."

Brakk!!!

Belum berhenti berucap, ada yang membanting pintu dengan keras.

"Dewi! Ambilkan aku makan. Aku lapar!" Teriaknya dengan keras sembari menggebrak meja dengan kedua kaki yang sudah diatas meja. Berkali-kali suara lantang terdengar jelas. Namun dia terdengar semakin marah karena tidak ada balasan. Bagaimana tidak, ibu Dewi sedang keluar untuk berjualan. Grizelle semakin gemetar mendengar suara itu. Dia tidak berani keluar dari kamar dan berkata apa-apa lagi.

"Hah, ternyata kamu sudah kembali!"

Tiba-tiba pintu terbuka. Cerobohnya Grizelle lupa mengunci pintu. Kini dia tertangkap basah lagi sedang duduk di sudut kamar dengan merangkul kedua kakinya.

"Ayah!" ucapnya lirih dan gemetar.

"Kamu kenapa seperti takut begitu?" Ucap ayah seakan tidak ada masalah apapun. Grizelle hanya menggeleng kan kepalanya.


Load failed, please RETRY

Geschenke

Geschenk -- Geschenk erhalten

    Wöchentlicher Energiestatus

    Rank -- Power- Rangliste
    Stone -- Power- Stein

    Stapelfreischaltung von Kapiteln

    Inhaltsverzeichnis

    Anzeigeoptionen

    Hintergrund

    Schriftart

    Größe

    Kapitel-Kommentare

    Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C2
    Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
    • Qualität des Schreibens
    • Veröffentlichungsstabilität
    • Geschichtenentwicklung
    • Charakter-Design
    • Welthintergrund

    Die Gesamtpunktzahl 0.0

    Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
    Stimmen Sie mit Powerstein ab
    Rank NR.-- Macht-Rangliste
    Stone -- Power-Stein
    Unangemessene Inhalte melden
    error Tipp

    Missbrauch melden

    Kommentare zu Absätzen

    Einloggen