Langit malam ini cerah. Bulan terlihat jelas tanpa awan yang terlihat di mata, bahkan beberapa bintik cahaya kecil yang mungkin adalah bintang dapat terlihat di tengah sorot lampu kota dan banyaknya kendaraan berlalu-lalang.
Dan di tengah semua itu, Assuja berdiri di balkon apartemennya. Menatap kosong pemandangan ini dengan entah apa yang sebenarnya tengah ada di pikirannya.
Dengan gerak lambat, Assuja mulai memanjat pagar pembatas dan berdiri di atasnya. Terus menatap ke bawah seolah tidak sadar bahwa dia kini berdiri di ambang tipis antara hidup dan mati dalam satu langkah kecil. Hingga akhirnya satu langkah kecil nan mematikan itu pun berjalan dengan tempo sebuah skenario yang diatur dengan sempurna. Dan ...
"APA YANG KAU LAKUKAN?!"
... Teriakan tersebut terdengar bersama tubuh Assuja yang jatuh. Jatuh kembali ke sisi aman berkat sebuah tarikan cepat.
Menoleh ke belakang, Assuja melihat wajah akrab dan berkata, "Apa yang kau lakukan di sini Cha?" Seolah tidak ada sesuatu yang terjadi.
"Apa sekarang waktu yang tepat untuk bertanya hal semacam itu?! " Cha, Charista berteriak. "Setidaknya kenapa kamu tidak segera bangun untuk sekarang sebelum aku menendangmu!"
Apa yang Charista ucapkan tidak salah. Dengan dia yang menarik Assuja dari entah apa yang dia ingin lakukan di tempat seperti itu, kini Assuja menimpa tubuh kecilnya.
****
"Jadi, apa yang sebenarnya coba kamu lakukan tadi?" Charista bertanya sembari meminum segelas kopi yang dia seduh sendiri, menyerahkan gelas lain di tangannya pada Assuja yang tengah duduk di tengah ruangan.
"Tidak ada yang spesial. Aku hanya mencoba melompat dari balkon."
"Eh ...."
"Ack! Panas! Kenapa kau menjatuhkan gelas itu ke arahku Cha?!"
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Uhmm... Cha? Charis apa kau baik?" tanya Assuja melihat Charista yang tetap berdiri kosong selama beberapa saat.
Dan seolah arus pendek yang terjadi di kepalanya telah selesai, Charista hanya bertanya dengan skeptis, "Apa kamu ingin mati?!"
"Yah, memang itu yang kuinginkan."
"... Apa kamu salah makan atau semacamnya, Suja?"
"Tidak, aku makan dan tidur dengan cukup baik, kurasa?"
"Jadi apa yang sebenarnya ada dipikiranmu itu ...," geram Charista jengkel melihat sikap santai Assuja, dan tepat seperti yang dia rasa ....
Assuja malah menjawab, "Apa kau tengah bermain dedektif atau sesuatu semacam itu? Kau terus bertanya sejak datang kemari." Seolah mereka tengah bercanda.
"Bisakah kamu hanya menjawab pertanyaanku, Suja?" Tatap Charista tajam, muak dengan sikap Assuja. Bagaimanapun, sebagai teman— sahabat mana yang akan tetap diam mengetahui bahwa orang yang ada di depannya berniat bunuh diri?
Dan seolah baru menyadari bahwa Charista serius, Assuja menjawab lugas, "Aku ingin tahu apa itu kematian." Dengan nada yang tidak bisa dianggap serius. Namun dia belum selesai bahkan setelah melihat Charista akan meledak marah karena dia benar-benar serius tentang ini.
"Coba pikirkan ini sejenak Cha, apa yang terjadi setelah kau mati? Apa kau hanya akan berakhir sebagai sepotong tubuh daging kaku lain atau sesuatu yang disebut roh itu pergi ke suatu tempat?"
"Jadi, kamu ingin mati karena itu?"
Assuja mengangguk. "Ini tidak seperti ada cara lain untuk mengetahui itu bukan?"
"Kamu seharusnya lebih menyayangi hidupmu Suja."
"Yah, kurasa hidup tidak seberharga itu? Bahkan saat kita bicara seperti ini kuyakin ada seseorang yang mati di suatu tempat di luar sana."
Charista terdiam, dia tahu seperti apa Assuja dengan baik karena mereka telah saling mengenal sejak lama. Begitu dia terpaku akan sesuatu, entah hal tersebut masuk akal atau tidak, dia akan terus mengejarnya hingga keingintahunnya terpuaskan.
Charista masih ingat bagaimana Assuja terus mengamati beberapa alat acak di masa lalu selama berjam-jam atau bahkan beberapa hari tanpa berpindah sedikitpun dari tempatnya semula tanpa peduli gangguan apapun. Dengan kata lain, Assuja dapat dianggap berdedikasi namun Charista menyadari bahwa di sinilah masalahnya.
Assuja hanya akan terus fokus pada apa yang membuatnya tertarik tidak peduli apa.
'Kenapa dia bisa tertarik ke subjek absurd semacam ini,' desah Charista dalam hati. Dia sadar dalam kasus ini, tidak peduli seberapa absurd itu, bahkan jika Assuja diberi konseling seharian penuh dia pasti akan mencoba bunuh diri lain kali. 'Mari pikirkan cara agar dapat mengalihkan perhatiannya atas topik absurd ini.'
Charista tenggelam dalam pikirannya, tahu hal ini tidak akan mudah. Mengabaikan seribu satu alasan yang tengah Assuja kemukakan tentang alasan dia tertarik dalam subjek absurd ini.
'Kematian yang bukan merupakan kematian dalam arti yang aku takutkan terjadi, tapi itu masih akan menarik Assuja untuk terlibat. Bagaimana jika 'kematian' itu tidak terjadi di dunia ini tapi di tempat lain misal ...' Mata Charista bersinar diam seolah telah menemukan kunci tersembunyi.' Virtualverse? "
'Bahkan jika Suja mati, benar-benar menuju bentuk kematian yang diinginkannya setidaknya dia tidak akan berada dalam masalah nyata tapi hanya karakternya. Yah, kurasa ini adalah pilihan yang tepat,' hati Charista berkata dengan pasti.
Sekarang hanya tersisa masalah kecil baginya untuk meyakinkan Assuja. Bahkan jika Charista mengabaikan apa yang Assuja katakan, itu tidak berarti bahwa dia tak mendengarnya.
Dari sejauh apa yang dapat berhasil dia tangkap, yang dicari Assuja bukanlah kematian itu sendiri tapi apa yang terdapat dibalik pintu kematian itu. Apa yang membuat kematian itu sendiri menjadi menakutkan.
"Untuk sekarang mengapa kamu tidak mencoba seperti apa rasa kematian itu terlebih dahulu di Virtualverse?" kata Charista memotong Assuja, langsung ke pokok permasalahan yang diinginkan. Dalam menghadapi sikap Assuja, jika dia mencoba berbasa-basi maka dia hanya akan semakin melenceng.
"Itu tidak berguna bukan? Aku tetap tidak akan tahu apa itu kematian karena yah, kau tahu—"
"Kamu tidak akan dapat tahu apa yang ada di balik pintu itu, Suja?"
Assuja mengangguk. Menyatakan bahwa apa yang Charista ucapkan itu benar.
"Tapi coba kamu pikirkan saja dengan cara seperti ini. Sebelum kamu melewati pintu itu bukankah lebih baik jika kamu dapat mengenal apa pintu itu sendiri terlebih dahulu?" Charista berkata, menunjuk Assuja sebelum melanjutkan, "Sebagai contoh, orang berkata bahwa salah satu kematian paling menyakitkan itu disebabkan karena tenggelam bukan?"
"Ya, itu benar."
"Tapi apakah itu benar?"
"Bukankah memang seperti—"
"Apa kamu sudah pernah mengalaminya?"
"...."
"Jadi, kamu mau 'me-ne-ri-ma' saranku, 'kan Suja." Senyum Charista lembut, hanya untuk membuat itu terasa lebih menakutkan bagi Assuja.
"...."
"Hmm?"
"... Ya... baiklah." Assuja menjawab lemah. "Tapi itu tidak mungkin 'kan karena bertentangan dengan S&K yang ada?"
'Apakah hukum pernah menghalangimu?' pikir Charista terhadap sanggahan lemah Assuja dan berkata, "Yah, kurasa terdapat hal mudah untuk menyelesaikan masalah tersebut."
Mengambil ponsel dari sakunya dan memperlihatkannya pada Assuja. "Kamu hanya perlu berada di sini."
" Vivid?"