Sesekali aku menimpali dan sesekali hanya memilih mengangguk dengan seulas senyum tipis.
Aku kembali mengedarkan pandangan ke arah jendela kaca, mengamati suasana jalanan kota Jakarta. Pria di hadapanku masih bercerita, sedangkan aku sudah enggan untuk mendengarkan. Rasanya ada sesuatu yang aneh di dalam hati ini, entah, seperti firasat buruk, bahwa sebentar lagi akan ada bencana menghampiri diriku.
Rasanya mata ini juga tak ingin berlalu dari arah jalanan di hadapan, seperti ada yang ingin ditunjukkan. Jantungku bahkan berdetak dengan ritme yang tidak karuan.
Beberapa saat berlalu, tiba-tiba saja semua terjawab.