App herunterladen
2.01% Noktah Merah Muda Pernikahan / Chapter 8: Memeras

Kapitel 8: Memeras

"Paris? Jangan berlebihan," ujar Amanda.

Suasana jauh lebih hangat. Keduanya melebur dalam suasana yang jauh lebih baik dari pada sebelumnya.

"Aku sudah sedikit mengenalmu kali ini," kata Fabio.

Amanda tersenyum miring. Dia tak percaya dengan apa yang Fabio ucapkan.

"Apa yang kau tahu?" tanya Amanda.

"Kau selalu menutupi lukamu dengan bersikap angkuh. Kau menutupi ketakutanmu dengan bersikap kuat," kata Fabio.

Amanda menyingkap selimutnya dan berjalan ke arah jendela besar kamar itu. Tirai berwarna gelap itu tersingkap dan menampakan pemandangan malam luar jendela.

Amanda duduk di jendela itu sembari memandang lepas ke arah luar. Pandangan matanya begitu kosong. Pikirannya sudah terlanjur mengelana meninggalkan Fabio.

"Banyak yang sudah terjadi. Kehidupanku berjalan dengan sangat buruk. Rumah tangga orang tuaku yang tak pernah harmonis membentukku menjadi pribadi yang tak peka terhadap sekitarku. Aku hanya bisa bertahan tanpa tahu arah untuk pergi, " jelas Amanda.

Fabio bangkit dari ranjang dan berjalan membawa selimut ke arah gadis manis itu.

"Bagaimana bisa kau berjalan dengan takdir semacam ini?" tanya Fabio sembari memberi selimut pada Amanda.

Amanda memandang sendu Fabio yang bersimpuh di hadapannya itu.

"Aku tak pernah percaya pada lelaki manapun kecuali kakakku. Perangai dan sikap ayahku membuatku tumbuh menjadi wanita yang kasar dan arogan. Aku semakin hari semakin merasa jika aku tumbuh tak normal." Amanda menceritakan tentang dirinya.

Fabio tak bisa mengatakan apapun dia meraih tangan Amanda dan mengusapnya lembut.

"Ketakutan terbesarku adalah saat aku bertemu Tommy. Dia lebih mata keranjang dari pada Louis walau terlihat lebih kalem. Aura dan wajahnya benar-benar menipu," jelas Amanda.

"Keduanya adalah temanku. Mereka rekan bisnis sekaligus sahabatku." Fabio mengakui.

"Kurang lebih pria-pria seperti itulah yang berada di sekelilingku. Mesum dan di penuhi napsu untuk memangsa." Amanda terus saja mengoceh. Dia menceritakan segala sisi hidupnya yang begitu gelap hingga dia tega melumpuhkan Louis dan Tommy menggunakan obat tidur dosis tinggi.

"Kau benar-benar sakit. Trauma dalam dirimu sangat dalam dan aku merasa kau perlu berkonsultasi dengan psikis." Fabio memberi saran bertemu dokter.

"Aku baik-baik saja. Hanya situasi-situasi tertentu saja kadang membuat aku merasa takut dan tertekan," jelas Amanda.

Fabio mulai berani menyentuh pipi Amanda. Belaian lembut pria itu membuat hati Amanda lebih tenang. Tangan hangatnya membuat gadis cantik merasa nyaman.

Tiba-tiba Amanda tersenyum.

"Aku ingin sekali menjadi wanita matre setelah menjadi istrimu kemarin. Tapi mengapa aku tak bisa? Aku justru merasa menemukan tempat yang nyaman saat bersamamu," batin Amanda.

Amanda memejamkan matanya dan menikmati sentuhan pria itu. Rasa nyaman membaluri seluruh tubuhnya yang begitu dingin.

"Kau begitu cantik. Hatimu juga lembut walau kau berperangai arogan. Kau membuat hatiku dalam bahaya, Sayang," batin Fabio.

Dua insan yang saling jatuh hati itu merasa sungkan untuk mengungkapkan. Mereka terlampau gengsi untuk menyatakan dan jujur satu sama lain. Fabio merengkuh tubuh Amanda dan membaringkan di atas ranjang.

"Istirahatlah, besok aku akan membawamu keluar dan gunakan black cardmu," canda Fabio.

"Baiklah, kemeja-kemejamu terlalu berbahaya bagimu saat aku gunakan. Membuat kau panas bukan?" balas Amanda.

Fabio memberanikan diri mengecup kening Amanda yang lenggah. Karena kaget Amanda justru mematung. Dia tak menyangka Fabio melakukan hal itu. Dia begitu manis dan membuat hati gadis itu berbunga.

"Keluarlah jika tak nyaman. Aku bisa mengerti," kata Amanda.

Fabio tersenyum dan berbaring di sisi kanan istri keduanya itu.

"Pejamkan matamu dan segera tidur." Fabio memerintah dengan nada lembut.

Amanda mengangguk dan segera memejamkan matanya.

* * *

Di sisi lain Yoona begitu khawatir. Suasana hatinya sudah tak enak sedari kejadian di dapur tadi. Dia memaksakan diri untuk menyaingi Amanda, tapi justru menjadi petaka bagi dirinya sendiri.

"Aku mempermalukan diriku sendiri di hadapan semua orang. Wanita itu menertawakan aku dengan keras atas ketidak becusanku," lirihnya.

Tangannya mengepal keras dan merasa kesal.

"Dia harus segera hamil dan setelah itu aku akan membuangnya," gumamnya.

Pikirannya dipenuhi oleh kekhawatiran yang berlebihan. Dia mulai merasa Amanda adalah saingan beratnya. Yoona merasa madunya itu berbahaya jika sampai Fabio jatuh dalam pesonanya.

Kecantikan dan kemolekan bodi Amanda bisa membuat siapapun jatuh cinta dan ingin memiliki. Tak terkecuali Fabio. Fabio adalah lelaki biasa yang bisa goyah oleh napsunya. Dan terlebih Amanda bisa mengurus sarapan dan makan malam untuk Fabio sementara Yoona tak pernah melakukannya.

* * *

Pagi menjelang, sinar mentari menerobos cela ventilasi udara kamar Fabio. Tanpa di sadari keduanya tidur dengan saling memeluk. Mereka saling memberi kehangatan.

Saat mata Fabio terbuka dia melihat paras ayu seorang Amanda Lazarus. Bulu mata yang lentik itu memukau pria itu. Kulitnya yang putih membuat dia seperti seorang putri kerajaan. Fabio tak berusaha meloloskan diri dan dibuat terpukau hingga tanpa sadar memandang lekat gadis itu sedari tadi.

"Kau sangat cantik," ujar Fabio sembari membelai pipi Amanda.

Sudut bibirnya tertarik karena senyuman bahagianya.

"Mengapa senyum seperti itu? Kau membuatku tidur lebih lama jika kau tak segera pergi dari sini," kata Amanda tiba-tiba.

Fabio memanfaatkan kesempatan itu.

"Semua sudah tak canggung lagi, biarkan seperti ini. Kita akan menjadi canggung lagi saat kita sudah turun dari ranjang," jawab Fabio.

"Lalu kita akan di sini seperti ini hingga nanti?" tanya Fabio.

"Hmm." Fabio merespon pertanyaan Amanda.

Amanda hanya tersenyum saat itu.

"Bagaimana mungkin aku bisa menggunakan black card itu jika si pemiliknya menyekapku seperti ini?" canda Amanda.

Fabio tersenyum dan mempererat pelukannya.

"Lima menit lagi," kata Fabio.

"Biarkan aku membeli baju di situs online saja. Aku tak bisa keluar dengan kemejamu seperti ini," jawab Amanda sembari meraih ponselnya.

Dia membenarkan posisi tidurnya dan mulai ingat jika dia tak bisa belanja dengan ponselnya karena tak punya uang.

"Ah, aku pakai ponselmu. Ponselku tak ada aplikasi banknya," kata Amanda.

"Hmm. Gunakan saja," jawabnya.

Amanda memandang Fabio yang masih menempel erat pada tubuhnya. Dia melihat beberapa aplikasi belanja milik Fabio adalah aplikasi brand mahal dan terkenal. Dia menjadi ragu.

"Aish, aku sudah bertekat memerasnya tapi mengapa untuk satu potong baju saja, aku menjadi sangat ragu seperti ini?" batinnya.

Fabio melihat istrinya yang ragu untuk memilih aplikasi belanja. Dia merebut ponsel itu dan membuka satu aplikasi brand terkenal mahalnya. Dia memilih satu baju dengan harga yang mahal. Setelah melakukan pembayaran Fabio menelpon agar mereka mengirim baju yang ia pesan saat itu juga.

"Ah, uang memang bisa membeli segalanya. Hanya dengan uang kita bisa mendapatkan apapun hanya dari tempat tidur," kata Amanda.

"Kau sudah tahu caranya dan lakukan saja semua itu. Aku akan beri ponsel baru sekaligus segala aplikasi di dalamnya." jawab Fabio.

"Bagus, salah satu tujuanku adalah memerasmu. Dan kau memberi jalan untuk itu," canda Amanda.

Fabio hanya tersenyum kecut.

* * *


Load failed, please RETRY

Geschenke

Geschenk -- Geschenk erhalten

    Wöchentlicher Energiestatus

    Rank -- Power- Rangliste
    Stone -- Power- Stein

    Stapelfreischaltung von Kapiteln

    Inhaltsverzeichnis

    Anzeigeoptionen

    Hintergrund

    Schriftart

    Größe

    Kapitel-Kommentare

    Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C8
    Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
    • Qualität des Schreibens
    • Veröffentlichungsstabilität
    • Geschichtenentwicklung
    • Charakter-Design
    • Welthintergrund

    Die Gesamtpunktzahl 0.0

    Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
    Stimmen Sie mit Powerstein ab
    Rank NR.-- Macht-Rangliste
    Stone -- Power-Stein
    Unangemessene Inhalte melden
    error Tipp

    Missbrauch melden

    Kommentare zu Absätzen

    Einloggen