App herunterladen
90.16% Sweet cheating (BL) / Chapter 55: Et quinquaginta quinque

Kapitel 55: Et quinquaginta quinque

Niko berusaha menahan senyumnya, mengulum bibirnya sampai basah. Ah, tidak. B-bisakah Niko berdoa? Meminta pada Tuhan supaya dapat mengabulkan permintaan sederhananya itu, Niko hanya ingin bersama Calvin selamanya dan tidak ada hal lain, selain keinginanya tersebut. Yang Niko mau cukup Calvin menjadi miliknya saja dan tidak untuk Keyla!

"Pagi, ini kamu keliatan cantik banget sayang," puji Calvin tak berhenti memandang wajah Niko.

"Bukan cantik! Aku, tu ganteng ayang." protes Niko.

Niko tidak suka bila di katakan cantik, sudah jelas bahwa dirinya itu tampan dan sangat mempesona. Buktinya Calvin saja bisa tergoda, dan sekarang Calvin sudah menjadi miliknya. Walaupun, pesona Calvin memang lebih membuatnya terikat.

"Kamu itu cantik," kukuh Calvin tetap mengatakan bahwa Niko itu cowo tercantik. Bukan hanya cantik tetapi juga manis.

"Gamau Calvin. Ish, Gua tu cowo anjing!"

Bahasa kotor selain kata Anj*ng sepertinya sudah melekat di otak Niko.

"Terus, maunya apa?" tanya Calvin.

"Berarti kamu nyamain aku sama keyla?"

Calvin menggeleng dan tidak membenarkan itu semua. Meskipun Keyla itu cewek dan sudah pasti cantik namun tetap saja dia berbeda dengan Niko.

"Kamu yang tercantik sayangku,"

Setelah mengatakan itu, Calvin menyentuh dua sisi bibir Niko dengan gerakan lembut. Niko membalas setiap sentuhan Calvin, dia tidak memberontak malah menikmatinya.

Morning kiss? Itu berlangsung beberapa menit sampai Calvin kembali menatap Niko.

"I love you littelku,"

"I love you too," balas Niko. Senyum merekah di wajah Niko, ia kemudian tertunduk malu.

Calvin melonggarkan rengkuhannya. Ia menatap pemilik mata brwon itu, kedua tangan Calvin beralih memegang leher Niko, Kemudian kembali mencicipi bibir Niko yang membuatnya merasa candu.

Calvin melepas ciuman panas yang berlangsung beberapa saat. Ciuman di pagi hari itu, membuat keduanya sama-sama tersenyum. Calvin mengusap bibir Niko menggunakan ibu jari, Bibirnya basah karena ulah Calvin. Tapi, Niko tidak keberatan..

"Kenapa, sih? Bibir kamu imut sayang? Aku, jadi ingin memakanmu terus," kata Calvin yang mulai merasa gemas, dan ia ingin kembali meraup lebih ganas. Namun, aksinya itu segera di tahan oleh Niko.

Niko memegang lengan Calvin, membuat Aplha di dalam diri Calvin yang sudah heat kini menjadi tertunda.

"Udah, ih! Kamu mah aku capek tau."

Calvin tersenyum lalu mengangguk. Ia mengelus puncak kepala Niko. Kemudian mengecup keningnya, beralih pipi, lalu yang terakhir ke bibir mungil itu dengan singkat.

Calvin menggendong tubuh Niko, lalu mendudukanya di atas kursi.

"Diam di situ! Jangan ganggu aku, aku mau buat sarapan," ucap Calvin sembari memasang pengikat celemek di pinggangnya.

"Aku bantuin yah—,"

Niko mau beranjak. Namun, langsung mendapat lirikkan tajam dari Calvin dan membuatnya kembali terduduk di atas kursi.

"Aku tadi bilang apa?" Calvin menoleh menatap Niko.

"Gak, boleh gangguin ayang," jawab Niko, membuat bibir Calvin menampakan senyumnya.

"Itu,tau. Jangan bandel yah,"

"Tapi, Calvin—,"

"Lagian, Niko mau bantuin apa sih?" tanya Calvin. Dia menghela napasnya pelan, Calvin sangat heran dengan kekasihnya itu.

"Y-ya bantuin kamu masak lah, gimana si lu!" Calvin memutar bola matanya jengah.

"Memangnya kamu bisa masak?" Niko menggeleng kepalanya sambil terkekeh. Calvin menatap flat dan rasanya ingin marah lalu mengigit bibirnya Niko sekarang juga.

Calvin berhenti memotong bawang, dia memutar badannya lalu mensejajarkan tinggi badannya dengan Niko. Calvin mencium bibir Niko dan membuatnya sedikit terkejut, walaupun sebenarnya Niko suka.

"Kalau masih bandel aku cium lagi nih," Ancam Calvin. Karena Calvin tau, Niko tidak suka kalau di cium terus menerus sama Calvin. Padahal, Niko hanya tinggal menikmatnya lalu Calvin yang akan memulai permainanya.

"Niko, gak nakal kok ayang. Boleh kan Niko bantuin?" Niko memegang lengan Calvin.

"Gak, kamu duduk aja di sini." suruh Calvin dan kembali mendudukkan Niko di atas kursi.

"Ayangg," panggil Niko.

"Gak. Sayang." jawabnya.

Calvin kembali memotong bawang dan juga sayur.

"Ayang,"

Calvin seakan tuli, sengaja tidak mendengar apalagi menanggapi ucapan Niko. Niko menjadi kesal, ia semakin gencar memanggil nama Calvin, lalu tangannya ikut menggoyang-goyang lengan Calvin. Supaya Calvin mau berbalik menatapnya dan mengiyakan permintaanya.

"Ayang,"

"Niko, jangan tarik-tarik. "

"Calvin, Niko mau bantuin kamu,"

"Gak,"

"Ayang—,"

"Aku bilang gak, ya gak! Kamu paham gak sih?"

Deg

Niko terdiam, nada suara yang meninggi itu kembali terdengar di teliganya. Apa, Calvin baru saja marah?

Calvin membentak Niko, suaranya keras hingga membuat Niko tersentak. Dadanya kini terasa sesak, matanya pun berkaca-kaca, genangan air menumpuk di pelupuk matanya, yang sekali kedip saja akan melumer di wajah Niko.

"N-niko maaf sayang," Calvin ingin meraih tangan Niko, namun segera di tepisnya.

Air mata Niko sudah membanjiri pipi chubbynya, Niko menangis sesenggukan.

"Calvin jahat hiks…"

"Niko, aku minta maaf sayang,"

Niko berlari masuk kamar, ia menutup wajahnya dengan ke sepuluh jarinya yang di rapatkan. Tanpa mau memperdulikan suara Calvin, yang sedari tadi memanggil namanya itu.

Calvin menggusar wajahnya sembari mengacak rambutnya sendiri, ia tidak bermaksud membentak Niko, apalagi marah dengan kesayanganya itu. Calvin meletakkan pisau potong di atas meja, kemudian beralih mengikuti langkah kaki Niko yang masuk ke dalam kamar.

Calvin mendapati Niko yang menangis tersedu-sedu di samping bawah ranjang. Niko meringkuk, dan memeluk kedua lututnya. Niko menggelamkan wajahnya, menangis sepuasanya di tumpuan tangan. Calvin dapat mendengar suara Niko yang terisak, meskipun suaranya sangat pelan.

Calvin berjalan mendekati Niko, kemudian ikut terduduk di samping Niko.

"Sayang," panggil Calvin.

Calvin mengelus kepala Niko," Maafin aku sayang,"

"Jangan nangis," Calvin mengusap pundak Niko pelan dan ingin memeluknya.

"Sayangku," suara Calvin melembut di telinga Niko.

Niko mengangkat kepalanya, ia masih tersedu sembari menatap wajah Calvin.

"Calvin, jahat" Niko terisak.

Calvin tersenyum," Maaf, kalau aku udah jahatin kamu, aku gak ada maksud gitu sayang."

"Tapi, Calvin bentak aku," Calvin menggeleng, ia membantu mengusap air mata Niko yang semakin deras

"Gak, aku gak bentakin sayang kok. Maafin calvin ya, Niko jangan nangis lagi. Mukanya jadi jelek tuh," ledek Calvin, di tengah isaknya. Kemudian Niko mendengus lalu mencubit dada bidang Calvin.

"Tapi, tadi suara Calvin tinggi. Niko takut," Air matanya kembali mengalir.

"Habisnya Niko bandel sih, jadinya aku kesel." Calvin menarik hidung Niko membuatnya tersenyum kecil.

"Pelukkk," katanya.

Calvin tersenyum lebar, ia mengangguk dan langsung memeluk Niko dengan sangat erat.

"Aku mencintaimu sayang,"

"Huum, Niko juga." Niko membalas pelukan Calvin.

Calvin merenggangkan pelukannya, dia menggendong Niko dan mendudukanya di atas kasur.

"Jangan, nangis lagi. Oke, sayang." Calvin mengecup bibir Niko.

"Tapi, Niko mau bantuin Calvin masak. Boleh ya," Niko masih bersikukuh. Tidak punya pilihan lain dari pada nanti Niko menangis lagi.

Calvin mengangguk, dan itu membuat Niko senang.

"Beneran?" tanya Niko yang sudah terhambur dalam pelukan bersama Calvin.

"Beneran, demi kamu. Muachh" Calvin mengecup bibir Niko sekali lagi.

"Yaudah, ayo. Aku laper." ajak Niko.

Niko segera beranjak dari duduknya, kemudian meminta Calvin untuk menggendongnya. Dengan senang hati Calvin menggendong Niko ala koala hug. Lalu membawanya ke dapur untuk sarapan pagi.

Calvin, tungguin gue!" teriak Niko yang masih berada di dalam kamar. Niko memang paling lama kalau soal ganti baju.

"Iya, sayang. Buruan ih kamu. Aku, udah di tungguin sama temen," sahut Calvin dari luar.

Calvin menunggu di ruang tamu, dia duduk di sofa panjang berukuran small. Bahkan, sudah 10 kali Calvin bolak-balik melirik arloji di tangan kiri, dia berdecak pelan. Apa yang sedang di kerjakan Niko sebenarnya di dalam kamar? Ini sudah lebih dari 15 menit Calvin menunggu Niko keluar dari dalam sarang.

Calvin beranjak dari duduknya, dia bergerak menuju pintu kamar utama.

"Niko, kamu ngapain sayang? Kenapa lama sekali," Calvin mengetuk pintu kamar dua kali.

"Bentar, ayang." jawab Niko dari dalam.

Calvin menghela napas, tanpa persetujuan dari Niko ia langsung membuka gagang pintu kamar. Betapa terkejutnya Calvin saat melihat kondisi kamar sudah mirip sekali dengan sebuatan " kapal pecah"

Baju yang semula rapi dan terlihat apik di dalam lemari, kini malah berhambur entah kemana. Ada yang tergeletak di atas sofa, di atas kasur dan lantai. Baju-baju bersih itu pun hanya di biarkan di tempat yang tak semestinya.

"Kenapa beserakan semua," batin Calvin marah.

Manik matanya mengikuti arah sumber baju yang baru saja di lempar oleh Niko. Calvin mematung saat melihat Niko yang berdiri di depan cermin sembari mencocokan baju yang menurutnya pas di badan.

"Ih, jelek banget. Gak ada yang cocok sama gua," gerutu Niko dan kembali membuang pakaian itu ke sembarang Arah.

"Ini jelek"

"Ini gak cocok!"

"Ini kegedaan."

"Sempit banget,"

"I—,"

"Niko!"

Niko tersentak tak kala mendengar suara Calvin yang memekik keras. Sontak membuat Niko menoleh ke samping, matanya membola, ia melihat Calvin yang sudah berdiri di ambang pintu kamar sembari menatapnya dengan tatapan tajam, seolah ia  tak bisa memalingkan pandanganya yang hanya tertuju pada Niko.

"Calvi—,"

"Kenapa, kamar jadi berantakan?!" tanya Calvin.

"Itu,—" Niko mengigit bibir bawahnya, tubuhnya gemetar. Saat perlahan Calvin mulai mendekatinya, ia berjalan maju tanpa jeda.

"Itu, apa?"

Niko berjalan mundur, sementara Calvin semakin melangkahkan kakinya lebar.

"Ca–calvin Aku, bisa jelasin. I-ini,"

Niko memundurkan langkah kakinya, hingga pundaknya lebih awal menyentuh dinding kamar. Dia sangat takut jika Calvin kembali menggarang, Niko menutup matanya, menyembunyikan tangannya di belakang. Ia juga tak berani untuk membuka mata, apalagi harus menatap wajah Calvin sekarang.

Cup

Lembut?

Deru nafas?

Sesuatu yang lembut sedang menyentuh bibirnya dengan hangat, bahkan Niko seperti di paksa untuk membuka mulutnya lebar dan membiarkan lidah Calvin bertamu di dalam. Niko mengikuti arah alunan lidahnya seakan menggeliat dan menari di dalam mulut Niko. Niko menyipit, Niko dapat melihat dengan jelas bahwa Calvin sedang meraup bibirnya sangat ganas.

Niko membiarkanya, namun kali ini ciuman Calvin lebih kasar. Mungkin, jika Niko mengingatnya kembali ini lebih seperti Calvin yang dulu ketika sedang marah.

Ciuman ini?

Ini bukan ciuman kasih sayang yang sering Calvin berikan.

Niko meringis, saat bibir bawahnya di ambil alih dan gigit kasar oleh Calvin. Niko dapat mencium bau amis berasal dari bibirnya yang terus di lumat habis oleh Calvin. Niko juga merasa perih, dia menangis, dia meminta ampun, dia berteriak. Tapi, itu semua tidak berhasil membuat Calvin untuk melepaskan pungutan di bibirnya.

"Hmpt,"

"Calvhumptt…"

"Hiks…"

Hmpt,"

"Calvhumptt…"

"Hiks…"


Load failed, please RETRY

Wöchentlicher Energiestatus

Rank -- Power- Rangliste
Stone -- Power- Stein

Stapelfreischaltung von Kapiteln

Inhaltsverzeichnis

Anzeigeoptionen

Hintergrund

Schriftart

Größe

Kapitel-Kommentare

Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C55
Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
  • Qualität des Schreibens
  • Veröffentlichungsstabilität
  • Geschichtenentwicklung
  • Charakter-Design
  • Welthintergrund

Die Gesamtpunktzahl 0.0

Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
Stimmen Sie mit Powerstein ab
Rank NR.-- Macht-Rangliste
Stone -- Power-Stein
Unangemessene Inhalte melden
error Tipp

Missbrauch melden

Kommentare zu Absätzen

Einloggen