Melissa terdiam seketika, dia hanya memandang Rara dengan ekspresi wajah yang sangat terkejut.
"Gw dijebak sama mereka Mel. Mereka pakai foto dan video itu buat bikin gw nurutin semua kemauan mereka." ucap Rara sambil menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
"Gw ga tau harus gimana lagi, gw ga mau aib ini kesebar sampai semua orang tau. Terutama mama papaku, mereka ga boleh tau." lanjutnya dengan tangis yang sesenggukan.
Air mata pun mengalir deras di kedua pipi Melissa, lalu dia memeluk Rara dengan erat dan berkata, "Maaf Ra, gw ga tau kondisi lo."
"Gw gak pantes nerima permintaan maaf lo Mel. Ini memang jelas salah gw. Gw yang udah khianati persahabatan kita. Karena itu gw ga punya keberanian lagi buat nemuin lo Mel." ucap Rara
"Kenapa bisa sampe kayak gitu Ra..." ucap Melissa dengan suara yang bergetar.
Sejenak, mereka meluapkan semua air mata dan kesedihan yang terdalam. Suara tangisan terisak-isak yang mereka keluarkan pun memenuhi seisi ruangan.
Senja itu aku menyaksikan kerapuhan dari dua kaum hawa. Kerapuhan yang disebabkan oleh dua pria brengsek yang ingin merusak mereka dari luar dan dalam. Aku tak tau, apa sebenarnya mereka masih dapat dikatakan manusia. Sebab aku merasa perbuatan mereka tak ada bedanya dari perbuatan binatang. Bahkan aku merasa eksistensi mereka jauh lebih rendah dari binatang.
Aku tak habis pikir, bagaimana bisa dua pria tega menyakiti seorang wanita yang rapuh, dan tidak sampai disitu saja, mereka masih ingin memanfaatkan kelemahan dan aibnya untuk kesenangan semata.
Rasa iba yang ada dihatiku bahkan tak sebanding dengan rasa amarah dan kesal yang sedari tadi kutahan. Aku bukanlah orang yang menganggap diriku orang yang baik, aku juga bukan seseorang yang suka membela keadilan. Tapi kali ini aku merasa kedua pria itu sudah melewati garis dan batasan yang tak boleh dilewati.
Yang ada dibenakku, adalah bagaimana cara untuk membalas perbuatan mereka berkali-kali lipat dan membuat mereka sadar, bahwa mereka akan merasakan penderitaan layaknya sedang berada di neraka.
Detik demi detik berlalu, hingga perlahan suara tangisan mereka pun mulai mereda. Mereka masih saling berpelukan, mencoba menenggelamkan beban dan kesedihan yang mereka emban.
"Gw akan tetap ada di sisi lo Ra." bisik Melissa layaknya sedang mencoba meyakinkan Rara, bahwa mereka berdua akan tetap bersama, walau seisi dunia menentang mereka.
Tampak wajah Rara yang pucat dan lesu, matanya juga terlihat kosong tak bernyawa. Tak tahu apa saja yang sudah dilakukan kedua pria itu kepadanya, tapi yang pasti apa yang mereka lakukan telah merusak fisik dan mental Rara.
"Hidup gw udah hancur Mel. Gw udah kotor. Gw bahkan merasa jijik sama diri gw sendiri yang sekarang." ucap Rara lesu.
Dengan bibir yang bergetar, Rara lalu berkata, "Gw kayaknya mau bunuh diri aja Mel, biar semua penderitaan ini selesai."
"Jangan ngomong kayak gitu Ra..." ucap Melissa dengan suara yang bergetar.
"Semua masalah jangan ditanggung sendiri, lo bisa bagi beban lo ke gw. Gw ga akan ninggalin lo sendirian." ucap Melissa
"Jangan Mel... Gw ga mau lo kena imbasnya lagi gara-gara kebodohan gw." balas Rara
"Yaudah, kalo lo mau bunuh diri, kita mati barengan aja." ucap Melissa sambil menatap mata Rara dengan serius.
"......"
Suasana hening seketika.
Aku merasa sesak berada di dalam ruangan itu. Rasa frustasi, kesedihan, kemarahan, dan rasa iba bercampur menjadi satu, memenuhi perasaanku. Tetapi aku hanya bisa diam tanpa bisa mengungkapkannya dan menyimpan semuanya didalam hatiku.
"Lo bisa cerita masalah lo Ra, mungkin kita bisa bantuin." ucap Melissa sambil melirikku sesaat.
Rara hanya diam lalu melirikku dengan ragu. Sepertinya dia kurang nyaman bila harus menceritakannya didepanku.
"Rama bisa dipercaya kok Ra." ucap Melissa, "Buktinya dia nyelamatin gw kemarin malam." lanjutnya.
Rara pun mengangguk pelan, lalu perlahan mulai berbicara.
"Mereka dua ngejebak gw sama kayak kejadian yang lo alami kemarin Mel. Awalnya, gw kenal mereka dari temen kampus sebulan yang lalu. Waktu itu sebenarnya kita lagi ngerjain tugas di cafe. Terus kebetulan mereka berdua lagi ada di cafe itu dan ketemu sama temen gw yang kenal sama mereka."
"Dari situ, kita mulai kenalan dan ngomong-ngomong dikit, terus mereka nanya apa boleh duduk satu meja sama kita berdua. Sebenarnya saat itu gw kurang nyaman, tapi karena ga enak sama temen, gw cuma bisa bilang iya aja."
"Setelah ngomong banyak sama mereka, gw ngerasa kalau mereka itu ramah dan sopan. Jadi gw ga curiga dan berusaha sebisa mungkin untuk bersikap friendly ke mereka.
"Tapi ujungnya yang terjadi sama kayak malam kemarin Mel. Waktu gw lagi gw ke kamar mandi, ternyata mereka diam-diam ngecekokin obat ke minuman gw."
"Habis minum, gw mulai ngerasa pusing dan pamit buat pulang duluan ke mereka. Terus mereka nawarin buat nganterin gw pulang ke rumah. Disitu gw sebenarnya udah mulai curiga. Gw langsung nolak dan cepet-cepet buat langsung pulang. Tapi temen gw itu berusaha buat nahan gw, dan nyari banyak alasan supaya gw bisa bareng mereka.
"Makin lama badan gw makin lemes, pandangan juga pelan-pelan mulai kabur. Gw mau berusaha ngomong, tapi suara gw ga bisa keluar. Sampe akhirnya gw ga sadarkan diri."
"Ga tau udah berapa lama, bangun-bangun gw ngeliat dua cowok itu lagi telanjang bulat di sebelah gw. Gw akhirnya sadar, kalau gw lagi ada di hotel bareng mereka berdua, dengan posisi gw yang telanjang sama kayak mereka."
"Gw berusaha melarikan diri dan mau laporin mereka. Tapi dari situ mereka mulai ngancam gw. Mereka bakal nyebarin foto dan video gw kalo ga mau nurutin apa yang mereka mau. Dari sejak itu gw dipakai jadi bahan pemuas nafsu mereka." ucap Rara sambil menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
"Lo ga mau ngelaporin mereka ke polisi Ra? Gw gak terima lo diginiin Ra." ucap Melissa marah.
"Gw ga mau ini sampai kesebar kemana-mana Mel. Mending gw bawa mati aja ketimbang aib gw harus kesebar." balas Rara.
Air mata Melissa pun mulai menetes lagi, "Gw ga terima Ra... gw ga terima lo diginiin...." ucap Melissa terisak.
"Yang penting lo ga kenapa-napa Mel, Maaf banget sama yang gw lakuin kemarin. Gapapa, biarin gw yang nanggung ini semua Mel." ucap Rara
Tiba-tiba, terdengar suara handphone Rara yang berbunyi. Tanda adanya seseorang yang sedang menghubungi. Rara pun langsung mengambil handphone tersebut lalu menatapnya sesaat. Setelah menatap layar ponselnya, Rara tampak menjadi panik dan ketakutan.
"Mel, kamu jangan kemana-mana ya. Tetap disini, jangan sampe ketahuan." ucap Rara dengan panik dan terburu-buru.
"Kenapa Ra?" tanya Melissa dengan heran.
"Mereka dua mau datang kesini Mel." jawab Rara
"Aku siap-siap dulu." ucap Rara sambil bergegas mengambil baju yang ada di lemarinya.
Aku dan Melissa hanya bisa terdiam, sebab aku tahu, Rara akan semakin menderita jika kami berdua mengusik kedua pria itu secara blak-blakan. Jadi lebih baik keberadaan kami tidak diketahui oleh mereka.
Rara langsung berlari ke kamar mandi untuk mengganti pakaiannya. Setelah keluar dari kamar mandi, dia melirik kami sesaat lalu pergi ke keluar kamar.
Melissa memandangku dengan wajah yang lesu, lalu berkata "Ram... gw harus gimana lagi?"
"Gw ngerasa hidup gw udah hancur. Tapi nyatanya hidup temen gw ternyata lebih susah dari gw." ucap Melisssa pelan.
Aku mulai mendekat ke Melissa, lalu menepuk pelan pundaknya berusaha untuk menenangkan perasaannya.
"Semua masalah ada solusinya Mel. Nanti kita cari solusinya bareng-bareng ya. Yang penting saat ini kamu sama Rara harus tenangin diri dulu." balasku pelan.
"Solusi gimana Ram... Soalnya aku ga kepikiran cara buat selesaiin masalah ini. Yang ada semuanya jadi serba salah." ucap Melissa
"...." Aku terdiam mendengar perkataan Melissa, karena aku sadar bahwa apa yang dikatakannya ada benarnya. Sebab jika dilaporkan, otomatis aib Rara akan tersebar. Sementara itu, jika tidak dilaporkan, Rara akan selalu menderita akan tindakan mereka.
Sesaat kemudian, terdengar suara mobil yang mulai mendekat. Sepertinya kedua orang itu sudah tiba didepan rumah Rara, pikirku. Aku langsung mendekat ke arah jendela, lalu mengintip keadaan diluar sana.
Sesuai dugaanku, ternyata benar kedua pria itu yang muncul dan keluar dari dalam mobil. Dengan santainya mereka berjalan mendekati pintu rumah Rara. Tetapi belum saja sampai, dari mobil yang parkir persis dibelakang mobil mereka, aku melihat ada empat orang yang keluar dan langsung berlari ke arah mereka berdua.
Mereka berdua pun menoleh dan langsung panik seketika saat melihat keempat orang yang berlari menuju mereka.
"Mampusin nih dua bangs*t." teriak salah satu pria yang tampak familiar bagiku.
Saat kuperhatikan lebih jelas, ternyata pria itu adalah David. Mantan dari Riska yang pernah kuhajar sampai bonyok dan mengadu kepada Ayahnya yang seorang polisi.
Aku tak menyangka, dia akan muncul disini dan langsung menyerang kedua pria itu.
"Ada masalah apa nih sama kita? Bisa diomongin dulu gak?" tanya salah satu pria itu.
"Gausah banyak bacot! Cepet woi! Habisin!" balas David sambil berteriak.
"Santai dong woi!" balas pria itu sambil berusaha menghindar dan melarikan diri.
Tapi naasnya, kedua pria itu tak bisa mengelak dan langsung terkena keroyokan dari David dan ketiga temannya tanpa bisa melakukan perlawanan.
"Arghhhhhhhhh." teriak kedua pria itu kesakitan sambil memegangi kepalanya dengan kedua tangannya.
"Mati lo b*ngsat!!!" teriak David dengan penuh amarah.
Sampai pada akhirnya orang-orang sekitar mulai memerhatikan mereka, dan spontan segera berdatangan kesana. Begitu juga dengan Melissa yang terkejut mendengar suara teriakan dari luar.
"Kenapa tuh Ram?" tanya Melissa penasaran.
"Ada orang yang berantem Mel." jawabku
Sementara itu, melihat situasi yang sudah mulai ramai, David pun langsung memutuskan untuk berhenti.
"Cabut woi!!!" teriak David, lalu mereka berempat langsung berlari masuk ke mobil dan pergi dari lokasi itu secepat mungkin.
Sesaat kemudian, Rara keluar dari rumah bersama ibu dan pekerja rumahnya. Sepertinya mereka juga tak menyangka akan terjadi keributan didepan rumahnya.
Sedangkan kedua pria itu masih tergeletak di tanah sambil memegangi bagian tubuh mereka yang sakit. Mereka bergolek-golek di tanah sesekali, seperti cacing kepanasan. Hingga beberapa orang dan pekerja di rumah Rara yang ada disana mulai membantu memapah mereka berdua.
Lalu tampak Ibu dari Rara yang sedang berbicara kepada dua pria itu. Kedua pria itu lalu mengangguk dan pergi masuk ke mobilnya setelah berbicara singkat dengan Ibu Rara. Sepertinya mereka membatalkan rencana mereka hari ini karena kejadian tak terduga itu.
Aku terkesima melihat kejadian barusan, aku tak menyangka mereka berdua memiliki hubungan buruk dengan David. Aku jadi bertanya-tanya di benakku, sebenarnya apa masalah yang dimiliki David dengan kedua orang itu.
Setelah berpikir sejenak, sepertinya aku mulai memiliki suatu rencana yang mungkin bisa menjadi solusi untuk membantu Rara. Aku menjadi ingat suatu pepatah yang berkata.
"Musuhnya dari musuhku adalah sekutu." ucapku dalam hati.
Bersambung...