" Sesuai dugaanmu, Kana membahas tentang Teh mint dan air jahe yang ia terima beberapa tahun terakhir ini. " ujar Damian pada Lily. Saat ini mereka sedang berkumpul di ruang kerja Damian, sedangkan Kana bermain dengan para pelayan ditaman.
" Nyonya mengerti bahasa Rusia, tapi Nyonya juga tetap memilih diam dan tidak bertanya mengenai Lilia. Bukankah Nyonya terlalu tenang, Tuan?" lontar Raven yang mengingat sikap Kana selama ini.
" Kana memang terlalu diam dan sifatnya tidak tertebak sama sekali. " aku Lily yang setuju dengan Raven.
" Biarkan saja dia melakukan apapun yang dia inginkan selain meninggalkanku. " potong Damian.
" Dasar sinting. " hina Lily. Damian menatapnya dengan mengangkat sebelah alis, " bukankah itu memang sifatku? Tampaknya kau lupa sifatku karena sudah lama anda mencuci tangan dari dunia ini. " balas Damian.
" Apa sih yang bisa membuatmu waras?" tanya Lily dengan nada mencemooh.
" Kana. " jawab dua pria bersamaan, Damian dan Raven.
Tawa Lily pecah, " sepertinya itu fakta yang semua orang tau ya, menantuku. " ledeknya. Damian yang mendengar hal itu refleks mematahkan bolpoin yang sedang ia pakai untuk menanda tangani berkas-berkas.
" Jangan mengagetkanku dengan sebutan itu. " desis Damian pada Lily yang tampak tidak peduli.
" Tampaknya kau sudah memulangkan pengkhianat itu pada Tuan aslinya, ya?" tanya Lily.
" Tentu, kupulangkan kepalanya saja dan kuminta Tuan aslinya datang jemput tubuhnya ke markas kita." jawab Damian santai.
" Tolol! Markas kan tidak jauh dari sini, bagaimana jika saat mereka menyerang Kana melihat?" dengus Lily pada keputusan Damian.
" Aku sudah menugaskan tukang untuk meninggikan pagar sekeliling mansion, mengingat kejadian penembakan yang mungkin saja bisa terjadi lagi. " sahut pria itu sambil lanjut menanda tangani berkas-berkas pekerjaannya dengan bolpoin baru.
" Bukankah Anda sudah terlalu lama bekerja dirumah, Tuan? Sepertinya perusahaan juga harus di urus." celetuk Raven mengingatkan pekerjaan yang Damian abaikan.
" Ada Gavin yang membantuku mengurus perusahaan " Damian menyebut nama saudara laki-laki Raven membuatnya terdiam, ia tau seberapa kompetennya kakak laki-lakinya dalam mengurus perusahaan. Damian selalu tahu cara mematikan percakapan dengan lawan bicaranya ternyata.
Tok tok tok,
Pintu ruang kerja Damian diketuk, Tyron muncul.
" Permisi, Tuan. Saat ini Nyonya mencari Lily "
" Kana tidak mencariku?" tanya Damian pada Tyron,
" Tidak, Nyonya hanya mengatakan ia mencari Lily " jawab Tyron.
Damian berdecak kesal, kenapa istrinya malah mencari Lily daripada dirinya sih?
*****
Lily menuruni tangga dengan cepat dan berjalan menuju taman mansion untuk bertemu dengan Kana.
" Ma, bisakah Mama memelukku sebentar?" tanya Kana begitu melihat Lily berjalan mendekati ayunan tempatnya duduk.
Wanita paruh baya itu mendudukkan dirinya disamping Kana, ditariknya gadis itu ke dalam pelukannya dan sesekali tangannya menepuk lembut punggung Kana.
" Ada sesuatu yang terjadi, Kana?" lontar Lily menyadari ada yang tidak beres.
" Hanya sedikit pusing, Ma. " jawab Kana lemas.
" Kamu habis bermain apa tadi? Apa karena cuaca terlalu panas?" Lily melirik matahari terik yang menyinari daerah taman diluar lindungan atap ayunan ini.
" Aku gak main apa-apa Ma, cuma duduk dan tiba-tiba pusing. " Kana menyandarkan seluruh tubuhnya pada Lily lantaran lemas,
" Mau minum obat? Kita masuk ya, nak? " ajak Lily mulai khawatir.
" Nanti aja ya Ma, aku mau peluk Mama dulu. "
" Memangnya Mama ini obat?" tanya Lily sambil tertawa kecil dan membelai rambut Kana.
" Iya, Mama itu obat " jawab Kana yang memeluk Lily semakin erat.
" Kita masuk sekarang ya, cuacanya semakin terik. Kita ke dalam lalu minum obat, yuk? " ajak Lily lagi. Akhirnya Kana mengangguk, dipeluknya tangan Lily dan berjalan masuk.
Namun belum beberapa langkah, tubuh gadis itu ambruk. Hampir saja tubuh mungilnya terjatuh ke rumput tapi tangan Lily dengan cepat menahannya.
" Bantu saya menggendong Nyonya." pinta Lily pada beberapa pelayan dibelakangnya.
Mereka menggendong tubuh Kana menuju kamar yang baru ditempat di lantai 3 sembari menunggu kamar utama diperbaiki, Lily telah memerintahkan pengawal untuk memberi kabar pada Damian mengenai Kana yang pingsan.
Damian datang dengan langkah terburu-buru, " Bagaimana Kana bisa pingsan? Sudah hubungi dokter? Ada yang terluka saat dia jatuh?" pertanyaan beruntun pria itu lontarkan.
" Tadi Nyonya mengatakan pada saya bahwa dirinya sedikit pusing, saat kami berjalan masuk untuk meminum obat Nyonya tiba-tiba jatuh tapi saya menangkap tubuhnya sebelum membentur tanah di taman. Dokter Sebastian dalam perjalanan menuju kesini, tidak ada yang terluka, Tuan. " jelas Lily dengan detail.
" Mungkin Nyonya pingsan karena Anemia. " celetuk Raven yang baru saja menyusul Tuannya.
" Istrimu pingsan lagi? Lihatlah, bahkan belum sebulan saja dia sudah pingsan 2 kali. Bagaimana cara kalian menjaganya sih?" sembur pria paruh baya berjas dokter.
" Periksa Kana terlebih dahulu baru kau lanjutkan ocehanmu, Pak Tua. " desak Damian tidak sabar.
Sebastian memeriksa Kana cukup lama, menghitung ini itu, berulang kali mengeluarkan alat dari tasnya, dan menghela napas, " anemia lagi. Apakah dia tidak mengonsumsi obat dan vitaminnya? "
" Kana meminumnya tapi selalu berakhir muntah, tentu saja tidak bisa kupaksa terus. Tapi ada beberapa kali juga tidak dimuntahkan " gerutu Damian. Pria itu mengingat bagaimana menderitanya Kana saat minum obat dan selalu muntah-muntah karena tidak bisa menelannya.
" Apakah datang bulan juga berpengaruh pada Anemia?" tanya Raven tiba-tiba.
" Jika darah yang dikeluarkannya banyak, tentu saja berpengaruh. " jawab Sebastian.
" Jadi, kali ini penyebab pingsannya sama. Kau tenang saja, jika dia tetap mengonsumsi vitaminnya dia tidak akan kenapa-kenapa. Mulai sekarang, aku akan datang dua minggu sekali untuk memberikan vitamin. " putus Sebastian yang disetujui oleh Damian.
" Tidak usah menatapnya dengan wajah menyedihkan seperti itu, jika tidak mau istrimu datang bulan maka hamili saja dia " saran Sebastian ketika melihat raut khawatir Damian yang tak henti-hentinya memegang tangan Kana.
" Pulanglah karena tugasmu sudah selesai, Pak Tua. " perintah Damian.
Sebastian mendengus kasar, " selalu saja mengusir orang tua sepertiku tanpa perasaan, dasar bocah kurang ajar! "
" Terima kasih sudah datang dan memeriksa istriku. " ucap Damian pada Sebastian yang membuat pria yang masih cukup gagah diusia tuanya itu kaget.
" Yang benar saja, kau? Mengucapkan terima kasih? " ledek Sebastian dengan ekspresi geli dan tidak percaya.
" Ya, pergilah selagi aku masih baik. Aku tidak sedang dalam mood mau meladeni ejekanmu. " Damian berpaling dan fokus menatap istrinya.
Lily dan yang lainnya mengajak Sebastian keluar dari kamar itu karena sepertinya Damian ingin ditinggalkan berduaan dengan Kana. Ketika Lily dan Raven mengantar Sebastian ke depan pintu,
" Perubahannya karena gadis itu kan?" tanya Dokter itu tiba-tiba.
" Benar, bahkan dia mengucapkan terima kasih pada Koki dan pelayan kemarin. " sahut Lily.
Sebastian terkekeh, " harusnya Gerald bertemu cucu menantu yang satu ini, agar dia tau seberapa menakjubkannya gadis kecil itu. "
Lily dan Raven membeku ketika mendengar nama Gerald, kakek Damian.
" Jangan menyebut nama itu disini, apalagi didepan Tuan. " bisik Raven.
Dokter tua itu mengangguk paham dan berpamitan, meninggalkan mansion mewah itu dengan fikiran yang penasaran terhadap sosok Kana.