App herunterladen
9.94% Last Boss / Chapter 18: Chapter 18 - Ibukota (Bagian 2)

Kapitel 18: Chapter 18 - Ibukota (Bagian 2)

Penduduk Iblis tidak berbeda dengan manusia, sedikit ingatannya tentang kehidupan manusia dapat membuatnya sangat yakin dengan hal itu. Padat, banyak orang yang berlalu lalang, banyak suara di telinganya, kehidupan mereka benar-benar tidak berbeda jauh dengan manusia.

"Scintia … Aku ingin pulang."

"Eh?"

Karena itu, meski mereka Iblis, Void tetap merasa tidak nyaman ketika berada di tengah-tengah keramaian. Void menghela nafas lelah, seluruh energi jiwanya seolah-olah diambil oleh kerumunan penduduk Iblis. Ia tidak tahan jika harus berada di tengah-tengah keramaian, terlalu sering mengurung diri setiap pulang sekolah sampai sekolah mengharuskan belajar dirumah membuat status skill bersosialisasi miliknya berkurang drastis.

"Paduka Anda baik-baik saja?" Tanya Scintia di belakangnya, khawatir melihat Void membungkuk lesu.

"Eh? Aku tidak apa-apa," Jawab Void sambil berusaha mencoba membangun energinya kembali. Ia menoleh kebelakang, berjalan mendekati Scintia "Scintia, apa Kau sering ke Kota?" Tanya Void.

"Tidak paduka, dalam satu tahun Saya lebih sering berada dalam Istana. Karena itu Saya jarang berpergian ke Kota," Jawab Scintia berterus terang.

"Kenapa?"

"Saya lebih senang berada di Istana dan melayani Anda, Tuan," Jawab Scintia sambil tersenyum begitu cerah sampai menyilaukan mata, cukup membuat Void memalingkan wajahnya lagi.

"Ah … Begitu," Hanya itu jawaban Void, ia tidak tahu bagaimana cara menanggapi ucapan Scintia yang menunjukkan kesetiaanya yang tinggi kepada sang Kaisar "Ka--kalau begitu apa Kau tidak tahu jalan di kota ini?"

"Saya tahu dan ingat dengan jelas," Scintia menjawab dengan cepat. Harapannya sedikit memudar, berpikir jika Scintia seperti dirinya ternyata salah besar.

"Oh begitu … Kalau begitu sekarang tolong ajak aku ke tempat-tempat yang biasa kau datangi," Void memberarkan suaranya dengan pandangan yang masih berpaling dari Scintia.

"Paduka, Anda marah?" Tanya Scintia seakan bisa membaca isi hati Void.

"Tidak. Ayo jalan dan berhenti memanggilku paduka." Void berbohong, tapi ia juga tidak begitu marah karena alasan yang konyol "Lalu kalau kau memanggilku paduka nantinya akan sia-sia aku memakai jubah," Ucapnya lagi memperingati dengan suara yang masih terdengar marah.

Scintia berjalan mendekatinya, berdiri sejajar kemudian melangkah bersama menuju kerumunan orang "Lalu bagaimana Saya harus memanggil Anda?"

Sebuah nama samaran untuknya. Void sebenarnya tidak begitu peduli dengan nama samaran, tetapi meski nama samaran itu juga akan ia pakai di depan orang lain saat ini. Void memikirkan namanya dengan serius, namun ia sadar ia tidak perlu memikirkan sesulit itu.

"Edward … Panggil aku Edward disaat kita menyamar, mengerti?" Void menoleh ke arah Scintia, menunjukkan senyuman tipis di wajahnya. Sebuah nama yang sudah lama melekat pada dirinya.

"Baik pa–. Edward."

"Aku masih belum berkeluarga!"

Mereka berjalan, melihat sekeliling kota, melihat aktifitas penduduk Iblis. Pendapat Void belum berubah, mereka benar-benar tidak berbeda jauh dengan manusia. Pedagang, anak-anak, kedai makanan, kedai penginapan, tidak ada sesuatu yang menggambarkan jika Iblis adalah makhluk yang mengerikan. Bangunan mereka juga sama seperti manusia, kebanyakan bangunan mereka seperti bangunan rumah abad pertengahan, tapi tidak sedikit juga yang mulai meninggalkan jenis bangunan seperti itu. Ada beberapa bangunan yang sedikit lebih modern dibandingkan yang lain.

"Sepertinya hari ini damai sekali ya," Ucap Void setelah melihat tidak ada yang menarik perhatiannya.

"Ya, ini adalah hasil dari kerja keras Anda pa–. Edward."

Panggilan itu menjadi terdengar aneh, Scintia belum terbiasa memanggil nama samaran sampai Void hanya bisa menghela nafas. Ia tidak bisa protes karena mengerti kesetiaan Scintia lebih dari siapapun kepada dirinya, seperti menurut personal informasi nya.

Mengalihkan perihal Scintia, Void masih tidak mengerti kenapa Iblis berperang dengan manusia, apa Iblis dan manusia tidak bisa saling mengerti? Meski memiliki sifat dan kepribadian yang berbeda, kedua ras itu tidak bisa berdamai. Void tidak mengerti, kepalanya mulai terasa pusing setiap kali ia berpikir dengan keras untuk memecahkan misteri itu.

Langkah Void terhenti, ia mengendus, mencium aroma yang begitu enak. Bersamaan mencium aroma itu, suara perutnya terdengar begitu jelas bahkan Scintia yang berada di sampinnya dapat mendengar suara perut sang Kaisar.

"Tuan Edward, sepertinya sudah masuk jam makan siang ya."

"A--ah ya …"

Void memalingkan wajah, malu akan suara perutnya yang tidak bisa ia kendalikan sampai berbunyi di samping Scintia. Tetapi Ia bersyukur karena Scintia berusaha membuatnya tidak malu.

"Apa Tuan ingin makan disana?" Tanga Scintia sambil melihat kearah kedai makanan yang menarik perhatian Void.

Void hanya mengangguk, ia terlalu malu untuk kembali berbicara. Melangkah bersama masuk kedalam kedai itu, sebuah kedai yang tidak begitu besar dan pelanggannya pun tidak begitu banyak. Meski hanya ada sedikit pelanggan, Void metasa tidak nyaman jika makan di tempat makan umum. Ia berbisik ke telinga Scintia, memberitahunya untuk duduk di bagian sudut kedai. Scintia hanya mengangguk kemudian pergi ke tempat duduk yang berada di sudut ruangan.

"Maaf Tuan, tapi kenapa disudut kedai?" Scintia baru menanyakan ketika mereka duduk.

"A--aku tidak ingin mencolok, itu saja. Kita ini sedang menyamar ingat?" Dengan perasaan gugup Void menjawab yang membuatnya sedikit berbohong dengan perasaanya.

"Ah begitu, maafkan Saya," Balas Scintia sambil menundukkan kepalanya.

Suara langkah kaki mendekat, hanya Scintia yang menoleh kearah seseorang yang mendekati mereka. Seorang perempuan Iblis membawa nampan juga menu mendekati mereka.

"Selamat datang, Ini menu kedai kami."

Pelayan itu memberikan dua daftar menu, masing-masing untuk mereka berdua. Namun hanya Scintia yang membuka daftar menu itu, Vodi sama sekali tidak menyentuh daftar menunya.

"Pa–. Tuan Edward, ada apa? Anda tidak selera?"

'Dia salah lagi,' Batin Void sedikit kecewa telah berpikir sebelumnya Scintia bisa mebgatasi itu "Aku tidak apa-apa, sama kan saja pesanan ku dengan mu."

"Eh tapi …," Scintia menahan perkataanya, seakan mengerti ketika melihat wajah sang Kaisar, Scintia tidak berniat berbicara lebih lagi "Baiklah. Kalau begitu ini dua dan minumannya ini."

"Saya mengerti," Ucap pelayan itu, setelah mencatat pesanan, ia mengambil kembali daftar menu lalu melangkah pergi dari meja mereka.

Melangkah menjauh namun pandangan Scintia tidak lepas dari punggung pelayan itu sampai pelayan itu benar-benar menghilang dari pandangannya.

"Pa–." Ucapan Scintia langsung terhenti saat ia melihat sang Kaisar, tatapannya begitu tajam dan membuatnya sadar dengan kesalahannya "Tuan Edward, Anda menyuruh saya yang memesan, ada apa? Apa anda juga menyadarinya?"

Void membuka mata dengan lebar, mendengar sangat jelas apa yang ditanyakan Scintia, tetapi ia tidak mengerti apa yang Scintia katakan.

"Apa maksudmu?" Tanya Void.

"Tanduk pelayan itu patah."

"Ho--hoo … Kau juga menyadarinya ya."

Sebenarnya, Void benar-benar tidak menyadari itu. Alasan menyuruh Scintia memesan juga bukan karena alasan khusus, tetapi sebuah alasan yang sangat sederhana.

'Mana mungkin begitu! Aku hanya terlalu malu untuk berbicara di tempat umum kepada perempuan! Apa dia tidak ingat kalau Aku membentaknya saat pertama bertemu?' Batin Void berteriak sangat keras dengan terus mempertahankan ekspresi datarnya.

Ia tidak bisa memasang wajah bingung atau menunjukkan kerutan di keningnya karena Scintia sudah menduga kalau ia tahu sesuatu, jika ia menjawab sebaliknya maka akan hancur harga diri sang Kaisar Iblis

"Ja--jadi, bagaimana menurutmu tentang itu?" Tanya Void terpaksa masuk kedalam topik pembicaraan itu.

Scintia sekali lagi menatap pelayan itu yang sedang melayani orang lain, tanduk diatas telinganya memang sangat kecil sampai tidak begitu terlihat ia memiliki tanduk, selain itu rambutnya yang terluhat lebat juga membuat tanduknya semakin tidak jelas terlihat. Tetapi jika seseorang melihat ya dengan jelas ke kepalanya itu, terlihat sedikit ada patahan tanduk di sebelah kiri kepalanya. Tanduk bagi Iblis sangatlah berarti karena itu menjadi tanda kehormatan mereka sebagai ras Iblis, tidak dapat dimaafkan siapapun yang berani mematahkan tanduk Iblis mau itu karena diri sendiri atau orang lain, jika orang lain maka orang itu yang akan mendapat hukuman langsung dari Kekaisaran, begitu juga jika mematahkan atas kehendak sendiri. Meski tidak disengaja atau dilakukan oleh orang lain, ada satu hal yang sejak dulu dipercaya oleh ras Iblis, yaitu jika Iblis kehilangan atau rusak tanduknya–entah itu hanya satu atau atau semua–maka Iblis itu …

"Iblis hina."

To be continue


Load failed, please RETRY

Geschenke

Geschenk -- Geschenk erhalten

    Wöchentlicher Energiestatus

    Rank -- Power- Rangliste
    Stone -- Power- Stein

    Stapelfreischaltung von Kapiteln

    Inhaltsverzeichnis

    Anzeigeoptionen

    Hintergrund

    Schriftart

    Größe

    Kapitel-Kommentare

    Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C18
    Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
    • Qualität des Schreibens
    • Veröffentlichungsstabilität
    • Geschichtenentwicklung
    • Charakter-Design
    • Welthintergrund

    Die Gesamtpunktzahl 0.0

    Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
    Stimmen Sie mit Powerstein ab
    Rank NR.-- Macht-Rangliste
    Stone -- Power-Stein
    Unangemessene Inhalte melden
    error Tipp

    Missbrauch melden

    Kommentare zu Absätzen

    Einloggen