App herunterladen
1.1% AIR MATA PENGABDIAN SEORANG ISTRI / Chapter 4: BATAL BULAN MADU

Kapitel 4: BATAL BULAN MADU

Tetap dalam posisi membelakangi Jaya yang memeluknya posesif dari belakang, Rubi tersenyum miris. Kehidupannya memang terlampau pedih semenjak kedua orang tuanya telah tiada.

"Waktu itu aku dibantu warga sekitar untuk mengontrak sebuah rumah untuk bulan pertama. Selebihnya, aku yang mengusahakan sendiri dengan berjualan cilok keliling," jawab Rubi dengan ekspresi sedih.

"Tak jarang aku diguyur hujan sehingga membuat daganganku tidak dibeli orang. Kalau hal itu sudah terjadi, maka taruhannya adalah lambungku sendiri. Dapat dipastikan bahwa aku tak akan makan selama dua hari kecuali hanya sekadar meminum air putih. Dan, hal itu berlangsung sejak umurku 18 hingga 25 tahun,"

"Stop! Jangan dilanjutkan lagi," tiba-tiba Jaya berteriak di belakang sambil menutup kedua telinganya. Rupanya masih ada perempuan yang rela banting tulang demi memeroleh sesuap nasi. Andai Jaya tahu bahwa kala itu jodohnya sedang kesusahan, pasti lah ia akan mati-matian mencari sosok tersebut dan segera menikahinya. Jaya jadi menyesal kenapa Hardi terlalu lama memperkenalkan mereka.

"Kenapa?" berbeda dengan Jaya, Rubi malah semakin terpacu untuk berbagi kisah hidupnya.

"Mas tak ingin mendengar cerita miris seperti itu. Yang terpenting saat ini adalah kau sudah bersama Mas. Apapun yang kau inginkan pasti Mas berikan selagi itu baik untuk kita berdua," seperti ada beban berat yang menimpuk dada Jaya. Ia membenci kisah pilu istrinya demi memenuhi panggilan perut. Kasihan.

Malam ini, tanpa Rubi sadari dia berhasil menumbuhkan benih-benih baru dalam hati Jaya. Pria berhidung runcing itu semakin mencintai istrinya. Meski Rubi hidup dalam lingkar kemiskinan, tapi tak menjadikan ia putus asa. Yang ada perempuan itu semakin giat bekerja, hingga masa mempertemukannya dengan seorang lelaki kaya raya.

"Mas. Apa kau mau melakukan yang sama persis seperti yang dibuat oleh mendiang ayah dan ibuku? Eum, maksudku kita bisa menulis keinginan kita untuk pernikahan ini. Tidak usah menunggu lama. Tiga bulan kemudian bertepatan saat hari ulang tahunku, maka kita akan sama-sama melihat jawabannya," Rubi menghapus air matanya. Untuk kali ini, ia tak akan menulis agar bisa sehidup dan semati bersama Jaya.

Senyum Jaya terbit di wajah. Apapun ia lakukan demi membuat istrinya bahagia. Ia beranjak dari kasur kemudian meraih dua lembar kertas putih dan sebuah kotak berkelir merah. Nantinya benda persegi itu akan digunakan sebagai wadah penyimpan halaman keinginan mereka.

"Jangan mengintip!" seru Rubi saat mendapati bahwa pria yang berada di hadapannya mulai memanjangkan leher, berusaha menilik sesuatu apa yang digoreskan Rubi di atas sana.

Beralaskan telapak tangan masing-masing, keduanya fokus menulis satu keinginan mereka dalam berumah tangga. Rubi menarik napas dalam. Sekali lagi ia masih tak menyangka dengan kehidupan naik daunnya saat ini.

Setelah mereka selesai dengan tugasnya, Jaya menggulung-gulung kertas tersebut dan memasukkannya ke kotak berwarna merah tadi, lalu menyimpannya di dalam lemari pakaian.

"Ayo, kita tidur, Sayang," titahnya setelah selesai dengan segala pekerjaan.

***

Sepasang suami istri tersebut melakukan boarding pesawat saat jam membidik angka lima petang. Hari ini merupakan saat-saat yang menegangkan bagi Rubi, karena ia akan melesat meninggalkan Negera asal dan berpijak kaki di tempat yang kerap diidam-idamkan oleh banyak orang.

Keduanya menengadahkan tangan seraya melafazkan mantra-mantra keselamatan. Selang 30 menit kemudian, pesawat pun lepas landas lalu membawa mereka terbang ke lokasi tujuan.

Tanpa Rubi sadari, tangan kanannya sudah menggenggam erat tangan kiri milik Jaya seraya memejamkan mata. Ini merupakan kali pertama ia naik pesawat. Agak seram memang, apalagi setiap kali burung mesin itu menubruk awan tebal.

Sempat mengajak istrinya untuk naik Helikopter pribadi milik Jaya. Namun dengan mentah Rubi menolak. Ia lebih suka berada dalam keramaian. Oleh karena itu, Jaya berusaha untuk mengalah dan meninggalkan burung mesin seharga 3M itu.

Tiga jam berlalu. Pesawat yang keduanya tumpangi tidak langsung membawa mereka ke Prancis, melainkan harus melakukan transit dulu di Bangkok. Sepasang suami istri tersebut turun guna bertukar pesawat untuk tujuan Prancis. Butuh waktu selama 12 jam untuk sampai ke Negera dengan simbol menara eiffel tersebut. Rubi begitu jenuh dan bingung harus melakukan apa. Karenanya, Jaya selalu berusaha untuk membuat lelucon agar istrinya lebih enjoy. Pria itu menceritakan bagaimana saat ia cabut dari sekolah lalu tertangkap oleh Satpol PP, awal mula ia yang tidak terima dengan kehadiran Melani sebagai adik kandungnya, tentang ia yang pernah tenggelam di kolam belakang rumah, dan masih banyak hal-hal yang membuat Rubi tak dapat menahan tawa.

Seberes menempuh perjalanan yang cukup panjang, akhirnya sampailah pesawat itu di sebuah bandara yang ada di Prancis. Gegas Jaya memboyong istrinya untuk cek imigrasi guna mengambil koper mereka dan mencari mobil sewa untuk menuju hotel. Hari sudah siang, pijar mentari menyiram bumi tanpa ampun.

"Apa kau lelah, Sayang?" tanya Jaya sambil mengusap rambut sang istri.

Dengan cepat Rubi menggeleng. Lenyap sudah rasa bosan dan capek yang ia rasa selama duduk di pesawat selama belasan jam. Sebuah pemandangan yang luar biasa. Hamparan langit biru disertai awan-awan yang berbentuk tak beraturan dan tumbuhan hijau begitu menyegarkan mata.

Saat mobil tersebut melintasi Kota, mereka langsung disuguhi oleh pemandangan bangunan pencakar langit yang kerap disebut sebagai Eiffel Tower. Benar kata orang bahwa Paris itu begitu indah. Dan kini, Rubi benar-benar jatuh cinta dengan keindahan itu sendiri. Sungguh tak dapat dipercaya bahwa gadis melarat seperti dia dapat menginjakkan kaki di Kota idaman setiap manusia. Rubi memindai tatapannya pada monumen-monumen lain yang bersisisan. Gedung di sana kelihatan kuno karena menyimpan banyak sejarah.

Saat malam tiba, Jaya mengajak sang istri pergi ke restorant untuk mengisi lambung. Rubi sudah selesai dengan bedak tipis serta lip tint merah muda yang dioleskan pada bibir tipisnya. Dan jangan lupakan gaun selutut dengan tangan mengembang itu selalu ia kenakan kemana pun kaki berpijak.

Keduanya tiba di sebuah tempat yang di desain se-aestetic mungkin. Pendar kekuningan menyambut di mana-mana. Banyak orang berkulit putih sedang nangkring lalu menikmati hidangan makan malam di sana.

Jaya dan Rubi turun dari mobil yang sudah mereka sewa khusus satu minggu. Tak lupa pula pria berwajah rupawan itu memakai jasa seorang tour guide khusus bahasa Prancis. Meskipun mengetahui bahwa Negaranya dikunjungi oleh turis luar, namun pribumi Prancis lebih senang menggunakan bahasa asli mereka. Hal itu lantas membuat Jaya yang hanya menguasai bahasa Inggris menyewa seseorang untuk ia jadikan penerjemah.

Keduanya mengambil bangku paling pojok berdekatan jendela lebar yang akan membawa mereka menikmati pemandangan malam Negara Prancis. Butuh waktu selama 15 menit untuk menunggu pesanan mereka siap dihidangkan.

"Ayo, kita makan," seru Jaya sambil melirik istri dan tour giude yang berasal dari Negara yang sama seperti dirinya sesaat setelah pelayan restoran mengantarkan pesanan mereka.

Makan malam itu dibuka dengan menyantap kacang-kacangan dan disambung dengan makanan khusus musim panas yakni salad. Sebenarnya akan lebih sempurna jika ditambah dengan anggur merah. Namun mengingat Jaya dan Rubi bukan penikmat minuman beralkohol seperti itu, akhirnya mereka memutuskan untuk tidak memesannya.

Hidangan pembuka telah selesai. Kini saatnya untuk menyantap menu utama berupa daging-dagingan. Tak lupa pula disediakan kentang dan pasta sebagai pelengkapnya. Hal ini kerap menjadi pilihan warga Prancis saat menikmati makan malam.

Seberes lambung ketiganya diisi oleh menu makanan utama, mereka menyantap keju. Masyarakat Prancis memang hantunya keju. Setiap daerah di Negara tersebut pasti memiliki kejunya tersendiri. Setelah selesai, baru lah mereka beralih pada makanan pencuci mulut. Jaya dan sang tour guide lelaki memesan éclair, kemudian Rubi lebih memilih untuk menikmati chocolate ice cream. Benar-benar acara dinner yang tak pernah terbayang dalam benak Rubi.

***

Saat ini keduanya sudah kembali merebahkan tubuh di atas ranjang berukuran king size tersebut. Jaya akan memanggil tour giude sewaannya yang bermukim di sebelah kamar mereka apabila tengah membutuhkan sesuatu.

Malam sepasang pengantin baru itu terasa begitu indah dan berkesan. Terlebih untuk Rubi yang belum pernah menginjakkan kaki ke Negara orang. Ia membungkus tubuhnya dengan selimut sambil membayangkan keseruan apalagi yang akan ia lakukan bersama suaminya besok. Tanpa dia sadari, Jaya yang juga ikut menggulung tubuhnya dengan selimut perlahan merengkuh erat tubuh wanita itu. Ia merasa ada sesuatu yang harus segera diselesaikan. Agaknya, inilah waktu yang pas bagi sepasang suami istri itu untuk menciptakan sang penerus perusahaan.

Namun belum sempat Jaya memulai misinya, tiba-tiba saja ponselnya berdering panjang dan menampilkan kontak Melani di sana. Gegas Jaya mengindahkan panggilan adiknya tersebut.

"Halo," sapa Jaya.

"Mas. Cepat pulang! Penyakit Mama kambuh lagi dan Papa sedang ada tugas penting yang tidak bisa ditinggal di luar Kota. Aku bingung harus bagaimana,"

Glek!

Jaya spontan membulatkan mata.

***

Bersambung


Load failed, please RETRY

Geschenke

Geschenk -- Geschenk erhalten

    Wöchentlicher Energiestatus

    Rank -- Power- Rangliste
    Stone -- Power- Stein

    Stapelfreischaltung von Kapiteln

    Inhaltsverzeichnis

    Anzeigeoptionen

    Hintergrund

    Schriftart

    Größe

    Kapitel-Kommentare

    Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C4
    Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
    • Qualität des Schreibens
    • Veröffentlichungsstabilität
    • Geschichtenentwicklung
    • Charakter-Design
    • Welthintergrund

    Die Gesamtpunktzahl 0.0

    Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
    Stimmen Sie mit Powerstein ab
    Rank NR.-- Macht-Rangliste
    Stone -- Power-Stein
    Unangemessene Inhalte melden
    error Tipp

    Missbrauch melden

    Kommentare zu Absätzen

    Einloggen