App herunterladen
19.51% The Koplak Couple / Chapter 8: Nyinyir

Kapitel 8: Nyinyir

Gue menyeruput es teh sampai tandas di hari nan gersang ini, di mana gue dan temen gue yang tidak mau disebutkan namanya sedang duduk manja menunggu soto ayam langganan kami, belum juga sotonya datang es tehnya sudah pindah semua ke perut. hadeeh.

"Gue gak nyangka ya," katanya membuat gue langsung mendongak melihatnya yang masih anteng memandang hp di tangannya.

Eh tunggu, gue diam beberapa saat sebelum mata gue mengezoom hp hitam yang sekarang ada di tangannya.

"Eh karpet, HP gue." Tangan gue terulur langsung menyomot kembali HP hitam made in china itu.

"Bisa-bisanya orang pacaran isi chatnya begitu," ucapnya kemudian melipat tangannya di depan dada menatap gue sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

Gue mencebik, kan, ni orang gak boleh lihat hp orang kegeletakn pasti langsung tuh jiwa keponya menyeruak keluar, dasar emak-emak, kayak sekarang dengan wajah anteng dia buka HP gue dan ngebaca oke gue capslock NGEBACA chat orang sembarangan, dasar gak sopan untung lagi hamil kalau gak udah gue jitakin tu kepalanya.

"Gue bingung deh. Kalian ini beneran pacaran ?" tanyanya membuat gue memutar bola mata malas.

"Maksud kisanak apa?" tanya gue pura-pura tak tahu padahal jelas banget dia pasti baca isi chat gue sama Bang Sul yang isinya absurd dan tidak jarang mengandung ejekan serta berpotensi membuat darah tinggi.

"Lo sama dia cuma pura-pura pacaran supaya lo gak kelihatan joneskan? ngaku," katanya ngegas membuat gue terperangah sungguh demi rumput tetangga yang katanya lebih hijau gue gemes banget getok palanya.

Gue mendesah pelan mencoba mengatur napas, menahan dongkol supaya tangan mungil gue ini beneran gak getok kepala ni orang yang 'katanya' temen gue.

"Gak sengenes itu juga kelles hidup gue sampai punya pacar aja pake bohongan segala," rutuk gue sarkas. Ya Robbi gini amat mentang selama ini gak pernah punya pacar.

"Yah siapa yang tahu kan? lagian Bang Malik kok mau-maunya sama Lo?" Nah tukan tangan cantik gue tambah gemes pengen mukulnya, sabar Yah dia lagi hamil, sabar, orang sabar rezekinya bertebaran.

"Maksud Lo apa? yang ada dia yang beruntung dapatin Princess kayak Gue." Gue mengaduk gelas berisi es batu dengan wajah malas, ini ni malesnya pergi sama emak-emak nyinyir.

"Preet. Princess apaan Lo? Gak ada bagus-bagusnya." Kan, kan ya Allah apa dosa hamba bisa punya temen bentuknya begini.

Gue makin mencebik mengelus dada gue pelan, bodo amat lah. Gue kayaknya mesti sabar paling enggak sampai dia lahiran biar bisa gue jitak palanya, semoga abis lahiran nyinyirnya berkurang, Aamiin.

"Coba Lo pikir deh," katanya sembari memasukkan kecap ke dalam sotonya yang baru datang.

"Pikir apa?" Gue mengaduk-ngaduk soto milik gue hingga kecap dan sambalnya tercampur sebelum menyesap, merasakan apakah sudah pas atau belum rasanya.

"Bang Malik itukan, muka bisa dibilang ganteng, tinggi, ramah, murah senyum dan yang lebih penting itu, mapan," pujinya membuat gue makin mencebik, kesel boo, puji aja terus gak tahu aja lo gimana evilnya dia kalau mulai ngeresein gue.

"Nah bandingin dah sama Lo. Muka pas-pasan, langsing kagak pengangguran iya." Astagfirullah, beneran deh gue mendadak punya niatan buat ngeracunin ni orang.

"Seharusnya Lo itu merasa beruntung dan berbangga diri bakal dapat jodoh sebagus itu, walau buat Lo terkesan kebagusan sih." Gue mulai mengelus dada naik turun beristigfar takut-takut kelepasan nyemack down ini bumil yang mukanya anteng banget sembari menyesap kuah soto, gak lihat ni muka gue udah sangar rasanya pengen nyelupin mukanya ke kuah soto pedes gue.

"Dan pula ya kok bang Malik mau ya sama Lo?" katanya mengulang kalimat tadi. Ya Allah ampuni dosa Aim Ya Allah, dengan kesal gue getok kepalnya dengan jari lentik gue, iya kupiang gue panas boo dengernya ngoceh merepet-repet begitu.

"Sakit woy," ringisnya sembari mendumel menggosok sisi kepalanya yang kena jitakan manja dari gue.

"Sakitan mana sama hati Gue?" celetuk gue dengan nada rasis, bodo amat mau lagi bunting kek mau lagi hamil kek yang penting ganjelan di hati ralat di kuping gue ilang. Eh bunting sama hamil sama ya? Auk dah..

"Heh, niat Gue tu baik tahu, supaya mata Lo tu melek, terbuka, bersyukur ada yang mau sama Lo. Syukur-syukur sampe menikah." Ingin rasanya gue berkata kasar, oke gue emang gak ada apa-apanya tapi coba stop deh ngatain kengenesan gue, gini-gini gue masih punya hati, hikss... Untung temen.

"Iya iya, ni Gue juga bersyukur, Alhamdulillah terimakasih Ya Allah," ucap gue dengan suara di buat-buat seperti anak kecil.

"Lo tu harusnya paling enggak bercermin sama hidup Gue yang luar biasa ini." Ni orang riya' nya nomeru uno ya, kalau gue iyain takutnya kepalanya sama gedenya sama perut buncitnya kan barabe.

Gue berdecak, males bingit nanggapinnya.

"Kasian," ucap gue kemudian.

"Apanya?" buibu hamil di depan gue menutup sendoknya tanda ia sudah selesai makan.

"Laki Lo kasian punya bini suka nyinyir kayak Lo," ejek gue, berhubung ni mulut gue udah kepedesan gegara makan soto sekalian dah omongan gue jadi pedes juga.

***

Lupakan soal calon emak orang yang tadi siang pulang dengan muka manyun karena nyinyiran maha dahsyat gue lanjut ke makhluk nyebelin yang mulutnya sekarang lagi mangap gede banget.

"Huaahaaahaaa..." Gue manyun. Ngakak amat ketawa lu bang, bikin sakit hati aja.

"Ketawa terus, mangap dah gede-gede biar muat masuk gozila sekalian." Sumpeh bikin sakit kuping denger ketawanya yang, ugh terdengar seperti ejekan di talingo gue.

"Haha." Bang Sul menyeka air di sudut matanya, eh dia masih aja ketawa.

"Terus aja bang, terus, awas nabrak, Aku ikhlas," ucap gue sarkas. Kan jadi nyesel gue nyeritain mimpi unfaedah hampir seminggu yang lalu itu, cih..

"Sorry, sorry," katanya tapi bibirnya masih ngedut-ngedut nahan ketawa, sabar-sabar.

"Segitu takut kehilangan ya sampai ke bawa mimpi?" Lah kepedean amat ni orang, eh gue mimpi buruk juga gara - gara lu ajak nonton horor noh.

"Ngaku deh Bang, tu boneka Tayo Abang jampi-jampi dulukan sebelum dikasih ke Aku?" Mata gue menyipit menatapnya curiga.

"Hah? Kenapa?" katanya pura-pura bego membuat gue menyipitkan mata makin curiga.

"Ngaku aja."

"Ngakuin apa Adek sayang?"

Gue manyun, gak mempanlah ya sama kata sayangnya.

"Ngaku kalau Abang jampi-jampi tu boneka Tayo." Gue makin menyipitkan mata sampai dahi gue berkerut, gue yakin banget dengan analisa penyebab mimpi buruk gue.

Bang Sul diam sebentar kemudian kembali bersuara lantang cekikikan mentertawakan gue, membuat gue kembali mendengus sembari mencebikkan bibir.

"Jangan bilang Kamu mau nyalahin si Tayo?" katanya tepat sasaran. Lah iya kan gue mimpi gegara melukin ntu boneka yang gue jadikan samsak beberapa hari ini.

Gue mengerucutkan bibir membuat dia makin gencar ngetawain gue. Gak kebayang aja kalau tadi gue juga cerita sama temen gue pasti dia bakal bully gue terus tu.

Bang Sul menghapus sedikit jejak air mata di sudut matanya masih dengan bibir yang mesem-mesem nahan ketawa.

"Itu mimpi Dek, bunga tidur. Mungkin Kamu kepikiran sesuatu mangkanya jadi mimpi ngawur gitu," katanya sok bijak.

Gue yang dengernya malah kesel.

"Kalau bukan karena Tayo berarti gegara Abang ngajakin aku nonton horor." Gue kembali menganalisa.

Bang Sul menghela napas gue yakin dia sedang berusaha mengontrol diri supaya gak ketawa karpet lagi.

"Iya deh Abang ngaku salah soal nonton horornya. Abang minta maaf gak akan lagi-lagi, kapok Abang Kamu cuekin."

Gue diam masih menunggu lanjutan ucapannya entah mengapa suasana menjadi agak serius ditambah muka bang Sul yang tadi mesem-mesem ketawa sekarang terlihat kalau dia mau bicara sesuatu yang serius.

"Karena itu sebagai permintaan maaf atas kejadian nonton minggu kemaren, minggu ini Abang ajak jalan lagi deh," katanya. Entah mengapa malah membuat gue curiga.

"Ke mana?"

Bang Sul tersenyum menampakkan giginya. "Kondangan," katanya santai.

Hadeh itumah bukan permintaan maaf atuh.


Load failed, please RETRY

Geschenke

Geschenk -- Geschenk erhalten

    Wöchentlicher Energiestatus

    Rank -- Power- Rangliste
    Stone -- Power- Stein

    Stapelfreischaltung von Kapiteln

    Inhaltsverzeichnis

    Anzeigeoptionen

    Hintergrund

    Schriftart

    Größe

    Kapitel-Kommentare

    Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C8
    Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
    • Qualität des Schreibens
    • Veröffentlichungsstabilität
    • Geschichtenentwicklung
    • Charakter-Design
    • Welthintergrund

    Die Gesamtpunktzahl 0.0

    Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
    Stimmen Sie mit Powerstein ab
    Rank NR.-- Macht-Rangliste
    Stone -- Power-Stein
    Unangemessene Inhalte melden
    error Tipp

    Missbrauch melden

    Kommentare zu Absätzen

    Einloggen