App herunterladen
8.23% PURA-PURA BUTA / Chapter 28: Bab 28

Kapitel 28: Bab 28

Sofia masih terus mencari keberadaan Sam. Hampir 2 minggu telah berlalu Sam tidak juga menampakkan batang hidungnya. Sorot mata Sofia menatap pada layar ponsel. Beberapa pesan yang Sofia kirimkan hampir setiap hari pada nomor WhatsApp Sam, tidak ada satupun yang dibuka. Tanda dua centang masih sama seperti kemarin dan beberapa hari yang lalu, tidak berubah warna sedikitpun. Tapi entah mengapa, nomor itu sama sekali tidak dosa dihubungi.

"Sam, kamu di mana!" tulis Sofia, jemarinya ragu untuk menekan tombol send. Sofia menghapus kembali aksara yang sudah ia tulis. Lalu meletakkan ponsel pada meja yang berada di hadapannya.

Sorot mata Sofia menerawang jauh. Benaknya kian mengembara memikirkan keberadaan Sam. Tidak terasa sudut matanya sudah basah, butiran bening jatuh satu persatu membahasi pipi Sofia. Wanita yang memeluk kedua lututnya itu semakin tenggelam dalam kesedihannya.

"Sam, kembalilah, Sam, aku sangat merindukan kamu! Bukankah, kamu sudah berjanji, akan sehidup semati bersamaku," lirih Sofia dengan suara berat, satu tangannya beberapa kali mengusap pada pipinya yang telah basah.

Sejenak Sofia nampak berpikir, membuka lembaran kejadian yang telah berlalu di dalam memorinya. Bayangan indah yang ia lewati bersama Sam, seperti kembali terputar dan membuatnya semakin sakit. Genangan air mata lagi-lagi membanjiri pipinya. Sofia menengelamkan wajahnya, di antara kedua lutut yang ditekuk, untuk menyembunyikan tangisannya.

Dreg! Dreg!

Ponsel yang berada di atas meja bergetar beberapa kali. Sejenak Sofia membiarkan benda pipih itu hingga berhenti bergetar. Tangan kanan Sofia mengambil ponsel yang masih menyala di atas meja. Sebuah pesan dari Dokter Hans tertulis pada bagian layar.

Sejenak Sofia mengusap lembut air mata yang membanjiri pipinya. Sebelumnya ia membuka pesan dari Dokter Hans.

[Aku sudah menyiapkan racun untuk Nico. Besok kamu bisa mengambilnya di rumah sakit.] tulis pesan dari Dokter Hans.

Sofia hanya terdiam, tidak ada niatan sedikitpun untuk membalas pesan dari Dokter Hans. Wanita yang sedang merana karena telah kehilangan kekasihnya itu sama sekali tidak berminat untuk berbicara dengan siapapun. Sofia bangkit dari bangku, setelah meletakkan ponsel yang sudah mati ke tempatnya kembali. Langkahnya gontai menuju jendela balkon di kamarnya.

Sofia masih memandangi langit jingga yang terlukis di ufuk barat dari jendela kaca di kamarnya. sudah lama sekali ia tidak pernah menikmati pemandangan itu dari atas balkon kamar. Sofia menarik kain gorden yang menutupi jendela hingga terbuka sempura. Lalu membuka pintu jendela kaca yang menghubungkan kamarnya dengan balkon yang berada di luar.

Sorot mata Sofia tertuju pada tempat sampah yang berada di luar balkon. Baru kali ini dirinya melihat ada tempat sampah di luar balkon kamarnya.

"Sejak kapan ada tempat sampah di sana?" sekilas Sofia mengeryitkan dahi melihat ke arah tempat sampah yang berada di sudut balkon. Mungkin saja jika Sofia tidak mengedarkan pandangannya ke sekeliling balkon, ia tidak akan menyadari keberadaan tempat sampah itu.

"Pil!" Sofia semakin penasaran saat melihat sebuah pil berwarna putih yang terjatuh di bawah tempat sampah. "Kenapa obat itu hampir sama dengan milik Mas Nico!" guman Sofia dengan wajah berpikir.

Sofia melangkahkan kakinya mendekati tempat sampah yang berada di sudut balkon. Wajahnya seketika terkesiap, saat melihat isi di dalam tempat sampah itu.

"Apa ini?" decih Sofia tercekat, melihat begitu banyak pil obat-obatan yang berada di dalam tempat sampah itu.

Mata Sofia membelalak, satu tangannya membungkam mulutnya yang mengaga. "Jadi benar, Mas Nico sudah bisa melihat dan selama ini Mas Nico sudah tidak pernah mengkonsumsi obat-obatannya lagi!"

Wanita yang mengenakan pakaian santai itu semakin khawatir. Tubuhnya gemetaran, ketakutan. Kali ini dirinya tidak akan bisa menepis apapun lagi. "Tenang Sofia, tenang! Sebentar lagi, Nico akan musnah dari muka bumi ini. Tenang, kamu harus bersikap tenang!" monolog Sofia mencoba untuk memenangkan dirinya sendiri yang ketakutan akan bayangan-bayangan yang terlintas di dalam benaknya.

Tok ... Tok ...

Cekrek!

Suara ketukan pintu dan gagang pintu yang terputar membuat Sofia terkejut.

"Sofia, kenapa kamu mengunci kamarnya? Aku ingin masuk Sofia," ucap suara Nico semakin membuat wanita itu gugup.

Bergegas Sofia masuk ke dalam kamar, menutup pintu jendela dan juga menarik gorden berwarna biru muda itu hingga menutupi semua jendela kaca.

Cekrek!

Nico memutar gagang pintu kamar yang masih terkunci dari dalam. "Tunggu, Mas!" seru Sofia bergegas membukakan pintu untuk Nico. Dengan cepat ia pun menghapus air mata yang masih bersisa.

Huf! Sofia meniup kecil dari bibirnya, setelah membukakan pintu untuk Nico. Lelaki yang masih berpura-pura buta sampai saat ini.

"Kenapa kamu mengunci pintu kamarnya, Sofia?" decih Nico berjalan masuk melewati Sofia yang mematung menjatuhkan tatapan tegang pada Nico.

"Iya, maaf tadi aku sedang mandi!" jawab Sofia dengan wajah takut. Satu tangannya menutup pintu kamar, sorot matanya memperhatikan gerak-gerik Nico.

"Apakah jangan jangan Mas Nico juga tau, jika aku juga sudah menjual aset-asetnya. Kalau aku juga sudah membuat perusahaannya hampir di ambang kehancuran." Ribuan tanya berjejalan di benak Sofia.

"Tenang, Sofia!" batin Sofia berusaha untuk tetap tenang.

"Cepatlah turun, Bibik sudah menyiapkan makan malam untuk kita!" lirih Nico yang yang terduduk santai di bibir ranjang.

"I-iya, Mas!" balas Sofia terbata.

_____

Sesekali Sofia melirik kepada Nico, lelaki yang tengah menyuapkan makanan ke dalam mulutnya. Ia sadar, jika Nico sedang berpura-pura, meskipun awalnya Sofia tidak menyadari tentang hal itu.

"Mas!" panggil Sofia, menghentikan gerakan tangan Nico yang menyuapkan makanan ke dalam mulut.

"Hem!" jawab Nico kembali' menyuapkan makanan ke dalam mulutnya.

"Mas, bolehkah aku bicara sesuatu kepada, Mas!" tutur Sofia terus memperhatikan Nico.

"Katakanlah!" ucap Nico dengan nada santai.

Belum sempat Sofia mengatakan keinginannya, ponsel miliknya yang berada di atas meja makan itu berdering. Sekilas Sofia menatap pada layar yang berkedip sebelum menekan tombol hijau pada layar.

"Halo!" sapa Sofia pada seseorang yang berada di balik telepon.

Hening!

Sofia menarik benda pintar itu dari dekat telinganya. Menatap pada layar yang masih dalam sambungan panggilan.

"Siapa, Sofia?" tanya Nico.

"Entahlah, Mas!" balas Sofia mengendikan bahunya. Lalu mendekatkan ponsel yang masih terhubung pada telinga.

"Halo, siapa di sana?" cetus Sofia kesal. Seseorang yang berada di balik telepon itu justru mematikan panggilannya.

"Dasar!" hardik Sofia kesal. Wanita itu meletakkan kembali ponselnya di atas meja.

Baru saja Sofia hendak menyuapkan makanan ke dalam mulut. Benda pintar itu kembali berdering tanda jika sebuah pesan masuk.

"Apalagi sih ini?" gerutu Sofia kesal. Segera ia membuka pesan WhatsApp yang seseorang kirimkan kepadanya.

"Astaga!" Sofia tercekat melihat sebuah pesan foto yang dikirimkan oleh nomor tidak di kenal ke ponselnya.

"Sam!" desis Sofia, hampir saja wanita itu terjatuh karena terkejut. Tubuhnya gemetar dengan jantung berdebar. Sekejap z ribuan terkaan memenuhi benak Sofia.

_____

Bersambung ....


Load failed, please RETRY

Geschenke

Geschenk -- Geschenk erhalten

    Wöchentlicher Energiestatus

    Rank -- Power- Rangliste
    Stone -- Power- Stein

    Stapelfreischaltung von Kapiteln

    Inhaltsverzeichnis

    Anzeigeoptionen

    Hintergrund

    Schriftart

    Größe

    Kapitel-Kommentare

    Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C28
    Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
    • Qualität des Schreibens
    • Veröffentlichungsstabilität
    • Geschichtenentwicklung
    • Charakter-Design
    • Welthintergrund

    Die Gesamtpunktzahl 0.0

    Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
    Stimmen Sie mit Powerstein ab
    Rank NR.-- Macht-Rangliste
    Stone -- Power-Stein
    Unangemessene Inhalte melden
    error Tipp

    Missbrauch melden

    Kommentare zu Absätzen

    Einloggen