App herunterladen
5.29% PURA-PURA BUTA / Chapter 18: Bab 18

Kapitel 18: Bab 18

"Pergilah!" Sam menjatuhkan tatapan teduh pada Sofia di depan lobby rumah sakit. "Semoga tidak terjadi apa-apa pada, Alisa!" lirih Sam yang masih berada di dalam mobil melihat pada Sofia yang baru saja keluar.

"Iya Sam, aku pergi dulu ya!" pamit Sofia panik dengan netra berkaca-kaca.

Dengan langkah cepat Sofia masuk ke lobby rumah sakit, menuju lift yang terletak di sudut ruangan lantai dasar. Karena Alisa dirawat di lantai tiga. Sofia meremas ujung-ujung jemarinya untuk meredam rasa kekhawatiran. Rasa cemas dan ketakutan itu semakin memenuhi benaknya.

"Ayo cepat!" gerutu Sofia melihat pada angka yang berada di samping pintu lift yang nampak melambat.

Ting!

Bergegas Sofia keluar saat pintu lift bergeser. Sofia setengah berlari menuju ruangan tempat Alisa di rawat. Beberapa kali, Sofia mengusap sudut matanya yang selalu basah. Wanita itu sama sekali tidak dapat membendung kesedihannya.

Nico dan Rahel duduk pada bangku yang berada di depan ruang NICU, tempat Alisa saat ini di rawat. Sudah hampir tiga jam, para petugas medis yang berada di ruangan itu tidak juga kunjung keluar. Membuat Nico maupun Rahel semakin panik.

Tak! Tak! Tak!

Suara hentakan kaki Sofia terdengar menggema di seluruh penjuru lorong koridor memuji ruang NICU. Langkahnya cepat semakin mendekat.

Rahel bangkit melihat ke arah Sofia. Wajah Sofia merah menyala menatap tajam pada Rahel yang bangkit dari bangku yang berada di depan ruang NICU.

"Tuan, Nyonya datang!" lirih Rahel dengan suara yang sangat pelan sekali memberi tau pada Nico yang terdiam dengan wajah datar tanpa ekspresi apapun.

Plak!

Tiba-tiba pipi Rahel terasa memanas, wajah gadis muda itu seketika berpaling dari tatapan Sofia yang baru tiba di depannya. Nico tercekat, ia bisa merasakan pasti kini pipi Rahel sangat sakit sekali.

"Dasar pembantu tidak becus!" hardik Sofia mengacungkan jari telunjuknya yang bergetar di depan wajah Rahel. Rahang wanita itu mengeras menatap tajam pada Sofia.

Rahel terdiam, satu tangan yang mengusap pipinya yang masih terasa panas oleh tamparan Sofia. Sorot matanya berkaca-kaca melihat pada Sofia.

"Bagaimana bisa Alisa kejang hingga masuk rumah sakit. Memangnya kamu kemana saja Rahel?" Sofia meradang, giginya bergemelutuk menahan kesal.

"Saya sudah mengirimkan pesan kepada Ibu tadi pagi. Kalau Alisa sedang tidak enak badan," lirih Rahel dengan suara bergetar, seperti sedang menahan tangis.

"Pesan!" Sofia tercekat. Kedua netranya terbuka lebar.

"Iya, tapi ibu sama sekali tidak membalas pesan saya." Rahel meraih ponselnya dari dalam saku celananya, lalu menunjukan bukti pesan yang sudah Ia kirimkan pada Sofia.

Wanita dengan setelan blazer yang dipadupadankan dengan rok di atas lutut itu berdecak kesal. "Tetapi tetap saja kamu salah, harusnya tanpa memberitahu aku, kamu bisa kan membawa Alisa berobat ke dokter. Aku ini sibuk, Rahel," sentak Sofia meradang.

Nico bangkit, meraih tongkat bantu yang disandarkannya pada dinding tembok rumah sakit. Dadanya bergemuruh, menahan gejolak amarah yang masih ia tahan.

"Mas, Maaf, tadi aku baru selesai meeting di luar kota. Bibik sudah bilang kan sama Mas?" Sofia menghadang langkah Nico.

Lelaki dengan rambut belah pinggir yang selalu nampak maskulin itu terdiam. "Iya, aku tau!" jawab Nico. Satu tangannya mengepal siap untuk melayangkan bogem pada Sofia. Namun, Nico masih menahannya.

"Kalau sampai ada apa-apa dengan Alisa, lihat saja apa yang akan aku lakukan kepada kamu, Sofia!" rutuk Nico dalam hati, meradang.

"Aku ingin sendiri dulu!" Nico mendorong sedikit tubuh Sofia dari hadapannya.

"Mas, maaf aku benar-benar tidak tahu jika Rahel menghubungi aku. Karena sejak tadi pagi aku menonaktifkan suara ponselku. Mas kan tau sendiri bagaimana jika kita sudah bertemu dengan clien." Sofia berusaha menjelaskan kepada Nico dengan segala kedustaannya.

Nico tidak bergeming. Gejolak di dalam dadanya semakin memanas, mendengar Sofia lagi-lagi membodohinya. Nico mendorong tubuh Sofia menjauh, tetapi wanita itu terus mendesaknya.

"Mas, please, dengarkan penjelasan aku. Aku juga tidak ingin ada apa-apa dengan Alisa, Mas!" cerocos Sofia menjegal pergelangan tangan Nico.

"Cukup, Sofia!" sentak Nico dengan suara barito yang menggelegar, menghempaskan kasar pegangan tangan Sofia. Rahang Nico mengeras, wajahnya pun merah menyala.

Sofia melonjak terkejut. Sepanjang penikahannya, baru kali ini Nico membentak Sofia seperti itu.

"Mas!" teriak Sofia pada Nico yang berjalan menjauh dengan tongkatnya menyusuri lorong koridor rumah sakit.

"Sialan!" hardik Sofia kesal. Sekilas melirik Rahel yang ikut pergi meninggalkannya.

"Aaa ....!" teriak Sofia kesal.

_____

Ting!

Bunyi pintu lift yang bergeser, Rahel segera keluar dari dalam lift. Menyapu pandangannya kesekeliling mencari keberadaan Nico. Tidak ada sosok lelaki itu di manapun. Rahel mencari Nico hingga ke kantin rumah sakit. Tetapi ia juga tidak menemukan sosok pria maskulin itu.

"Kemana Tuan Nico!" lirih Rahel terlihat khawatir. Gadis muda itu berlari menuju ke arah lobby rumah sakit. Dari dinding kaca rumah sakit ia dapat melihat, seorang lelaki yang tengah duduk pada bangku yang berada di luar lobby.

"Tuan Nico!" Rahel segera berlari menghampiri lelaki yang duduk pada bangku yang berada di luar loby. Nico menunduk lesu, menenggelamkan wajahnya dalam kesedihan dan kekhawatiran.

Rahel memelankan langkah kakinya mendekati Nico. Lalu duduk pada bangku yang berada di samping lelaki itu. Dengan cepat, Nico segera mengusap jejak air mata yang membasahi pipinya.

"Tuan!" lirih Rahel menatap iba pada Nico.

"Kenapa kamu ke sini?" ucap Nico dengan suara bergetar. Genangan yang berjejalan di pelupuk mata Nico tidak bisa membohongi kesedihan lelaki itu.

"Tuan!" lirih Rahel seperti tidak dapat berkata-kata apapun lagi.

Nico menertawakan dirinya sendiri. "Pasti saat ini kamu sedang menertawakan diriku, kan?" Nico membalas tatapan iba Rahel dengan senyuman sinis.

"Tidak Tuan, Tidak!" balas Rahel menggeleng. Satu tangannya hendak menyentuh bahu Nico, namun ia ragu karena ia hanyalah seorang pengusuh Alisa. Namun di satu sisi Rahel juga kasian melihat Nico.

"Aku memang menyedihkan Rahel. Aku tau, aku tau semuanya, tapi bukan saat ini aku ingin mengungkap semuanya." Suara Nico terdengar begitu berat.

"Iya Tuan, aku paham!" jawab Rahel semakin kasian pada Nico.

"Aku sengaja membiarkan Sofia bersikap seperti itu. Karena apa, karena ada harta keluargaku yang harus aku selamatkan." Nico meremas kuat rambutnya yang telah basah oleh keringat.

"Dan sekarang, Alisa!" Kerongkongan Nico serasa tercekat, mengingat keadaan Alisa. "Aku tidak ingin ada sesuatu yang buruk terjadi pada putriku. Kalau sampai sesuatu hal buruk terjadi pada Alisa, aku tidak akan segan membunuh Sofia!" cetus Nico dengan nada penuh penekanan. Rahangnya mengeras dengan tatapan tajam.

_____

Bersambung ....


Load failed, please RETRY

Geschenke

Geschenk -- Geschenk erhalten

    Wöchentlicher Energiestatus

    Rank -- Power- Rangliste
    Stone -- Power- Stein

    Stapelfreischaltung von Kapiteln

    Inhaltsverzeichnis

    Anzeigeoptionen

    Hintergrund

    Schriftart

    Größe

    Kapitel-Kommentare

    Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C18
    Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
    • Qualität des Schreibens
    • Veröffentlichungsstabilität
    • Geschichtenentwicklung
    • Charakter-Design
    • Welthintergrund

    Die Gesamtpunktzahl 0.0

    Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
    Stimmen Sie mit Powerstein ab
    Rank NR.-- Macht-Rangliste
    Stone -- Power-Stein
    Unangemessene Inhalte melden
    error Tipp

    Missbrauch melden

    Kommentare zu Absätzen

    Einloggen