App herunterladen
3.08% I'M A CANNIBAL / Chapter 8: I am a Killer 4

Kapitel 8: I am a Killer 4

[ KISAH INI TERDAPAT UNSUR KEKERASAN DAN PEMBUNUHAN. DILARANG KERAS UNTUK DITIRU ]

BUG!

What? Ada apa dengan anak ini? Kenapa tiba-tiba dia menonjok wajahku? Aku pun memasang wajah kesalku. "Kalian ini kenapa sih? Gua kan gak ngelakuin apa-apa sama kalian," tanyaku. Mereka semua tersenyum sinis.

"Lu gak usah pura-pura bego, Rio. Kita tahu apa yang lu lakuin sama Alvin," kata Nathan. Aku melebarkan mataku. Mereka tahu? Mbbbfftt! Tahu apa mereka tentang apa yang ku lakukan kepada boss mereka itu? Ckckck.

"Maksud kalian?" tanyaku pura-pura tidak mengerti.

BUG!

"JANGAN PURA-PURA, RIO! GUA TAHU LU NGEBUNUH ALVIN. IYA KAN?" teriak Lee begitu keras setelah menonjok wajahku. Aku menutup mataku karena saking kerasnya ia berteriak. Mungkin teriakan itu hampir memecahkan gendang telingaku.

"Maksud kalian apa? Gu–"

BUG! BUG! BUG!

"Uhuk … uhuk … uhuk .…" Aku terbatuk-batuk sambil menunduk saat darah merah kental keluar dari mulutku. Lee menendang perutku beberapa kali hingga aku muntah darah seperti ini. Sial! Tendangan dia sangat menyakitkan.

"Kalau lu gak jujur, jangan harap lu bakalan lihat dunia lagi, Rio!" ancam Nathan. Aku terkekeh.

"Lu ngancam gua? Apa menurut lu gua takut sama ancaman lu itu? Hh! Gak sama sekali, Nathan!" balasku sambil meliriknya tajam.

"Lu bener-bener cari mati ya? Oke! Sekarang pilih, lu mau jujur apa mau mati?" tanya Nathan. Aku tersenyum sinis di balik tundukkanku.

"Kalau pun gua jujur lu pasti akan ngebunuh gua. Iya kan?" tanyaku balik. Ku lihat ketiga wajah itu memasang wajah menahan amarah. Cih! Begitu saja sudah memasang tampang marah, bagaimana jika aku memberi tahu kebenarannya?

"Halah banyak omong lu!"

BUG! BUG! BUG!

Aku dihajar oleh ketiga preman ini. Ku rasa wajahku sekarang sudah babak belur. Rasanya sangat menyakitkan. Belum lagi mereka membuatku kembali muntah darah akibat tendangan tepat di perut.

"Jawab!" tegas Nathan sambil menarik kerah seragamku dengan kasar, bahkan bisa dibilang ia hampir mencekikku. Aku menatapnya datar.

"Gua tanya, apa kalian punya bukti?"

"Bukti apa? Lee udah lihat sendiri kalau dia lihat lu sama Alvin malam itu," kata Nathan. Hah? Lee melihatku bersama Alvin?

"Lihat doang? Kalau cuma lihat doang buat apa nuduh orang sampai dipukulin kayak gini?" tanyaku. Mereka terdiam dan saling tatap menatap. Bahkan David dan Nathan menatap lelaki bernama Lee itu untuk menjelaskan suatu hal. Aku rasa kepercayaan mereka mulai memudar ahahaha.

"Ck! Buat apa gua bohong? Intinya anak ini udah ngebuat Alvin mati," katanya. Entah bagaimana bisa dia menuduhku tanpa bukti seperti ini? Pantas saja David dan Nathan meragukan ceritanya. Karena dia sama sekali tak memiliki apapun untuk dijadikan bukti bahwa aku telah melakukan sesuatu kepada bos mereka. "Ck! Udahlah! Kita hajar aja dia!" lanjut Lee.

Lagi-lagi aku dihajar mereka. Mungkin sekarang wajahku sudah babak belur. Sekonyong-konyong, Lee meminta kedua temannya untuk berhenti memukulku. "Kalau dia gak mau ngaku, kita pakai cara lain," kata Lee sambil mengeluarkan sesuatu dari balik tubuhnya. Aku membelalakkan mata saat sesuatu itu dia keluarkan. Kau tahu apa? Pistol! Ya, dia membawa benda itu. Bagaimana bisa? Oh ya, tentu saja bisa, mereka kan preman sekolah. Aku berpura-pura terkejut dan takut saat Lee menyuruh Nathan untuk menembakku. Ku lihat Nathan menodongkan benda tersebut ke arahku.

"Rio, jujur atau mati?" tanya Lee.

"Kalian ini kenapa? Apa kalian bener-bener mencurigai gua kalau gua ngebunuh Alvin? Iya? Kenapa cuma gua yang dicurigai?" tanyaku mencoba mengulur waktu. Aku harus bisa membuat mereka tak menembakkan pelatuknya dalam waktu dekat.

"Karena cuma lu yang dendam sama anak pemilik sekolahan itu," jawab David. Aku langsung menaikkan kedua alisku.

"Bahkan satu sekolah dendam sama anak itu, bukan cuma gua. Walaupun gua punya dendam, gua gak akan berpikiran buat ngebunuh Alvin," balasku.

"Ck! Langsung aja Than! Ngapain kita harus ngedengerin ocehan anak ini, kita juga kayak gini karena Alvin kan?" ujar Lee. Hm, aku mulai mengerti. Terlihat di wajah Nathan yang ragu untuk menembakku, ia sepertinya tidak mau melakukan hal itu hanya saja Lee terus menerus menyuruhnya. Baiklah, aku mengerti! Biang permasalahan ini karena Lee. Semua karena Lee yang mungkin sangat benci denganku. Aku tidak tahu apa alasannya sampai-sampai dia terus menerus membisikkan kata-kata iblis untuk merasuki pikiran David dan Nathan agar menjadi iblis sepertinya. Ya, aku mengerti sekarang.

"NATHAN, RIGHT KNOW!"

DOR!

"HEI, ADA APA INI? SUARA APA ITU?" tanya seseorang. Orang itu menghampiri kami. Dia menatapku yang sedang terikat dan menatap ketiga manusia itu. Ahaha ... kau tahu? Tembakan itu meleset. Ckckck, mereka tidak sehandal diriku. Aku pun terkekeh pelan.

"Apa yang kau lakukan, Nathan, Lee, David? Lalu kenapa Rio seperti ini hah?" tanyanya. Ya, dia adalah kepala sekolah dan satpam. Sepertinya mereka tengah berpatroli dan sengaja lewat koridor taman belakang untuk melihat-lihat sekolahan. Aku rasa mereka tak sengaja melihat ketiga teman Alvin itu sedang mengeksekusiku. Di saat yang sama, mereka mendengar suara tembakan. Bagus! Ini kesempatanku untuk bebas dari ikatan ini dan ancaman pistol.

"Apa-apaan ini? Kalian membully Rio lagi? Sudah berapa kali saya bilang, jangan membully murid-murid di sekolah! Dan ini? Cish, kalian memalukan!" kata kepala sekolah sambil merampas pistol dari tangan Nathan. Satpam yang ada di sampingnya pun melepaskan ikatan tali yang mengikat tubuhku.

"Rio, sepertinya kau terluka parah, lebih baik kau pulang saja. Bisa kan pulang sendiri?" suruhnya. Aku mengangguk.

"Apakah kamu bisa memanggil orang tuamu?"

"Maaf, sir. Bukannya gak bisa, saya cuma gak mau merepotkan orang tua saya. Jadi, gak usah datengin mereka ke sini," kataku. Dia menghela nafas dan memegang bahuku. Aku langsung menggeserkan tubuhku secara spontan. Bagaimana tidak? Bahuku sakit karena gigitan Ray masih membekas lumayan besar, terpaksa aku menghindar. Kepala sekolah itu menatapku heran.

"Ada apa Rio?" tanyanya.

"Maaf! Lagi sakit," jawabku sambil menunjuk bahuku.

"Oke, Maaf! Untuk kesekian kalinya kau diperlakukan seperti ini oleh mereka. Kamu sama sekali tidak mau merepotkan orang tuamu untuk masalah ini. Saya akui kau memang anak yang baik, tapi jika dibiarkan terus, kau akan terus dihajar oleh mereka, Rio. Jadi, saya sarankan untuk mendatangkan orang tuamu kemari untuk memberi mereka hukuman. Jika di luar sekolah, saya tidak yakin kalau mereka akan menemui orang tuamu," katanya panjang lebar. Hei kepala sekolah yang terhormat, aku sih mau saja mendatangi mereka ke sekolah tapi masalahnya apa mereka akan datang ke sekolah? Kesibukan mereka membutakan semuanya. Jadi, lebih baik tidak usah daripada aku mendapat jawaban yang menyakitkan seperti "Ayah tidak bisa ke sana, Nak! Pekerjaan ayah banyak atau bunda lagi sibuk. Kapan-kapan aja ke sananya." So, lebih baik aku menolak.

"Saya gak apa-apa kok, sir. gak usah khawatir!" jawabku. Lalu dia menghela nafas dan mengangguk.

"Baiklah, sekarang kau pulang! Kalian, ikut saya ke ruang saya!" katanya dan pergi begitu saja. Lalu aku menatap ketiga manusia itu dibawa oleh satpam.

"Urusan kita belum selesai, ngerti?" teriak Lee lalu mereka bertiga pun menyusul kepala sekolah. Aku hanya tersenyum simpul menanggapi mereka. Ya, urusan kita belum selesai sampai kalian bertiga mati di tanganku. Mengerti?

Bersambung …


Load failed, please RETRY

Geschenke

Geschenk -- Geschenk erhalten

    Wöchentlicher Energiestatus

    Rank -- Power- Rangliste
    Stone -- Power- Stein

    Stapelfreischaltung von Kapiteln

    Inhaltsverzeichnis

    Anzeigeoptionen

    Hintergrund

    Schriftart

    Größe

    Kapitel-Kommentare

    Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C8
    Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
    • Qualität des Schreibens
    • Veröffentlichungsstabilität
    • Geschichtenentwicklung
    • Charakter-Design
    • Welthintergrund

    Die Gesamtpunktzahl 0.0

    Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
    Stimmen Sie mit Powerstein ab
    Rank NR.-- Macht-Rangliste
    Stone -- Power-Stein
    Unangemessene Inhalte melden
    error Tipp

    Missbrauch melden

    Kommentare zu Absätzen

    Einloggen