App herunterladen
5.52% The Envoy of Darkness For The New Beginning / Chapter 22: Malam Penghakiman

Kapitel 22: Malam Penghakiman

Suasana yang harusnya menjadi malam untuk istirahat, berubah menjadi ketegangan.

"Apa yang baru saja, kau dengar?" tanya wanita tersebut.

"Aku mendengar suara gemuruh, dari beberapa langkah kaki. Aku yakin kalau itu adalah, pasukan yang sedang mengejar kita!"

"Begitu ya."

Arzlan segera membangunkan orang-orang. Setelah semuanya bangun, mereka menatap Arzlan, perasaan heran langsung menyebar di dalam hati mereka. Apa yang membuat Arzlan membangunkan, pada malam yang masih larut, bahkan langit saja tetap gelap.

"Tuan, apakah ada yang terjadi?" tanya pemuda elf.

"Saat ini, kemungkinan tim pengejar dari kerajaan, sudah sampai di area sekitar. Mereka tidak akan lama lagi, sampai ke sini!"

"Huh…." Semua orang menjadi terdiam, mata yang mengantuk menghilang seketika mendengar ucapan Arzlan.

"Lalu apa yang haus kita lakukan?" tanya kembali si pemuda.

Wajah mereka menjadi sangat cemas, tidak mau mereka ditangkap oleh pasukan kerajaan. Pastinya, jika tertangkap mereka akan disiksa, perempuan akan diperkosa, para pria akan dieksekusi.

"Tenanglah! Semuanya, akan baik-baik saja! Jika kalian mengikuti ucapanku!"

Semua memasang senyuman, mendengar ucapan Arzlan. Sedangkan Arzlan, sendiri sebenarnya tidak mampu untuk mempercayai apa yang dia katakan itu. Semuanya tidak pasti, akan tetapi demi menghilangkan kecemasan dari para penduduk, dirinya harus melakukan hal itu.

Dugaan Arzlan sangat benar, karena dalam beberapa menit kemudian para pasukan kerajaan tiba di lokasi mereka.

Tapi di sana, tidak ada siapapun, seluruh prajurit merasa heran dengan tempat itu.

"Tuan, apakah kita harus melanjutkan perjalanan?" tanya salah satu prajurit.

"Tidak! Aku ingin memeriksa tempat ini terlebih dahulu!" Dia merasa curiga, dengan tempat yang bau saja dia temui.

Beberapa kali kakinya melangkah, hingga. "Crack!" Tidak sengaja menginjak sesuatu. Segera dia melihat ke arah bawah, yang diinjak olehnya adalah bekas tumpukan arang. Tangannya, mencoba menyentuh arang tersebut.

"Uh… ini masih baru!" Dia langsung berdiri dan berkata, "Semuanya, segera periksa tempat ini! Mereka baru saja, dari tempat ini!"

Semua orang segera menuruti perintahnya. Mereka mulai memeriksa di berbagai tempat seperti, semak-semak, dahan pohon, dan beberapa tempat lain yang dikira menjadi tempat yang pas untuk bersembunyi.

"Uh!" Mata salah satu seorang prajurit, mendadak melotot ketika melihat seorang pria sedang, menatap dirinya dengan sorotan penuh kengerian. "Se!"

Crash!

Sebelum kalimat itu diselesaikan, pedang sudah terlebih dahulu menyelesaikan masa hidupnya.

Suara tebasan itu, mengundang perhatian dari ketua pasukan. Telinganya, menangkap suara aneh, dengan cepat dia memeriksa ke arah sumber suara tersebut.

Lokasi di semak belukar, yang memang sangat tepat jika ada orang yang bersembunyi, dan apa yang mereka lihat saat ini memang benar-benar menguatkan opini itu. Di depan mereka, seorang prajurit sudah terbaring tidak bernyawa.

Tebasan besar, terlihat mengukir di badannya. Dengan corak merah yang berasal, dari darah.

"Cih! Mereka sepertinya memang benar-benar ingin membuatku menjadi marah!"

Crash!

Suara tebasan lain terdengar, segera ketua pasukan memeriksa sumber suara tersebut, dan lagi-lagi hanya mayat yang sudah mati tertebas benda tajam.

"Ketua! Apakah, ini ulah dari para elf di desa itu?" tanya prajurit pemegang obor.

"Tidak, ini terlalu bagus untuk para elf yang melakukannya, ini pasti ulah dari orang lain! Semuanya berkumpul!"

Mendengar teriakan, dari sang pemimpin, para prajurit langsung bergegas menuju ke arahnya.

Setelah semua berkumpul, ketua berkata, "Baiklah! Kita saat ini sudah diserang oleh, seseorang! Wujudnya masih belum diketahui, aku harap kalian segera menyebarluaskan pengawasan, bunuh siapa saja dianggap sebagai orang mencurigakan! Mengerti!"

"Baik!" jawab seluruh prajurit.

"Uhm?" Ketua merasa aneh, dengan salah satu prajurit yang berada di bagian paling belakang, dia terlihat menundukkan kepalanya. "Oi… kau coba kemari!" Dia memanggil prajurit itu.

Tidak ada jawaban, kepalanya hanya tertunduk. Semua menjadi heran, kenapa prajurit itu terlihat sangat aneh.

"Apakah kau tidak dengar, aku!" bentak ketua menggunakan suara menggelegar, hingga mengejutkan seluruh prajurit. Dia memang terkenal, akan ketegasan yang dimilikinya, dan terlebih dia juga merupakan orang yang sangat kejam.

Setelah mendengar suara yang menggelegar itu, prajurit aneh tersebut mulai melangkahkan kakinya.

"Bagus! Sekarang, datanglah ke sini, aku ingin mendengar apa yang sedang kau…." Matanya melotot, akibat prajurit yang tiba-tiba berlari ke arahnya. "Dia ini…!"

Crash!

Tanpa pandang bulu, ternyata prajurit itu merupakan, orang yang telah membunuh para prajurit dan meresahkan semua pasukan.

Melihat tindakan tersebut, semua orang terdiam. Mereka tidak mengerti apa yang terjadi, hanya dalam hitungan detik kepala, ketua yang diyakini sebagai orang hebat itu sudah tertebas.

"Humph! Aku heran, mulutmu saja yang begitu besar!" Arzlan mengangkat helm yang dia rampas dari salah satu mayat prajurit yang mati di tangannya.

Melihat, wajah Arzlan semua terdiam. Mereka merasa ketakutan, tentu saja bagi seekor hewan jika kehilangan kepala akan sangat menyulitkan untuk bergerak. Begitu juga yang terjadi, kepada para prajurit, mereka hanya bisa tercengang, dengan apa yang terjadi.

"K-Ketua!" Tapi, bukan berarti satu kepala hilang para pasukan akan diam saja. "Semuanya, bunuh orang ini! Dia sudah, membunuh ketua!"

Langsung, para prajurit berlari ke arah Arzlan.

"Benar-benar menyedihkan! Kalian seharusnya, tetap diam saja dan menunggu giliran kepala kalian aku ambil" Arzlan lalu bergerak secara cepat, setiap orang yang berada di dekatnya langsung dia tebas.

Tanpa ampunan, Arzlan memotong tubuh para prajurit. Bahkan mereka yang tidak melawan, tetap menjadi sasaran Arzlan, bagi dirinya semua orang yang datang adalah makhluk yang mengantarkan nyawa.

Tidak ada toleransi. Setiap suara tebasan, menjadi musik di keheningan malam. Dalam beberapa menit, semua prajurit sudah terbunuh.

Hanya meninggalkan satu yaitu dia yang memberikan perintah untuk menyerang Arzlan. Arzlan menatap ke arahnya dengan tatapan mengerikan.

"M-Monster!" Dia melepaskan obor, dan berusaha untuk kebur sejauh mungkin dari Arzlan.

"Makan dia! Chaos Eater!" Asap hitam berbentuk monster, langsung melaju ke arah prajurit tersebut.

"Tidak! Jangan makan aku!" Dia terkejut dengan makhluk aneh yang tiba-tiba muncul begitu saja di depannya. Makhluk itu langsung menerkam tubuhnya, dengan brutal dia mencabik dan merobek kulit daging prajurit tersebut.

Suaranya begitu nyaring seperti remah-remah roti yang sangat renyah, usus, darah, dan organ-organ lainnya berceceran keluar.

Arzlan menatap ke arah langit. Awan mulai berkerumun, langit tidak memancarkan kecerahan. Cahaya rembulan terhalang oleh awan hitam.

"Apakah dia akan baik-baik saja?" tanya pemuda elf ke arah perempuan yang selalu bersama Arzlan.

"Entahlah, tapi jika harus yakin kalau! Dirinya baik-baik saja!" Dia tidak mampu untuk menjawab dengan benar, karena dia sendiri tidak memahami apa yang ada di dalam pikiran Arzlan. Kepalanya menoleh ke arah langit.

Suara gemuruh, mulai terdengar. Seperti merupakan pertanda buruk.

"Aku harap dia baik-baik saja!"

___To Be Continued__


Kapitel 23: Memastikan Tujuan

Hujan tidak beberapa lama turun dengan sangat lebat, para penduduk elf beruntung menemukan sebuah goa. Di sana mereka bisa berteduh, hujan begitu lebah diringi beberapa kali gemuruh petir.

Mereka khawatir dengan Arzlan. Sudah tiga jam Arzlan tidak juga kunjung kembali. Udara semakin dingin dan langit mulai memperlihatkan cahaya terang.

Sudah memasuki pagi, tapi masih belum ada tanda-tanda dari pria itu.

"Apakah dia akan baik-baik saja, 'kan?" tanya pemuda itu kepada perempuan elf yang terus memperhatikan langit.

"Entahlah!" balasnya dengan nada lesu. "Aku berharap kalau dia akan baik-baik saja!"

***

Arzlan terus berjalan, setelah menghabisi para prajurit dia ingin sesegera mungkin untuk menyusul para penduduk, tapi tidak cukup kekuatannya untuk mengejar waktu yang sudah menurunkan hujan yang cukup lebat.

"Aku tidak berharap penuh kalau mereka masih menunggu kehadiranku!" Sudah terlalu sering hatinya menerima kekecewaan, sekarang hatinya sudah menjadi retak, tidak bisa lagi dirinya merasakan kehangatan dari dunia.

Dari kejauhan dia melihat sinar api yang berada di kegelapan malam. Tidak akan mungkin ada sinar api yang bisa hidup ketika hujan masih begitu derasnya turun. Dengan pengetahuan yang ada di kepalanya, dia yakin kalau itu adalah mereka para elf.

Hujan terus mengguyur tubuh Arzlan. Seolah, mereka membenci Arzlan, gemuruh bagaikan sorakan kata-kata yang selama ini selalu didengarnya dari mulut orang lain. Emosi Arzlan meningkat secara pesat.

"Sial, kenapa aku harus mengingat wajah mereka lagi!" Sudah berulang kali dirinya mencoba untuk melupakan wajah orang-orang yang selama ini selalu membuat dirinya menderita, namun wajah mereka terus saja menari di benaknya.

Telinganya bergerak setelah mendengar suara langkah kaki seseorang, secara spontan tubuhnya berdiri.

"Apa itu tadi?" tanyanya dari dalam hati, matanya melirik ke sekitar untuk memastikan kalau tidak ada orang yang keluar dari goa. Memang bukan berasal dari orang-orang yang ada di sana.

Bayangan hitam mulai terlihat, langkah kakinya terus mendekat. Wanita itu memegang gagang pedang, takut kalau itu adalah musuhnya yang sedang mencoba untuk mendekati goa.

Ketika cahaya api sudah menyinari tubuh sosok itu, baru dia melepas napas bahagia karena itu adalah Arzlan.

Dia memasang wajah tersenyum bahagia. Yang menyadari kehadiran Arzlan selain wanita itu adalah pemuda yang sering berinteraksi dengan Arzlan.

"T-Tuan, apakah kau tidak apa-apa!" Segera dirinya mendekati Arzlan.

"Ya, aku tidak apa-apa! Apakah kalian masih tetap baik-baik saja?" Arzlan mengkhawatirkan kalau para elf ada yang terluka akibat terburu-burunya dalam bergerak.

"Tidak ada, semua dalam keadaan baik!" jawab pemuda itu dengan semangat.

Arzlan melirik ke semua orang yang masih tertidur pulas.

Selanjutnya Arzlan melepaskan jubahnya.

"Apakah kau tidak ingin mengganti pakaianmu?" tanya wanita elf.

Arzlan melirik tajam lalu berkata, "Tidak apa, aku masih bisa bertahan meski dingin terus menyerang kulitku!"

Sebenarnya Arzlan sama sekali tidak merasakan dingin. Tubuhnya seperti boneka yang tidak mampu merasakan rasa sakit, Arzlan paham mungkin ini semua adalah hal yang harus dirinya bayar demi kekuatan yang sudah dia dapatkan.

"Begitu ya!" Tidak bisa wanita itu memaksa Arzlan untuk menuruti keinginannya, meski dia cukup khawatir dengan kondisi Arzlan yang selalu berjuang demi kebaikan semua orang.

***

Arzlan mencoba untuk istirahat, tapi baru beberapa menit memejamkan mata cahaya matahari sudah menerangi wajahnya.

Arzlan segera menoleh ke arah cahaya itu. "Sungguh aku benar-benar lupa seperti apa rasanya tidur nikmat tanpa penderitaan!"

Dulu ketika masih di dunia modern dirinya selalu menganggap tidur adalah hal yang paling dia inginkan. Melihat dunia yang selalu saja kejam membuat Arzlan sudah kehilangan kepercayaan terhadap kebahagiaan yang ada di dunia.

Arzlan melihat semua orang masih dalam keadaan tidur, bahkan wanita elf itu juga tertidur pulas. Wajahnya terlihat sangat manis ketika kedua matanya terpejam.

Arzlan lalu berdiri, dan keluar dari goa. Tepat ketika hari sudah pagi hujan berhenti awan mendung mulai pergi, entah ke mana mereka akan singgah kembali.

Arzlan mencari tempat yang nyaman untuk duduk menikmati pemandangan matahari yang baru saja terbit.

"Hmmm… sekarang apa yang harus aku lakukan? Ke mana aku akan membawa para elf ini? Mereka menaruh impian dan harapan terlalu besar kepada diriku! Ya, mungkin dengan menjadi pemimpin mereka aku akan bisa membangun dunia tanpa rasa sakit dan kekejaman itu."

"Uh?" Wanita itu mendengar suara aneh dari dalam goa. Matanya terbuka dan tubuhnya bersiap untuk menyerang. "Apa itu tadi?" Dia melihat ke arah tempat Arzlan. "Uuh… di mana dia?"

Langsung gadis itu keluar dari goa setelah melihat Arzlan tiba-tiba menghilang. Dia menjadi lega saat melihat Arlzan sedang duduk di batu dengan pandangan mata tertuju ke arah matahari.

"Aku kira tadi dia sudah pergi entah ke mana!" Wanita itu memutuskan untuk mendekati Arzlan.

Arzlan menoleh ke arah belakang setelah mendengar suara langkah kaki mendekat.

"Ya!" sapa wanita itu dengan senyuman lembut.

"Kau rupanya!"

"Apa yang sedang kau lakukan di sini?"

"Aku hanya ingin berpikir sejenak. Karena melihat matahari yang baru saja terbit membuat hatiku menjadi tenang!"

Wanita itu melihat ke arah matahari. "Memang benar! Matahari pagi memberikan sinar yang mampu untuk memberikan semangat!" Terkejut dirinya, setelah menyaksikan sendiri apa yang dikatakan Arzlan.

"Tuan…."

Tidak beberapa lama orang lain datang menghampiri mereka, dan itu telah mengganggu ketenangan Arzlan dalam menikmati kehangatan mentari pagi.

"Ada apa? Kenapa kau begitu berisik di pagi hari ini?"

"Maafkan aku! Aku hanya ingin bilang kalau kami mendengar suara aneh dari dalam goa!"

"Huh?"

"Benar! Aku datang ke sini juga ingin menyampaikan hal yang sama! Aku juga mendengar suara aneh, aku tidak berani memeriksanya karena kemungkinan besar kalau sumber suara itu adalah monster penghuni goa bagian dalam."

Arzlan tidak memiliki pilihan lain selain memeriksa apa yang dikatakan oleh kedua orang itu adalah kebenaran atau cuma suara angin yang masuk ke dalam goa.

Semua orang sudah berada di luar goa, mereka memasang wajah khawatir. Ketika Arzlan datang seluruh tatapan tertuju ke arahnya.

"Hmmm… sebenarnya apa yang mereka dengar? Kenapa wajah mereka begitu cemas?" Arzlan mulai melangkah masuk ke dalam goa.

Wanita itu ingin mengikuti Arzlan.

"Kau tetap di sini! Jika terjadi sesuatu kepadaku, kau yang bisa membimbing mereka semua!"

"Tapi…." Ucapan Arzlan tidak mampu dia bantah, karena tatapan mata Arzlan begitu penuh dengan sorotan tajam. "B-Baiklah! Aku akan menuruti keinginanmu!"

Arzlan terus masuk ke dalam goa yang sangat gelap, di dalam goa itu dia mendengar suara aneh.

Suara itu seperti suara gemuruh yang cukup menyeramkan akibat menggema di lorong goa. Arzlan tidak takut untuk terus melangkah maju. Dalam beberapa saat Arzlan melihat sebuah cahaya. Ketika didekati cahaya itu berasal dari bagian sisi lain mulut goa.

"Uh…!"

__To Be Continued___


Load failed, please RETRY

Geschenke

Geschenk -- Geschenk erhalten

    Wöchentlicher Energiestatus

    Stapelfreischaltung von Kapiteln

    Inhaltsverzeichnis

    Anzeigeoptionen

    Hintergrund

    Schriftart

    Größe

    Kapitel-Kommentare

    Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C22
    Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
    • Qualität des Schreibens
    • Veröffentlichungsstabilität
    • Geschichtenentwicklung
    • Charakter-Design
    • Welthintergrund

    Die Gesamtpunktzahl 0.0

    Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
    Stimmen Sie mit Powerstein ab
    Rank 200+ Macht-Rangliste
    Stone 0 Power-Stein
    Unangemessene Inhalte melden
    error Tipp

    Missbrauch melden

    Kommentare zu Absätzen

    Einloggen

    tip Kommentar absatzweise anzeigen

    Die Absatzkommentarfunktion ist jetzt im Web! Bewegen Sie den Mauszeiger über einen beliebigen Absatz und klicken Sie auf das Symbol, um Ihren Kommentar hinzuzufügen.

    Außerdem können Sie es jederzeit in den Einstellungen aus- und einschalten.

    ICH HAB ES