"Mau ikut Papa?"
Aku yang hampir menggendong tas branded dari kak Jae pun berdecih. "Andai aku bisa manggil kayak dulu, sudah maki-maki ndak jelas pastinya. But, not with you, Dad. I'll get out with my boyfriend," kekehku lantas memintanya mengulurkan tangan.
Om Gensa a.k.a Papa tak mau. "Sampai kapan kamu mau berpura-pura masih menyukainya, Tya? Papa ngomong gini bukan maksud apa-apa, Kak."
Kuangkat bahu lantaran memang tak bisa menemukan jawaban untuk pertanyaan yang satu itu. Entah sampai kapan hubungan kami akan bertahan nantinya. Yang jelas saat ini memang belum ada niatan berpisah.
"Kami sudah bersama-sama lebih dari lima tahun, Pa. Putus gitu aja rasanya nggak fair," ucapku yang kembali duduk.
Tatapan mata Papa jelas mengatakan bahwa aku tak diberi ijin keluar rumah. Siapa yang menduga bahwa usia dua puluh tahun malah membuatku semakin dimanjakan olehnya.