Aku langsung memeluk Bambang, begitu pria itu kembali dari rumah sakit. Ia dibawa pulang oleh keluarganya begitu dokter mengizinkan. Karena akan lebih mudah untuk merawat pria itu jika ia di rumah.
"Untung kamu nggak mati!" rengekku.
"Tenang, Mel! Nyawa gue ada sembilan!" gurau Bambang.
Entah mengapa, gurauannya itu sama sekali tidak terdengar lucu bagiku.
"Nggak lucu banget, tahu!" omelku.
Aku dan Bambang saling melemparkan tatapan dalam yang penuh arti.
"Ini semua bukan salah lo, jadi jangan konyol dengan menyalahkan diri sendiri!" ucap Bambang pada akhirnya.
Gotcha!
Dia memang selalu tahu apa yang kupikirkan.
"Jangan menghiburku! Orang jelas-jelas akar permasalahannya itu aku!"
"Nggak gitu, Melody! Ini keputusan kita buat ngirim mereka ke penjara. Jadi, kalau ada konsekuensi yang seperti ini, ya udah wajar!"
"Wajar gundulmu?! Kamu ini hampir mati lho, Mbang!"
"Ya gue belum ditakdirkan untuk mati gitu, Mel!"